cerita wayang Sutiknaparwa

Senin, 16 Desember 2013



SUTIKNAPRAWA, NOM-NOMANE BEGAWAN ABIYASA
Merga Pakulitane Ireng Karan Kresna Dwipayana
Raden Sutiknaprawa iku jeneng liya, dasamane Begawan Abiyasa nalika isih taruna. Sinatriya iki putrane Begawan Parasara utawa Palasara kang miyos saka garwa Dewi Durgandini. Ing lakon Wiratha Parwa Rajamala kancakarupa lan rupakenca palastra dening jagalbilawa nalika semana karo pandhawa liyane padha namur kawula, ngayom ing wiratha. Raden Setatama akhire tewas nalika dadi jago sayembara ing perang lumawan para ratu kang ngayunako mbakyune. Dewi Rekhawati  gugur lumawan Durgandana kang dibiyantu Abiyasa. Dena Gandawana diaku dadi putrane Prabu Gandabayu ing nagara Pancala,nadyan putrane ratu dheweke ora kersa jumeneng ratu nggentosi kalenggahan ingkang rama angkat. Mula Gandamana kuwi iya digdaya banget. Begawan Parasara pancen karem ulah tapa. Saking suwine tapa nganti rikmane gimbal kanggo nyusuh manuk emprit sajodho. Nalika arep dicekel manuk iku mabur, ninggal piyek sing keluwen. Bareng tekan pinggir Begawan manuk emprit mau ndadak ilang tanpa lari, banjur ana sawijining wanita kang ayu kang melahi prahu nyedaki pinggir yaiku Dewi Lara Amis iya Durgandini kang gelem nyebrangake waton sang Begawan kersa ngusadani memalane. Nalika disabrangake Palasara kasil ngusadani memalane sang Dewi, malah dadi amrik wangi. Nalika iku banjur ana lesus lumiyup, ageme sang dewi nglingkap katon wentise sing mencoroning. Prahune ajur pecahane prau sing kiwa-tengen, mahanani dumadining manungsa sing seteruse karan Rupakenca lan Kencakarupa. Memalane sang dewi  dadi Rajsmala

makalah psikolinguistik



BAB I
PENDAHULUAN
1.1            Latar Belakang
Psikolinguistik adalah gabungan dari dua patah kata yaitu psikologi dan linguistik yang dimana dua kata tersebut merupakan dua disiplin yang berlainan dan berdiri sendiri, namun mengkaji stu perkara yang sama yaitu bahasa. Ilmu Psikolinguistik merupakan satu ilmu yang mencoba menghuraikan proses-proses psikologi yang terjadi apabila seseorang mengucapkan dan memahami ayat-ayat yang didengarnya pada waktu berkomunikasi atau ilmu bahasa yang mempelajari berbagai gejala-gejala jiwa.
Bahasa sebagai objek kajian linguistik selalu melakukan pengamatan atau membandingkan dengan peristiwa-peristiwa, salah satunya dengan berbagai penyakit dan cara pengaobatannya yang menjadi objek kajian ilmu kedokteran. Psikolinguistik mampu menerangkan hakikat bahasa dan pemerolehannya. Bagaimana struktur bahasa diperoleh dan digunakan pada waktu bertutur dan memahami ujaran-ujaran bahasa .
1.2            Tujuan
Tujuan pembuatan makalah yaitu
a.       Dapat mengerti tentang Psikolinguistik
b.      Mengetahui berbagai macam gejala jiwa atau penyakit yang ada kaitannya dengan bahasa

1.3            Landasan Teori
Dalam pemahaman tentang ilmu Psikolinguistik yang dapat membantu dalam memahami berbagai teori yang berkaitan dengan Psikolinguistik.Dalam pembuatan makalah ini saya berlandaskan teori pada buku Pengenalan Psikolinguistik, Linguistik Umum 
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Linguistik merupakan satu ilmu atau sains manusia yang mencuba mempelajari hakikat bahasa, struktur bahasa, bagaimana bahasa itu diperoleh dan bagaimana bahasa itu berkembang. Dalam definisi ini psikolinguistik dianggap sebagai cabang linguistik
Seseorang yang dapat bertutur atau berbicara dalam beberapa bahasa dengan lancar belum tentu dia seorang linguis, orang seperti ini dinamakan poliglot. Jadi dia dapat bertutur dalam beberapa bahasa dan dapat juga menganalisis bahasa menurut cara-cara linguistik. Ilmu linguistik dapat dibagikan kepada beberapa bagian menurut bidang-bidang yang dikajinya dan tujuannya salah satu bidang linguistik yang akan dibahas dalam makalah ini ada;ah bidang Psikolinguistik
Psikolingusitik adalah cabang atau bidang linguistik yang bergabung dengan ilmu psikologi yang menganalisis bahasa dan pertuturan. Psikolinguistik juga mempelajari bagaimana seseorang seseorang kanak-kanak memperoleh bahasa ibundanya dan bagaimana hubungan diantara bahasa yang diperoleh dengan proses pemikiran
Di dalam Psikolinguistik kita tidak hanya mempelajari tentang Linguistik namun kita juga mempelajari tantang Psikologi. Dalam ilmu Psikologi terdapat aliran yang disebut mentalisme yang berarti psikologi kesadaran yang meiliki tujuan untuk mengkaji proses-prose akal manusia dengan kaji diri atau instropeksi.
Pada tahun 1950an terjadi revolusi di dalam studi bahasa. Karya di bidang linguistik deskriptif dan teori transformasional chomsky menyajikan model baru bagi para peneliti untuk menguji teori ini. lahirlah Psikolinguistik sebagai kancah telaah bagi para linguis dan psikolog untuk memadukan teknik dari bidangnya masing-masing untuk menelusuri sistem yang digambarkan oleh para linguis itu terjawantahkan di dalam otak penutur bahasa.
Namun perkembangan selanjutnya lebih cenderung melihat bahwa psikologi ingin membahas sisi-sisi manusia dari segi yang dapat diamati, jiwa ternyata bersifat abstrak yang sulit diamati. Memang jiwa dapat diamati melewati gejalanya, tetapi manusia mengalami kesulitan untuk menganalisisnya
2.1,1 Hakikat Bahasa
Bahasa itu Manusiawi
Dari penelitian para pakar terhadap alat komunikasi binatang bisa disimpulkan bahwa satuan-satuan komunikasi yang dimiliki binatang itu bersifat tetap. Binatang tidak dapat menyampaikan konsep baru dengan alat komunikasinya itu. Tetapi yang dapat dilakukan tetap terbatas terhadap perintah-perintah yang dilatihkan.
Hal ini jauh berbeda dengan manusia, asal saja alat ucapnya normal, manusia akan dapat membuat kalimat-kalimat baru yang belum pernah ada. Sebenarnya yang membuat alat komunikasi manusia itu adalah bahasa, produktif dan dinamis. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa alat komunikasi manusia yang namanya bahasa adalah bersifat manusiawi. Dalam arti itu hanya dapat dig unakan oleh manusia. Bahasa juga yang dapat membedakan antara manusia dengan binatang karena bahasa yang dimiliki manusia itu ada hubungannya dengan psikologi atau dengan pendekatan psikologi.
