Bab 1
Pendahuluan
1.1 Latar
Belakang
Bahasa merupakan sarana
pengarang digunakan untuk menyampaikan imajinasinya dalam proses penciptaan
karya sastra. Langkah awal dalam memahami sebuah karya sastra adalah harus
memahami bahasanya terlebih dahulu, hal ini penting karena sebenarnya sastra
terwujud dalam bahasa.
Hal itu berarti bahwa bahasa
merupakan faktor yang harus dianalisis terlebih dahulu sebelum menganalisis
faktor lain ketika menganalisis sebuah karya sastra. Bahasa sastra menggunakan pemikiran
semiotik yang dibentuk brdasarkan bahasa sehari-hari. Hal itulah yang membuat
bahasa sastra menjadi istimewa.
Keistimwaan bahasa dalam sastra
terjadi karena adanya konsep kebebasan penyair atau pengarang dalam menggunakan
bahasa atau karena pengarang mempunyai maksud tertentu. Kemampuan pengarang
memilih bahasa yang akan digunakan untuk menuangkan idenya selalu berhubungan
dengan gaya penulisan.
Bahasa bagi pengarang merupakan
alat yang digunakan untuk mengungkapkan pengamatannya kembali pada fenomena
kehidupan dalam bentuk cerita.
1.2 Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini
adalah
1. Untuk lebih memahami tentang
penggunaan bahasa dalam sebuah karya sastra
2. Agar mengetahui penelitian dalam
karya sastra dengan menggunakan pendekatan stilistika
3. Dapat mengetahui gaya bahasa
yang diterapkan dalam novel Kembang Kantil
1.3 Landasan
Teor
Dalam pembuatan makalah ini kami
menggunakan landasan teori dari buku yang berjudul “Kajian Stilistika dalam
Prosa”
Bab II
Pembahasan
2.1 Gaya Kata dan Kalimat
Dalam analisis gaya kata yang dibahas adalah diksi,
morfologi, dan fraseologi. Untuk memudahkan pembahasan ketiga hal tersebut
dijadikan subbab tersendiri sehingga pembicaraan analisis gaya kata ini dibagi
menjadi tiga subbab yaitu
1. Subbab
diksi (pilihan kata)
2. Subbab
morfologi
3. Subbab
fraseologi
Pada bagian analisis gaya kalimat, masalah yang dibahas
adalah pemakaian kalimat inversi, penggunaan kalimat panjang, penggunaan
kalimat pendek. Masalah yang dikaji dalam kajian bidang fraseologi adalah
ungkapan khas
2.11Pilihan
Kata
Pilihan kata merupakan sinonim dari kata diksi. Istilah
diksi menurut Abrams (1981:140)
digunakan untuk pemilihan kata, frasa, dan gaya dalam karya sastra. Persoalan
yang ada dalam gaya bahasa berkaitan dengan ungkapan individual atau
karakteristik. Dengan demikian pengertian diksi sebenarnya jauh lebih luas dari
apa yang dipantulkan oleh jalinan kata-kata itu karena tidak sekadar memilih
kata yang akan dipilih untuk mengungkapkan suatu ide atau gagasan, tetapi
menyangkut masalah frasa, gaya bahasa dan ungkapan
Kata sebagai satuan perbendaharaan sebuah bahasa terdiri
atas dua aspek yaitu aspek bentuk dan isi. Aspek bentuk atau ekspresi merupakan
aspek yang dapat diserap pancaindra, sedangkan aspek isi adalah aspek yang
menimbulkan reaksi dalam pikiran pendengar atau pembaca karena rangsangan aspek
bentuk.