Pendekatan psikologi dalam bahasa dan belajar bahasa, model belajar bahasa, dan kondisi belajar dan proses belajar bahasa. Satuan-satuan bahasa ini akan banyak dilihat dari segi psikologi. Bahasa juga dipengaruhi oleh disiplin psikologi yaitu penguasaan bahasa. Istilah penguasaan bahasa ini lebih terarah pada aktivitas mental si terdidik. Berbicara mengenai aktivitas kita dapat menggolongkannya atas
1.      Aktivitas gerak yaitu aktivitas yang mudah diamati karena berwujud gerakan
2.      Aktivitas kognitif yaitu aktivitas yang berkaitan dengan penalaran
3.      Aktivitas konatif yaitu aktivitas yang berhubungan dengan dorongan untuk mencapai seseatu
4.      Aktivitas afektif yaitu aktivitas yang ada kaitannya dengan perasaan
Syarat-syarat perkembangan bahasa dan berbicara
1.      Pendengaran yang baik untuk menangkap berbagai jenis nada bicara
2.      Belajar mengerti
3.      Berusaha menirunya dan mencoba untuk mengekspresikannnya
BAB III
3.1  Hasil Pengamatan
Dari pengamatan saya ternyata banyak orang yang tidak menyadari akan kekurangan dirinya terlebih kekurangan pada menghasilkan bahasa dari alat ucapnya. Saya mendapatkan seorang pelajar yang kesulitan dalam mengeluarkan bahasa padahal alat ucap yang digunakan untuk menghasilkan bahasa itu normal, namun tidak tahu kenapa dia ketika berbicara itu kayak tersendat-sendat tidak gagap namun dia kesulitan ketika berbicara. Namun waktu dia sudah berbicara itu cepat tetapi kurang jelas
Setelah saya amati dan tanya jawab ternya dia itu susah mengucapkan huruf A dan kesulitan berbicara ketika saat mau mulai perbicaraan. Menurut dia faktor yang menyebabkan itu semua adalah karena faktor keturunan dan karma. Saya sempat kegat ketika dia bilang itu adalah faktor karma karena dia dulu pernah mengejek kakaknya yang punya masalah seperti itu.
Namun jika dikaitkan dengan teori yang ada di ilmu linguistik dan psikolinguistik masalah seperti ini itu mungkin ada keterkaitannya dengan keterunan dari keluarga atau faktor lingkungan dan juga berkaitan dengan perkembangan bicara seorang anak pada waktu kecil yang ketika seorang anak masih kecil mendengarkan orang yang sekelilingnya berbicara itu menangkap berbagai jenis nada berbicara dan kemampuan untuk dapat mengerti dan berusaha untuk menirunya. Ketika orang yang berada di sekelilingnya mempunyai problem yang sama dengan kasus yang saya amati ini maka seorag anak pun mencoba akan memahami dan menirukan karena itu adalah salah satu syarat pada perkembangan bahasa dan berbicara.
BAB IV
KESIMPULAN
Psikolinguistik merupakan ilmu bahasa yang mempelajari tentang gejala-gejala jiwa. Ilmu ini merupakan gabungan dari ilmu linguistik yang membahas tentang bahasa dan psikologi yang membahas tenteng gejala-gejala jiwa. Di dalam psikolinguistik ini mengamati atau mempelajari tenteng masalah-masalah yang berkaitan dengan alat ucap yang dapat menghasilkan bahasa.
Setiap orang memiliki kekurangan masing-masing misalnya orang bibir sumbing, orang yang tidak jelas melafalkan sebuah alfhabet atau tidak jelas dalam berbicara semua ini menjadi kajian yang dipelajari pada psikolinguistik agar kita dapat mengetahui bagaimana untuk mengatasi dan dapat berkomunikasi dengan baik yang dapat kita mengerti.
Kebanyakan seorang anak kecil tidak jelas mengucapkan beberapa alfhabet misalnya tidak jelas mengucapkan huruf R ini karena perkembangan dalam berbahasa yang belum sempurna dan sebaiknya orang yang berada di sekelilingnya agar terus tetap melatih supaya nanti jika sudah remaja atau besar dia dapat berbahasa dengan baik dan dapat berkembang dalam hal berbahasa
DAFTAR PUSTAKA
1.      Unniversitas Negeri Semarang. 2011, Pengenalan Psikolinguistik. Semarang: Elmatera Publishing
2.      Chaer.  Abdul. Drs .1994 Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta

artikelku



Wis Kilangan Jawane
Tahun ajaran anyar akih sing padha mlebu sekolah SD/MI, SMP/MTS, SMA/MA,Perguruan Tinggi. Ana salah sawijining bocah arep mlebu Perguruan Tinggi bocah kuwi  jenenge Ranti. Dheweke arep daftar ing sawijining Perguruan Tinggi Negri ing Semarang yaiku ing UNNES. Dheweke arep jipuk jurusan Bahasa Jawa, pas ditakoni kanca-kancane lan sadulure arep jipuk jurusan napa dheweke banjur njawab jipuk jurusan Bahasa Jawa. Nalika njawab nak kapingin jipuk jurusan Bahasa Jawa dheweke diomomgi “alah kenapa kuwe kok jipuk jurusan Bahasa Jawa iku jurusan sing gak bermutu isih ana jurusan sing luwih apik”
Awit saka omongan kuwi Ranti atine rada mangkel  emang apa salahe jipuk jurusan Bahasa Jawa kan malah luweh apik tho nisa nglestarikake budayane dhewe. Ranti tetep ora terpengaruh saka omongan kaya mengkana, nanging malah semangate saya gedhe dheweke kapingin nunjukake yen wong lulusan Bahasa Jawa kuwi ora sing diomongake wong-wong. Wektu kuliah pertama wis diwiwiti  Ranti semangat temenan amarga oleh kanca anyar lan bakal intuk ilmu kang luwih akih tentang Bahasa lan Budaya Jawa. Amarga lagi kuliah sing kawitan para dosen durung menehi  materi  rada akeh nanging pada nepangake awake dewe. Ana salah sawijining dosen sing ngendika yen jurusan Bahasa Jawa kuwi jurusan hebat yen ana sing ngomong jurusan Bahasa Jawa kuwi katrok utawa gak kanggo iku mesthi wong kuwi bodhoh ora ngerti  lan paham babagan Bahasa Jawa. Malah ana ing salah sawijining kampus ing Belanda sing jurusan favorit inggih menika jurusan Bahasa Jawa, saka omongane dosene mau Ranti semngate saya nambah terus  lan rada kaget lan ora nyangka bilih ing Belanda ana jurusan Bahasa Jawa
Perkuliahan wis mulai aktif lan Ranti pingin dadi mahasiswa sing aktif ning kampus mung ora Cuma kuliah wae, nanging dheweke melu UKM KJ (Unit Kegiatan Mahasiswa Kesenian Jawa) dheweke melu karawitan yaiku musike wong jawa lan melu drama jawa sing dikenal kethoprak. Senajan dheweke biyen durung tahu latihan, nanging dheweke kepingin bisa lan kapingin nampilake utawa nunjuke musike wong jawa sampe luar negri. Akeh wong sing pada remehake Basa Jawa padahal ya budayane dewe kuwi jawa kenapa  malah ngelek-ngeleki budayane dewe, mengko nak budayane dijupuk negara liya pada orak trima, nanging ora pada gelem jaga lan nglestarikake utawa sinau budayane dewe, ajo mung gembar-gembor nanging kudu di wujudake.
                Saiki wong jawa wis pada kelangan jawane akeh bocah cilik sing wis ora bisa basa marang wong sing luwih enom, para mudha wis pada ora duwe sopan snatun marang wong sing tuwo. Aku tahu reti yen bocah cilik ora reti bahasa jawa babar pisn bocah kuwi ya wong jawa nanging ora reti bahasa jawa, bapake pernah ngomong ning omongan kuwi ana tembung siji bocah kuwi banjur takon marang bapake “bapak siji itu apa?” fenomena sing gawe atiku nyeseg lan  gumun kenapa bisa ana bocah jawa sing ora reti siji iku apa, iku apa kesalahane wong tuwane sing ora marahi bahasa nenek moyange utawa perkembangan zaman ? iki sing isih aku temukke jawabe
Awale Ranti kapingin dadi sosiolog, awal kuliah dheweke ora mudeng babar pisan babagan mata kuliah ing jurusan bahasa jawa amarga dheweke biyen MA jurusan ips, ing awal kuliah Ranti isih kebayang karo jurusan sosiologi lan isih banget pingin dadi sosiolog, nanging san saya suwe dheweke
diomongi yen nak wis kadung nyemplung lan telas ya wis di telesake pisan jo setengah-setengah. Saka omongan kuwi Ranti mikir maneh lan omongan kuwi ana benere. Saka kana Ranti wis mikirake saka jurusan bahasa jawa dheweke bakal dadi apa lan kepingin ngasah kemampuanne ing bidang Bahasa jawa amarga dheweke duwe mimpi lan kepingin wujudake impiane kuwi. Ranti sering intuk semangat saka bapak-ibune kanca-kancane lan para dosen ing kampus
Melebu ing Perguruan Tinggi Ranti intuk ilmu anyar lan kanca anyar, ing kelase dheweke duwe kanca cedak yaiku jenenge Risma. Risma anduweni sifat apik lan bisa klop karo Ranti iku sing dadikake Ranti cedak temen marang Risma lunga reng ngendi bae bareng, ngerjakake tugas bareng, nanging kose ora bareng. Risma pernah ora mangkat kuliah amarga lara lan dikon priksa wong tuane Ranti ngrasa separuh jiwane ilang amarga ora ana Risma, banjur pas kuliah kosong dheweke nelfon Risma ngomong nak kangen lan pingin Risma ndang mari lan bisa kuliah lan ketemu marang dheweke. Kanca-kancane Ranti cah Sastra Jawa padha apik-apik lan perhatian kabeh marang kanca siji lan sing liyane.
Bahas maneh babagan nak ing zaman saiki akeh wong jawa sing wis padha kilangan jawane, iku dadikake Ranti prihatin marang budayane dewe. Dheweke ora trima yen wong jawa ngala-ngalani budayane dhewe. Melebu  jurusan bahasa jawa kawitane pancen angel nanging yen wis kenal lan mendalami bakal tertarik lan remen sanget iku sing dirasake Ranti kaya pepatah sing nyebutke Tak Kenal Maka Tak Sayang.
Saben Ranti bali kampung terus kepetukan marang kancane, banjur kancane mesthi  pada takon ngana kuwi sing dipelajari ning jurusan bahasa jawa iku apa bae ta?. Ranti banjur nyeritakake dheweke ing kampus lan nyeritakake pelajaran sing di intuki ing bahasa jawa. Ternyata ing bahasa jawa dewe akih budaya sing Ranti durung ngerti, misale budayane wong sala, wong yogyakarta, lan liyane. Lan ing bahasa jawa uga akih ragam bahasa, misale bahasa ngapak, bahasa kraton, bahasa sanksekerta lan liyane sing pasti durung dingerteni Ranti.
Awit Ranti kuliah ing jurusan bahasa jawa Ranti oleh mata kuliah babagan budaya jawa salah sawijining yaiku Sastra Pewayangan. Ing mata kuliah iki saben mahasiswa wajib nonton pagelaran wayang supaya ngerti lan kenal babagan wayang. Awale Ranti anduweni  rasa males nonton wayang amarga mikir mosok cah enom nonton wayang terus nonton sampe isuk. Nanging san saya suwe Ranti duwe rasa remen nonton wayang lan pancen kudune anduweni rasa seneng karo salah sawijining budaya jawa kuwi.
Pisan pindho Ranti nonton wayang, Ranti atine gumun kenapa kok ning desane saben ana wayang dheweke pengen nonton ora diolehi marang wong tuane. Ranti ijeh mikir emang kenapa sampe ora oleh nonton wayang padahal kuwi budayane dhewe kenapa ora oleh.
Saking penasarane marang babagan kenapa biyen dheweke ora oleh nonton wayang, Ranti ngamati jebule kakehan wayang ning desane iku disalah gunake, akeh wong padha mabuk-mabukan. Nanging semenjak Ranti melebu bahasa jawa dheweke malah seneng nonton wayang, malah dheweke bisuk nyen wis lulus dheweke pingin bangun sanggar ing desane. Ing sanggar kana dheweke pingin ngajari gamelan, tari tradisional marang bocah-bocah sekolah utawa bocah-bocah sing wis ora sekolah meneh.
 Ranti kepingin wong jawa ngerti marang budayane lan seneng marang budayane, tunjuke yen budaya jawa iku hebat kaya budaya manca sing saiki wis nyihir marang kawula mudha. Zaman saiki akih wong manca sing seneng melajari budaya sing ana ing indonesia khususe budaya jawa, aja nganti kitha sing wong jawa malah ninggalake budayane dhewe lan malah ngelek-ngelek budayane dhewe. Budaya jawa iku dudu budaya sing kuna nanging budaya sing minulya lan budaya sing akih unsur senine. Dadi mulai saiki kitha wong jawa kedhah remen marang budayane dhewe aja nganti dijupuk karo wong manca. Aja ngisin-ngisini mosok wong jawa ora ngerti marang budayane utawa sering disebut wong jawa kok ora jawani.

cerita wayang


Sekar Jatikusuma
Awit jejering titah amung saderma ngelakoni yen ta kepeksa kudu sesingit ana wiwaraning lelakon. Kang perlu intuk kawigaten dhimas amrih yayi Wara Srikandi kang dina iki dumunung ana Pancalaradya bisa kaboyong menyang Madukara maneh. Anengahi para ambeg utama samya imbal pangandika, ketungka sowane Prabu Anom Gathutkaca miwah raka Wasi Hanantareja iya Dyan Antareja kang lelorone jejer cudhaka sowan sinuwun Prabu Durpada. Sawise kapanembrama lan para anom atur pangebekti marang pepundhen. Sri puntadewa nuli ndangu.