Kawedanan (KK.hal
5)
Kata tersebut dipilih untuk menggambarkan atau
menunjukkan letak sebuah desa yaitu desa Gadingreja yang berada di Pringsewu,
Lampung
Makolehi (KK
hal 5)
Kata tersebut adalah kata yang digunakan warga
Gadingredja yang berarti didapatkan
Mamring (KK hal
7)
Kata tersebut merupakan pilihan kata yang sering
digunakan warga yang berarti sunyi
Pandadaran (KK
hal 7)
Kata tersebut digunakan untuk menggambarkan sifat tokoh
Lurah Darmin yang menjadi Lurah di desa Gadingredja yang dimana seorang Lurah
itu berwibawa dan menggunakan kata yang baik
Jitmane (KK hal
8)
Kata tersebut lebih digunakan pengarang karena cerita ini
berlatang belakang masa setelah orde baru
Gumatel (KK hal
8)
Kata tersebut
memiliki makna di atas
Tjelatu (celatu)
(KK hal 10)
Kata tersebut dipilih untuk menggambarkan sifat tokoh Pak
Tjarik yang menggunakan bahasa yang lebih baik atau baku
Badjingan (KK
hal 10)
Kata tersebut dipilih karena menggambarkan sifat tokoh
Waris yang tidak suka dengan Lurah Darmin
Widjang (wijang)
(KK hal 12)
Pengarang menggunakan kata tersebut marena latar belakang
cerita pada tahun 1965 masih menggunakan bahasa yang dahulu
Nduwa (KK hal
12)
Kata tersebut dipilih pengarang karena masih pada zaman
dahulu, jika zaman sekarang lebih menggunakan kata nduga yang berarti dugaan
atau menduga.
Sarira (KK hal
12)
Pemilihan kata sarira disini pengarang menggunakan kata
yang baku atau baik yang kebanyakan dipakai pada kerajaan. Kata tersebut
memiliki arti tubuh
Palilah (KK hal
12)
Pemilihan kata ini dipilih pengarang karena latar
belakang cerita pada zaman orde baru.
Dijan (diyan)
(KK hal 14)
Dijan atau dilah ini memiliki arti lampu minyak tanah.
Pengarang memilih kata ini karena sering digunakan oleh orang terdahulu dan
mungkin waktu dahulu belum ada listrik.
Lagejanipun (KK
hal 15)
Kata ini memiliki arti kesukaannya
Kotjur (KK hal
16)
Bahasa khas daerah
Njat (KK hal
17)
Kata ini digunakan untuk memberikan efek atau sebagai
ekspresi tokoh ketika sedang berdiri
Adedeg sedeng
(KK hal 23)
Kata ini memiliki arti tinggi
Waton (KK ha l
32)
Kata ini memiliki arti sebab
Ndjuleg (KK Hal
32)
Pilihan kata ini digunakan pengarang karena latar
belakang cerita pada zaman dahulu yang masih menggunakan bahasa desa
Madang (KK hal
35)
Pilihan kata ini berasal dari latar belakang cerita novel
yaitu di daerah Gadingredja
Ejub (eyub) (KK
hal 36)
Pillihan kata ini sering digunakan pada masyarakat desa
Mitra (KK hal
37)
Kata ini mengandung arti teman atau saudara
Tjampuhan (KK
Hal 37)
Kata ini juga sering digunakan oleh orang melayu
Mangler (KK hal
39)
Pengarang menggunakan atau memilih kata ini berdasarkan
latar waktu dan tempat
Dumunge (KK hal
40)
Kata ini merupakan kata yang sering digunakan oleh
masyarakat pada masa orde baru
Langgar (KK hal
41)
Kata ini sering digunakan oleh masyarakat pada zaman
dahulu yang dimaksukan adalah masjid
Mbookkk(KK hal
41)
Mbok ini digunakan karena menunjukkan keadaan orang desa
atau panggilan ibu di desa
Tjandikala (KK
hal 41)
Dimaksud kata ini adalah marabahaya
Goteking (KK
hal 44)
Kata ini digunakan oleh warga desa Gadingredja yang
sebagai latar tempat pada cerita
Gredjegan (KK
hal 46)
Kata ini dipilih atau digunakan karena ini digunakan oleh
masyarakat Gadingredja
Ketaton (KK hal
56)
Ketaton mengandung arti membekas
Mbrasta (KK hal
57)
Kata ini mengandung arti membasmi
Ngembat (KK hal
52)
Kata ini dipilih untuk menggambarkan atau menjelaskan
suatu kejadian yang jahat atau digunakan oleh tokoh yang mempunyai sifat jahat
Akeh sado, oplet
lan sepedah (KK hal 112)
Kata sado pada kalimat tersebut tidak memiliki arti
sebuah alat make up tetapi merupakan salah satu kendaraan umum
Dadi mada djenenge
karo Lurah Darmin (KK hal 146)
Kata mada jarang dimengerti oleh masyarakat jawa karena
merupakan kata yang digunakan masyarakat Pringsewu yang memiliki arti pejabat
atau petugas kelurahan
2.111Pemanfaatan
kata Bahasa Daerah
Dalam novel Kembang Kantil pilihan kata untuk menamai
para tokoh dalam cerita menggunakan kosakata atau nama orang desa, misalnya
seperti Darmin, Hardjita, Supini, Amatsukemi, Surasedana dan lain sebagainya.