Pasewakan kabubarake para Pandhawa miyos mring alun-alun, mengkana uga Dyan Gathutkaca-Antareja nuli samya sewangan marga. Prabu Puntadewa miwah Raden Nangkula-Sadewa nitih kreta kencana kairing wadya pendherek sawetara. Raden Antareja ambles bumi, Prabu Anom Gathutkaca ngambah dirgantara. Kacarita sang Prabu Anom Gathutkaca arsa ngambah dirgantara wis samapta ngencengi busana nira. Sampad busanane sang Gathutkaca gya ngrasuk wasiyat peparing dewa. Kontang Antrakusuma sranane bisa mabur tanpa elar. Kasut Padakacerma walungsune Hyang Anantaboga kawasane yen ngambah dirgantara lan ngungkuli lemah sangar kayu aeng miwah papan wingit dadi tawa tawi tawar
Sang Bima sigra samapta ranggane busana arsa lumaksana. Angagem gelung minangkara cinandhi rengga. Lancingan cindhe wilis tinrapan porong adhapur naga raja. Sampad rengganing busana. Haria Bima gya samapta dennya arsa lumaksana. Dyan Werkudara yen lumampah tanpa marga, mung kairing sindhung riwut bayu bajra
Meh rahina semu bang Hyang Haruna kadi netrane angga rapuh. Cahyane sumrambah mring mega lan gunung-gunung. Parandene ing padhepokan Jatisarana sang puthut Jatiwasesa sru manungku puja ing sangajenge sekar Jatikusuma. Kagyat sang puthut rewanda dupi mulat ana tamu satriya kekalih. Sang Anom kekalih kapanembrama miwah tinanya asale. Kanthi cepet Jatikusuma wis ana tangane Begawan Kumarayekti Katgadeng tyas puthut Jatiwasesa sru anawung tikbra. Nadyan Bimaputra kekalih tan katalompen mbantu si puthut.
Puthut Jatiwasesa sarwi kirig nyerang kanthi jurus “Wanara Rukem”, dene sang Gathutkaca ndhupak ngidak nguntir marang lawan. Raden Antareja nyoba mblesegake si Kumarayekti mring bumi. Sekawit pandhita yaksa iku kanggo bal-balan paraga tetiga. Kumarayekti mbalang kemayan pengabaran agawe si puthut lemes ilang otot bebayune. Dene para Bayu putra yayah asawang layon, Puthut Jatiwasesa rinayuk dening Resi Kumarayekti linebokake jubah. Rumangsa wis kasil, sang begawan Kumarayekti nulya mentar.
Jemparing Nagapasa (
Jroning ratri kawuwusa, Raden Indrajit. Sawise ngoncati payudan labet kreta titihane pinupuh renyuh dening Jaya Anggada, Sang Rahwanaputra manjing sanggar pamelangan. Muja semedi sumedya matak air jaya kawijayan guna piranti Kumutung kukusing dupa. Ana tanda katarima subrata jroning wengi peteng dhedhet lelimangan, ing akasa ana swara gora gemuruh, lirda sarira nora kasat netra awon lawan petenging wengi. Sinandhangan warastra wangun naga kang wasta Bujanggasara ya Nagapasa sarta tinambangan aji tenung. Katon nggegirisi wujude jemparing Nagasapa. Awangun taksaka mingis-mingis siyunge. Lumepas ponang warastra aneng antariksa malih bahar dadi naga, ula, sarpa, taksakamakheti-kethti mayuta-yuta.
Sang megananda mulat wiyose ing kang paman Wibisana, sigra ngoncati pabaratan manjing pura matur marang ing kang rama nata kalamun Sri Rama miwah wadya bala kapi wus tumekaning pati kataman nagasapa. Dyan Indrajit ginanjar skehing retna mas picis rajabrana miwah sotya-sumotya. Mangun suka andrawina sakehing wira reksasa, nginum tuwak waragang nganti wuru. Nalika semana Raden Wibisana wis mijil saka pakuwon, ngungun denira ningali dening Sang Ramawi jaya miwah Raden Sumitraputra kabebet senjata naga ngalumpuk tanpa daya. Katungka praptane Niken Trijatha kang petrek-petrek ngrungkebi pangkone ingkang rama. Niken Trijatha ngaras padane ingkang rama. Wus tumeka Taman Argasoka, marang rekyan Wara Sinta katur salire lelakon miwah wecane ingkang rama Sang Koda Wibisana. Kusuma Trijatha rinangkul kinuswa-kuswa Sakaloron wanodya endah iku nuli rerangkulan. Nuli manjing marang sanggar pamelangan, manungku pudya meminta sih nugrahaning Hyang Suksma. Trenyuh mulat marang bala wanara kang nggalasah yayah tumekaning pralaya. Miwah angles anggone ningali kahanane ingkang rayi Laksamana, alon ngendika Sri Ramawijaya kanthi ngeres kekes jroning nala.
Duk jaman purwa, Dewi Kadru lan Dewi Winata widadari kaswargan garwane Resi Kasyapa, pinaringan endhog loro sowang. Endhog kagungane Dewi Kadru netes dadi naga gedhe aran Naga Taksaka. Dene endhog kagungane Dewi Winata netes dadi Peksiraja Haruna lan Peksiraja Garudha. Jemparing Nagasapa sanjatane Indarjit iku nora liya dumadi saka kumarane para naga, ula, taksaka, sawer, sarpa turune Dewi Kadru, kang samengko dedunung aneng jagading pepeteng ya ing alaming nyeluman, sinambat dening Raden Indrajit, pinuja dadi Jemparing Nagasapa, ketemu kalawan pengapesane yaiku Sang Hyang Garudha ya Garudha Brihawan. Peksiraja Haruna dadi titihane Bathara Surya, dene Peksiraja Garudha dadi titihane Bathara Wisnu, kang samengko manitis minangka Sri Ramawijaya. Sawise luwar saka panggubeting nagasapa. Sansaya makantar-kantar kanepsone kepingin enggal ngrabasa ing yuda, nyimakake bala reksasa lan nandukake piwales maran

SUTIKNAPRAWA, NOM-NOMANE BEGAWAN ABIYASA
Merga Pakulitane Ireng Karan Kresna Dwipayana
Raden Sutiknaprawa iku jeneng liya, dasamane Begawan Abiyasa nalika isih taruna. Sinatriya iki putrane Begawan Parasara utawa Palasara kang miyos saka garwa Dewi Durgandini. Ing lakon Wiratha Parwa Rajamala kancakarupa lan rupakenca palastra dening jagalbilawa nalika semana karo pandhawa liyane padha namur kawula, ngayom ing wiratha. Raden Setatama akhire uga tiwas nalika dadi jago sayembara perang lumawan para ratu kang ngayunake mbakyune. Dewi Rekhawati gugur lumawan Durgandana kang dibiantu Abiyasa.
Dene Gandawana banjur diaku dadi putrane Prabu Gandabayu ing negara Pancala, nadyan putraning ratu, dheweke ora kersa jumeneng ratu nggentosi kalenggahane ingkang rama angkat. Bagawan Parasara pancen karem ulah tapa, kaya para leluhure saking suwe lan sengseme anggone tapa, nganti rikmane gimbal, kanggo nyusuh manuk emprit sajodho. Nalika arep dicekel manuk iku mabur, ninggal piyike sing keluwen. Bareng tekan pinggir bengawan manuk emprit mau ndadak ilang tanpa lari.
Ana sawijining wanita ayu kang melahi prahu nyedhaki minggir, yaiku Dewi Lara Amis iya Durgandini kang gelem nyabrangake waton sang Bagawan kersa ngusadani memalane. Nalika disabrangake iku Palarasa kasil ngusadani memalane sang Dewi. Ing satengahing prahara Palarasa ora kuwat ngampah hardaning asmarane. Praune dhewe ajur sawalang-walang, pecahane prahu sing kiwa-tengen, mahanani dumadining manungsa sing sateruse karan Rupakenca lan Kencakarupa. Memalane sang Dewi dadi Rajamala dene kamane sang begawan kang kinandhut ing yuyu mujil bayi Rekhawati. Dene bayi kang kinandut Dewi Durgandini dhewe, sawise lair ing sawijining pulo, pinaringan tetenger Sutiknaparwa. Merga pakulitane ireng lan lair ing pulo uga sinebut Kresnadwipayana.
Begawan Palarasa nerusake tindake tumuju alas Kurujanggala iya Grastina kang kacarita dadi mula-mula bukane negara Astina. Sasurute Begawan Palarasa Astina dilenggahi Prabu Sentanu kang isih rayine tunggal  guru. Sasedane Prabu Sentanu ora wurung kang jumeneng ratu ing Astina ora liya iya banjur Raden Sutiknaprawa iya Resi Abiyasa kang mengkone nurunake Pandhawa liwat Prabu Pandhuwanata kang miyos saka garwane kang asma Dewi Ambalik
Maharsi Wiyasa (Ki Nayantaka)
BEGAWAN ABIYASA uga sinebut Sang Maharsi Wiyasa, ibune Abiyasa asma Dewi Gandawati. Awit isih umur Dewi Gandawati diparengake marang Prabu Dasa dening ingkang rama, sawise diwasa Dewi Gandawati kagarwa Begawan Palasara peputra Abiyasa. Dumadakan Bathara Narada rawuh ing kedaton Wiratha nemoni Prabhu Wasupati, Prabu Sentanu lan Bagawan Palasara. Bathara Narada didawuhi Dewi Gandawati supaya kadhaupake karo Prabu Sentanu, nanging Prabu Sentanu kudu masrahake negara Ngastina marang Begawan Palasara. Mula bareng wis sawatara suwe anggone jumuneng nata, banjur kalingsiraKe marang sang Wiyasa, jejuluk Prabu Kresna Dwipayana.
Sang Rancakaprawa hiya jejuluk Sang Sutiknaprawa. Mula kawastana Sang Rancakaprawajalaran paring pitulungan kawulane sing nandhang susah, mulane jejuluk Sang Sutiknaprawa awit nggeganjar sarta agawe senenging atine para kawulane. Garwane sang Kresna Dwipayana ana telu yaiku 1. Dewi Ambika ratu ing negara Kasi 2. Dewi Ambalika rayine Dewi Ambika peputra pandhu 3. Dewi Datri saka golongan waisya peputra Widura
Ing sadurunge dadi garwane Sang Wiyasa, putri tetelu mau dadi garwane Raden Dewabrata ya Sang Bisma, nanging gandheng Bisma wadat mula panggalihe Dewi Gandhawati susah banget. Nalika semanten para putri garwanipun para striya punika sami marak datheng para brahmana sami nyuwun dipun ny=ugrahani putra. Putrasatriya ingkang saking para Brahmana dados golongan satriya. Dewi Gandhawati banjur kelingan yen darbe pulunan sadurunge ginarwa ing Prabu Sentanu yaiku MHARSI Wiyasa, putrane sang Dewi Kang patutan karo Begawan Plasara.
Dewi Gandawati sakala banjur muja semedi. Sawuse dhinawuhan sendineng gati, Sang Mahasi Wiyasa gelem, lan banjur klakon putri tetelune pisan kagarwa dening Sang Kresna Dwipayana nganti patutan Dhestharasta, Pandhu lan Widura. Kalenggahane ing kraton Ngastina banjur lumengser marang Sang Pandhu. Pandhu kagungan putra Pandhawa lima. Puntadewa, Bratasena, Harjuna, Nangkula lan Sadewa. Sang Kresna Dwipayana bali mertapa ana ing pertapan Wukir Saptaharga hiya wukir Rahtawu. Sang Begawan banget tresna marang para wayahe, luwih-luwih marang Puntadewa, Sang Begawan wis pirsa yen anggone lelaku iku mung netepi darmaning satriya tama, kanggo nggayuh marang kamulyen ingkang langgeng, awit saka laku lara lapa kuwi kang dadi kahanane mulyatama
Mula Bukane Ana Wuku (Purwadi)
Penyebar Semangat no 7 14 Pebruari 2009
Wanita ayu endah ing warna tur kasinungan awet enom kekasih risang Dewi Sinta Basundari. Nanging sajroning uripe Sang Dewi tansah kabentus lelakon kang ora nyenengake ati. Nadyan Sang Dewi iku kagarwa dening Ratu ing nagara Gilingaya Prabu Palindriya jejuluke. Sang Dewi jumeneng minangka garwa prameswari. Sawijining dina kamaru dening wanita loro cacahe sesilih Dewi Soma lan Dewi Landhep. Dewi Sinta Basundari ora rumangsa seneng atine kamaru lawan Dewi Landhep. Mula Sang Dewi banjur mutusake bakal ninggalake nagara Gilinganya uga ninggalake Sang Prabu Palindriya. Sang Dewi nalika iku kahanane nedhenge mbobot ngandhut pohang jabang bayi. Ana sjroning gubug tuwa mapan ing tengahing alas, ya ing kono Sang Dewi anglairake putrane kang mijil priya kanthi kahanan kang sehat lan kebak ing semangat. Jabang bayi kasebut banjur kasinungan tetenger Raden Radite, nanging banjur kendhanging akeh, aran Jaka Wudhug. Nadyan isih bayi Jaka Wudhug wis katon bagus pirang-pirang taun lawase, Jaka Wudhug katon gelis diwasa. Jaka Wudhug uga seneng tapa brata nganti mataun-taun lawase. Nula ora mokal yenta Jaka Wudhug banjur kasinungan kasekten linuwih katitik jim, setan, sluman apa maneh kewan galakpadha wedi marang dheweke.Ing nagara Gilingwesi ajejuluk Sang Prabu Watugunung. Para raja banjur padha pasrah lan teluk marang Sang Prabu Watugunung. Para warandhaning ratu banjur ginarwa, uga para wanita-wanita liyane. Ora keri Dewi Sinta apadene Dewi Landhep. Bebrayane Prabu Watugunung lawan Dewi Sinta banjur nurunake putra nganti cacah 22. Ing sawijining wektu saiba kagete Dewi Sinta Basundari nalika lagi satengahing petan, ing mustakane Prabu Watugunung tinemu pethak tilas tatu. Sang Dewi banjur nyuwun katrangan marang Sang Prabu Watugunung apa ta sajatine kang njalari tilas tatu. Prabu Watugunung banjur ndongeng nalika panjenengane isih cilik lan nakal, amarga saka dukane ibune banjur thinuthuk enthong sirahe. Saiba kagete Dewi Sinta barang mireng critane Sang Prabu Watugunung dheweke lagi sawijining cara kanggo males seriking ati marang atmajane garwane yaiku kanthi ngojok-ojoki Prabu Watugunung supaya ngayunake Bathari Sri garwane Bathara Wisnu manawa bisa kalakon Sang Prabu Watugunung banjur dhawuh marang para putrane kang cacah 22 kinen siyaga ing watugunung.