Pilihan kata dari kosakata bahasas daerah yang digunakan untuk penamaan tokoh
dapat mempertegas tokoh yang berasal dari daerah tertentu atau mempertegas latar
tempat

Madang (KK hal 35)
Kata ini memiliki
arti makan
Kotjur (KK hal 16)
Saweg (KK hal 88)
Tjampuhan (KK
Hal 37)
Diwenehi tengara
dening Nawawi (KK hal 126)
2.112Pemanfaatan
bahasa asing
Kosakata yang berasal dari bahasa asing seperti bahasa
Arab juga banyak ditemukan dalam novel Kembang Kantil. Penggunaan bahasa
Indonesia juga banyak digunakan dalam novel KK
Pilihan kata asing juga dapat digunakan sebagai sarana
untuk meningkatkan prestise, intelek, dan sok modern.

Transmigrasi
(KK hal 5)
Kata tersbut dipilih karena untuk memudahkan pemahaman
pembaca
Barang kang mung
nrima takdir ora bisa ihtijar (KK hal 6)
Kata takdir dan ihtijar itu berasal dari Bahasa Arab yang
memiliki arti menerima kaeadaan tanpa ada usaha.
Asas demokrasi
(KK hal 10)
Kata tersebut digunakan pengarang karena berhubungan
pemecahan masalah yang sedang dirapatkan
Sentimen (KK
hal 14)
Kata ini berasal dari bahasa asing, kemudian kata ini
digunakan pengarang karena di dalam bahasa jawa tidak ada kata untuk
mengungkapkan rasa tidak senang dengan orang. Walaupun ada mungkin tidak baku
atau tidak layak untuk digunakan dalam novel ini.
Gagasane teka sijal
temen (KK hal 24)
Penggunaan kata dari Bahasa Indonesia untuk lebih
menunjang pada novel
Kasatmata (KK
hal 31)
Kata ini digunakan mungkin dalam Bahasa Jawa tidak ada
kata yang menggantikan kata tersebut
Kita asal saka
Pandjenengane mesti bakal mulih marang Pandjenengane. (KK hal 33)
Pada kalimat di atas terdapat dua kata yang menggunakan
bahasa asing. Pengarang menggunakan kata ini karena ada pengaruhnya pada zaman
orde baru
Romusa (KK
hal38)
kata ini menjelaskan kerja paksa yang dilakukan oleh
penjajah Belanda pada waktu dahulu
Pijama (KK hal
40)
Di dalam bahasa jawa tidak ada kata yang menggambarkan
baju tidur
Badan (KK hal
44)
Pengarang menggunakan campuran bahasa pada novel ini
Artikel ekonomi
(KK hal 45)
Merupakan salah satu berita yang ada di dalam koran atau majalah
Harus tunduk
ditelapak aki suami (KK hal 80)
Kalimat ini merupakan perumpamaan
Ditjap ortodok
(KK hal 80)
Kata tersebut digunakan karena masih ada pengaruh pada
zaman penjajahan Belanda
Djurang kanistan
(KK hal 92)
Perumpaan untuk orang yang berbuat jahat
2.2 Morfologis
Morfologis
merupakan salah satu ilmu bahasa yang mempelajari masalah pembentukan kata.
Menurut Soegijo (1989.4) morfologi merupakan cabang tata bahasa yang
membicarakan tentang gramatikal bagian-bagian intern kata. Pembahasan morfologi
dalam penelitian bertolak dari penyimpangan bentuk kata dari proses morfologis
yang oleh pengarang sering dilakukan untuk tujuan tertentu
2.21Penyimpangan
bentuk dasar
Penyimpangan bentuk dasar pada Novel Kembang Kantil
banyak ditemukan

Karahardjaning (KK.