Mula ora mokal yen ta paperangan ora bisa disingkiri. Nganti purang-pirang dina kekarone padha mangunyuda, suwe-suwe Bathara Wisnu enggal-enggal mungkasi kridane mungsuhe kanthi nglepasake sanjata cakra pamunahing satru seti. Nadyan ta garwa lan putrane Prabu Watugunung uga tinimbalan ing Dewa kaunggahake ing nirwana. Kang dumadi saka asmane Prabu Watugunung, Dewi Sinta Basundari (ing pawukon amung sinebut Sinta), Dewi Landhep lan putrane kang cacah 22, yaiku ukir, kuranthil, tolu, gumbreg, warigalit, warigagung, julungwangi, sungsang, galungan, langkit, kuningan, mandhasiya, julungpujut, pahang, tambir, kuruwelet, marakeh, tambir, mandhakungan, maktal, wuye, manahil, prangbakat, bala, wugu, wayang, kulawu dan dukut.
Kala Bendana Lena (Ki Sudadi)
Penyebar Semangat no 42 18 Oktober 2008
            Ditya KalaBendana sigra budhal tumuju Wiratha. Raden gatutkaca kaget atine nyumurupi Ditya Kala Bendana orak bisa diajak nyimpen wewadi. Nadyan belegere wujud denawa, nanging selawase urip dheweke ora tau kandha goroh. Tumrape Ditya Kala Bendana, laku goroh iku mesthi bakal nutupi barang kang ala. Sepisan kandha goroh, wong iku kudu nutupi bab kuwi sateruse. Goroh sepisan kudu diterusake laku goroh liyane.
            Lakune Ditya Kala Bendana tumuju Wiratha. Kang kinarya sambunge cerita nora kaya kan aneng madyane taman kaputrane negara wiratha. Nalika semana Raden Abimanyu lagya karonsih mbangun tresna karo garwane sing angko loro yaiku, Dewi Utari. Amarga isih cedhak alur galure paseduluran. Dewi Utari asring nyebut Raden Abimanyu nganggo sebutan kangmas, dhimas utawa kulup. Dene Raden Abimanyu asring nyeburt Dewi Utari nganggo sebutan kakang mbok, dhiajeng utawa malah kanjeng eyang.
            Kekarone terus pada andon tresna satatane jalwestri kang sih sinisihan. Dewi utari sigra denpangku aneng pangkonane raden abimanyu. Raden Abimanyu ngaras palaparane Dewi Utari kanggo nyuntak rasa tresna. Kekarone nyata wus kerem ing samodrane tresna. Jagad  katon endah tan bisa digambarake. Mangkono rasane wong kang lagi andon tresno.
            Kocapa naliko Dewi Utari lagya kerem olah tresno kedadak praptane. Ditya Kala Bendana ing taman kaputren. Tekane buto kang gumrojog tanpa larapan iku ora wurug agawe kagyat Risang Putri. Sigra njerit ajelih – ajelih Dewi Utari dheweke enggal takon maraang Raden Abimanyu sapa satemene denawa kuwi. Bareng dikandhani yen dheweke iku adine Dewi Arimbi kan ora liya iya pamane raden gatot kaca. Dewi Utari lagi ilang rasane wedhine.
            Ditya Kala Bendana manut manut wae digalandhang metu. Tekan njaba, jebule Ditya Kala Bendana diundamana lan diplara. Sidane dinawa sing lugu kuwi mulih menyang pringgadani ngegombal rasa cuwa. Ora riyane yen pakartine satriyaning praja padha kasar kaya ngono. Bubur njlempani Ditya Kala Bendana, Raden Abimanyu mlebu maneh anang taman. Dewi Utari sajak cubriya, mula terus takon marang garwane.
            Raden Abimanyu bakal diranjah gegaman sewu dening wadyabala kurawa nganti ratune arang kranjang lan gugur dadi kusumane bangsa. Nadyan kandha dora nanging ora kawistra, mengkono kewasisne satriya. Sarambut pinara sasra Dewi Utari ora duwe rasa cubriya lamun Raden Abimanyu iku wus kagungan garwa. Dewi Utari nyata kenya kang pinter leladi ing garwa tan mokal lamun bisa weweh rasa gandem lan marem marang Raden Abimanyu.
            Nalika Raden Abimanyu wus manjing ing panthi pagulingan lan andon tresna lakune Ditya Kala Bendana wus adoh ning galake negara wiratha. Nyumurupi pamane sing ora gelem diajak goroh, Raden Gatot kaca rumangsa mangkel. Cepet utawa suwe wewedi kuwi bakal kawiyak. Mung kari ngenteni wektu.
Pedhut Ing Madyaning Bengawan (Supardi Sastrodiharjo)
Penyebar Semangat no 50 13 Desember 2008
            Surya wus sak genter punjul munggah cakrawala wetan. Wiwit gawe umobo banyu bengawan kang a,ba ngilak – ngilak. Mahanani iwak – iwak padha paating bilulung minggir satepening bengaawan kang ana royomane wit – witan.
            Keprungu panggeresahe Rara Arnia kang wiwit mau ana sanduwure praune. Atine ndongkhol banget kawit mau. Durung ana powongan kang nggunake tenagane. Durung ana penumpang siji – sijiyo sing disabrangake. Paling ora wis nyabrang ake penumpang kaping pindho la ko iki setugel wae durung. Padha neng endi ta jan – jane wong – wong kuwi kok ora ono sing nyabrang ?.
            Kelingan ganda amis kang tumuma ing anggane, kumembang luhe Rara Arnis. Rara Arnis ngundang tabib kondhang. Kabeh syarat lan perantahe wis dilakoni. Kepengen banget ganda arnis kudhu minggat saka anggane Rara Arnis. Nanging ngnati saiki, ganda arnis kuwi isih wae taneg nempel. Rara Arnis ujug – ujug wong lanang setengah tuwek kuwi njejeri ing dhuwur praune ora ureh sangka parane. Eseme Rara Arnis nyigar lambe rikala nyawang pawongan lanang setengah tuwek kuwi. Rara Arnis njengkerutake alise. Kelingan duk ingi uni rikala diwenehi gaweyan dening bapake sing mung tukang mancing supaya dadi tukang prau. Isih dumilang ing kupinge. Tembung – tembunge bapake kuwi persis kaya sing didhawuhake rikala semana. Ora ditambahai ora disuda. Amarga wis piniji dening hyang widhi kadideni pawongan kinecek ing sesami, pawongan linuwih ing liyane, apa sing disuwun bakal diwujudi dening hyang widhi, mung saran ngarayang pundhake Rara Arnis, padha sakala ilang musnah ganda arnis kang marahi kudu mutah – mutah.
            Rara Arnis pancen ndeleng pedhut putih kang ngemuli praune Rara Arnis mantep yen aman saka pandelenge mripat liyan. Mula dheweke siyap nandhingi krodhane resi palasara kang pilih tandhing. Rara Arnis sing wis diganti jenenge Satyawati dening Resi palarasa wis nggarbini. Jarane resi palasara, kuwi mono gawan bayi. Dadi biyunge iyo kudu nampa kanthi ati seneng lan pasrah. Esuk kuwi naliko tangi turu setyawati mung plongo – plongo. Setyawati mudhun soko peturon. Atine nggragap ora kepenek rikala nyawang canthelan sing kanggo nyanthelake penganggone resi palasara. Orak ono sing cemanthel gak penak pikirane lan atine setyawati cengkelak. Bali neng kamar peturone. Grayah – grayah tangane ing ngisor bantale resi palasara. Nemu gondhong lontar sing kebak tulisane resi palasara banjur diwaca lungo merga nindakake wajibe para resi. Duwe bojo resi yo ngene iki pitukone. Bayi seng saiki isih kok gembol kuwi, suk emben lair lanang. Nuli wenehane jeneg : Abiyasa.
            Nyai Setyawati dak jaluk tetep manggon ing panggonan iki. Supaya anggonmu nggarbini ora konangan sapa wae. Kanti mengkono sebutan prawan sawise anakmu lanang lair isih ajeg nemplek neng awakmu. Ing mbesuke sliramu bakal diwengku dening ratu gung binathara saka negara hastinapura kang jejuluk prabu sentanu. Rampung anggone maca, Setyawati mung kelpo – kelop nganthi godhong lontar kuwi ceblok saka tangane.
Geger Suralaya (Wisnu Sri Widodo)
Jaya Baya no i3 4 Nopember 2011
            Ing negara Himapura ana raja sing mimpin yaiku Srinata. Duwe julukan Prabu Ndaruwardaya. Nalika semana,  Prabu Ndaruwardaya kepengin nggarwa salah sawijining widadari kaswargan, yaiku Bhatari Supraba.banjur dheweke mrintah Patih Udan Agung supaya gawa prajurit-prajurit sing bakal diutus nemoni  Hyang Pramesthi Guru kanggo dadekake Bhatari Supraba permaisurine. Nanging, yen dewa ora gelem nuruti prajurit-prajurit iku diutus gawe suralaya. Prabu Ndaruwardaya uga ngutus Si Emban supaya bubarne pasewaka..
            Patih Udan Agung mara menyang pasewakan. Ana ing pasewakan njaba, Ki Lurah Togog Tejamantri ngundang prajurit-prajurite. Banjur, Dheweke munggah menyang panggung  kanggo nggoyangke Gentha Kekeleng. Banjur ngadhep menyang patih Udan Agung ditututi karo prajurit-prajurite. Patih Udan Agung nyampeke pesene Prabu Ndaruwardaya. Banjur wis nyampeke, Patih Udan Agung lan rombongane ninggalke Kutharaja. Rombongan-rombongan iku ngliwati tegal uga alas munggah gunung Jamurdipa.
            Nalika tekan Jagad Sunya-ruri sing panggone ana ing Lokantara sekitare Tengguru uga isih ana ing Jamurdipa puncake Mahameru, Rombongan menika nemoni Kahyangane Para Jawata. Kahyangane iku diarani Argodumilah, Tejamaya, Suralaya uga Jonggringsaloka. Saka karepe yasa,kanggo mbedake awan lan wengi kangelen. nanging amarga rasa luhur,  para cinedha pada bubar sempurna
Rawa Tambak 3-Tamat (Sriyono R.)
Penyebar Semangat no 35 29 Agustus 2009
Ing Samudra ana dewa, yaiku Sang Hyang Baruna. Sang Hyang Baruna ningali citrane Sri Ramawijaya sing saya katon nalika dadi dewa, namung dheweke ningali samar-samar. Sang Jarwata marani yen durung nganti iso ngleburke jagad amarga iku akhir dukane Sang Hyang Kesawa.
Sang Hyang Baruna takon marang Sri Ramawijaya, kena apa dheweke diutus ngasatke segara,uga ngomong ngasatke segara iku bakal kangelan amarga ing ngisor segara akeh bebajulane.uga yen menawa segara iku wis dadi sat, nanging isih ana bebajulane sing ditinggalke kayata ing ngisor segara iku ana karang kang landhep sing bisa nglarani wong liyo. Agniastra diceluk amarga diutus ngucolke Barunastra. Banjur akeh wong sing tumeka, Sang Hyang Baruna ngomong yen bakal ana misi marang telenging segara kanggo ngewangi panyuwune Sang Hyang Ramawijata marang Sang Juwata. Sawise mangkono, Dheweke ngomong karo Prabu Sugriwa, banjur Prabu Sugriwa ngutus marang para bupati supaya nyiapke kabeh wadyabalane supaya ngusung watu sela tala.
Wadyabala iku padha jejer-jer banjur padha uncal-uncalan. Wadyabala sing sekti uga ora gelem kalah karo liyane, sahingga padha nunjuke kesaktiane kayata ana sing bisa nyemplungke gunung ginawa ana segara. Ana uga sing bisa nyigar gunung dadi loro. Kabeh Wadyabala iku dipimpin karo Bathara Wisakarma saka undhagine Bathara Endra. Nanging nalika para wadyabala iku padha ngusungi watu, ujug-ujug ana pepalang  sing teka. Pepalang iku ngakibatke akeh para wadyabala sing padha mati. Saka kedadeyan mangkono, dheweke weruh ana yuyu raksasa sing ngrusak tambak. Banjur dheweke lapur marang Sri Rama yen sing ngrusak tambak wadyabala iku yuyu ditya Sayungsrani utawa yuyu rumpung sing wujud asline Prabu Dasamuka. Ratu yuyune iku Dewi Rekathayaksi sing manggon aja Tirtakadhasar. Yuyurumpung iku sekti banget. Nanging, bisa dikalahke yen wis mentas ana dharatan.
Banjur, Sang Bayuputra gawe cara supaya bisa mancing yuyurumpung iku mentas ana dharatan. Dheweke nyelupke buntut iku. Asile, Yuyu rumpung bisa kepancing lan bisa mentas ana dharatan. Para wadyabala sing wis siap-siap mau langsung ngrubut yuyu rumpung. Banjur, Jaya Anggada njunjung pucukane gunung lan langsung dientebake marang Yuyu rumpung. Yuyu raumpung iku mati.
Segara-segara sing maune kawujud banyu, saiki bisa diubah karo para wadyabala dadi wujud tambak raksasa. Tambak Raksasa iku nyigar segara saka pesisir lor sukuning gunung Mahendra notog pesisir kidul perenging gunung Suwela bumi Ngalengka. Tambak raksasa iku disebut Situbandalayu utawa Setubandatbuta.
Sri Ramawijaya mriksa kahanan ana segara. Dheweke lunga menyang segara numpak tandhu sing diusung kara Para wadyabala. Nalika tekan segara, ujug-ujug ana bajul sing nyaut tandhune sing ditumpaki dheweke. Saka kedadeyan mangkono, Anoman nyaut Sri Ramawijaya supaya ora kena bebayan. Sahingga Bajul iku namung bisa nguntal tandhu mau.Prabu Sugriwa krungu yen ana gegeran kethek Saraba. Kethek Saraba iku ngamuk amarga bajul iku ngaku dadi Saraba. Dheweke weruh ana rombongan saka Sang Baliputra. Dheweke langsung banda Prabu Sugriwa. Nanging, Prabu Sugriwa malah langsung balik banda tangane Saraba. Prabu Sugriwa arep nebas gulune kethek Saraba amarga kethek Saraba iku wis wani nyoba mateni Sri Ramawijaya. Nanging nalika arep ditebaske gulune, Raden Wibisana menging Prabu Sugriwa supaya ora nebas gulune kethek Saraba amarga kethek Saraba iku dudu Saraba nanging bajul. Saka pepenginge Raden Wibisana, Prabu Sugriwa nguculke kethek Saraba iku. Banjur Kethek Saraba nyemplung banyu.
Sawise bisa ngalahke Bajul iku, Sri Ramawijaya ngutus Prabu Sugriwa supaya nguculke wadyabala kanggo Ngalengka ngliwati Setubandalayu. Wadyabala sing cacahe ana watara satusan yuta kae mangkat saka pesisiring segara Mahendra. Kethek Susena sing mimpin Para wadyabala iku. Sri Ramawijaya, Raden Laksamana, Sugriwa lan Raden Harya Wibisana melu prajurite  Raden Jaya Anggada, Raden Anoman, Kethek Anila lan Jembawan.
Rombongan-rombongan iku ngliwati Setubandalayu. Nalika ngliwati, saka kulonan ana bledug sing kumebul, sing isih ana ing Gunung mahendra ngenteni selaning barisan saka ngarepan. Bumi Ngalengka wis dikebeki karo wadyabala. Gunung Suwela sing dhisike katon gedhe iku, saiki wis ora katon maneh. Saka crita mangkana, barang ala bisa dikalahke karo budi utama
Sang Guru Sejati (Ki Dhalang B.P Soedarsono. SG)
Penyebar Semangat 44/2006

Saka lelakon “Bale Sigala-gala”, “Kedhung Cumplung” lan lakon liyane  sing nyritakake Pandhawa awit saka pitenahe Paman Harya Sengkuni. Anggonku ngabekti marang guruku yaiku Mahaguru Durna Kumbayana ora bisa surut. Kabeh ilmu sing wis diparingake karo guru.
Aku (Bratasena) dianggep guruku durung nduweni ilmu sing sempurna dadi aku diutus golek kayu ing tikbrasara. Yen aku bisa nemoni kayu iku, guruku ngomong aku bisa nyempurnakake ilmuku amarga aku bakal nemoni ilmu gawa kasumparnaan pangauripa. Aku namung meneng nalika ditakoni bab pepenging sakaguru, banjur aku langsung pamitan karo kaluwargaku. Ora bakal aku mundhur nalika weruh ibuku lan adhi kembarku nangis amarga aku iku panegak Pandhawa.
Nalika aku mangkat, aku ora ngitung dina kapan aku oleh kayu, sing tak ileng-ileng namung omongan saka guru yen alas tikbrasara iku mutawatri. Aku uga migunakake aji-ajiu sasra bahu kanggo mbabat alas supaya aku bisa mlebu telenging als kana.
Nalika aku golek padhelikan sing aman, aku krungu suara gedhe. Jebule, Suara gedhe iku suara buta. Buta-buta iku jenenge Rukmakala lan Rukmuka. Buta iku ngangkon aku bali, nalika weruh maksudku ana ing alas Takbrasara. Nanging, aku ora nuruti panjaluke buta buta mau.
Dadi, aku nyerang Buta-buta iku nganggo kuku Pancanaka. Nalika kuku Pancaka kena Buta-buta iku langsung mati. Saka mangkana, Dewa Bayu ngrasa. yen aku bisa biyantu para Dewa amarga aku bisa ngalahke Buta kembar iku. Dewa Bayu lan Dewa Indra paring wawasan bab kayu gung susuhing angin. Aku uga dipenging ora oleh dupeh kuwasa. Banjur aku diparingi ali-ali sing arane Manik Candrama.
Sakwise oleh pepenging, Aku bali menyang Sokalima. aku diutus golek Tirta Prawitasari ing Telenging Samodra Minang Kalbu. Aku mangkat namung dikancani karo ali-ali iku.
Sakwise tekan njeroning samodra, ana Naga sing ngubet awakku. Banjur, Aku langsung migunakake kuku Pancanaka iku kanggo nyerang Naga iku ing tenaga pungkasanku. Nanging, ujug-ujug ana wong sing jati dirine sing padha aku. Wong iku ngomong yen aku karo wong iku jenenge Bratasena, banjur aku dikon tangi lan laraku langsung mari. Nanging, aku ngrasa aneh, amarga aku saiki gelem sila sedheke marikelu. Jebule, wong sing jati dirine padha aku iku sejatine pribadiku dhewe yaiku Hyang Dewa Ruci.
Hyang Dewa Ruci menging supaya aku ora wedi, aku uga diutus mlebu ana kuping  kiwane Hyang Dewa Ruci. Nalika wis ana ing njero, aku bisa mangerteni galunging panguripan manebing pikir lan kalbu. Hyang Maha Wikan mulang aku piwulang sing agung, tetesing ngaurip, wiwit saka lair  nganti puput tumujuning kaswarganan jati.
Nyata Hyang Dewa Ruci minangka Guru Sejati. Saka piwulang jati kuwi aku bisa ngrasepi Manunggaling Kawula lan Gusti. Banjur aku diutus metu saka kuping tengen. Dewa Ruci ngomong yen Tirta perwitasari iku ora ana.
Nalika aku bali menyang Sokalima, Aku cerita kabeh apa sing tak alami. Nanging Kurawa meri karo aku. Kurawa golek cara supaya aku sirna tanpa dadi