Hal 5)
Kata tersebut bentuk dasarnya adalah rahardja yang
berarti sejahtera, kemudian mendapatkan prefik ka dan sufik ning yang meiliki
arti kesejahteraan.
Dedongengan
(KK. hal 5)
Kata tersebut bentuk dasarnya adalah dongeng cerita
kkemudian menddapatkan prefik de dan sufik an kata tersebut memiliki arti
banyak cerita
Didandan (KK
hal 5)
Kata tersebut bentuk dasarnya adalah dandani yang berarti
memperbaiki, kemudian mendapatkan prefik di dan memiliki arti diperbaiki.
Dibetjiki
(dibeciki) (KK hal 5)
Bentuk dasar dari kata tesebut adalah betjik (becik) yang
berarti baik. Mendapatkan prefik di dan sufik I kemudian memiliki arti diapiki
atau dibaikan. Kata ini memiliki arti yang sama dengan kata didandani
Sirnaning (KK
hal 7)
Kata yang pada bentuk dasarnya adalah sirna yang berarti
hilang, disini pengarang menanmbahkan sufik ning yang kemudian memiliki arti
hilangnya.
Kekembangan (KK
hal 8)
Kata tersebut bentuk dasarnya adalah kembang yang berarti
bunga, kemudian mendapatkan prefik ke dan sufik an. Yang memiliki arti beberapa
bunga.
Kaendahaning
(KK hal 9)
Bentuk dasar kata tersebut adalah endah atau indah yang
memiliki arti indah atau bagus. Mendapatkan prefik ka dan sufik ing yang
meimiliki makna keindahannya
Karuwetaning (KK
hal 9)
Kata tersebut bentuk dasarnya adalah ruwet memiliki arti
susah atau sulit. Mendapatkan prefik ka dan sufik ning kemudian memiliki arti
kesulitan atau kesusahan yang dialami.
Ndawahaken (KK
hal 10)
Kata tersebut bentuk dasarnya adalah dawah memiliki arti
jatuh. Mendapatkan prefik N- dan sufik
aken kemudian memiliki arti menjatuhkan
Pandjalmaning
(panjalmaning) (KK halo 12)
Bentuk dasr kata tersebut adalah djalma yang berarti bisa
berubah wujud. Mendapatkan prefik Pa- dan sufik ing yang berarti perubahan
wujud
Kawitjaksanane
(kawicaksanane) (KK hal 12)
Kata tersebut bentuk dasarnya adalah witjaksana
(wicaksana) yang memiliki arti bijaksana. Mendapatkan prefik ka dan sufik ne
kemudian memiliki makna kebijaksanaan.
Kewadjibaning (KK
hal 13)
Dari bentuk dasar wajib, mendapatkan prefik ke dan sufik
ing yang kemudian memiliki arti menjadi kewajiban
Kawontenanipun (KK
hal 13)
Kata dasarnya adalah wonten yang berarti ada. Mendapatkan
prefik ka dan sufik nipun yang kemudian mempunyai arti keadaannya.
Satjedaking
(sacedaking) (KK hal 14)
Bentuk dasarnya adalah ctjedak (cedak) yang berarti
dekat. Kemudian. Mendapatkan prefik sa dan sufik ing menjadi arti didekat.
Kadadosan (Kk
hal 15)
Dari kata dados yang berarti jadi. Mendapatkan prefik ka
dan sufik an kemudian memiliki arti kejadiannya.
Panemune (KK
hal 17)
Bentuk dasarnya adalah nemu yang berarti temu kemudian mendapatjkan prefik pa-N dan sufik
ne yang memiliki arti penemuannya
Disarudjuki (KK
hal 18)
Bentuk dasar kata ini adalah sarudjuk yang berarti setuju
kemudian mendapatkan pfrefik di dan sufik i yang kemudian memiliki arti
disetujui
Disirnakake (KK
hal 19)
Bentuk dasarnya adalah sirna yang memiliki arti hilang
kemudian mendapatkan prefik di dan sufik kake. Kemudian memiliki arti
dihiloangkan
Utamane (KK hal
19)
Bentuk dasarnya adalah utama kemudian mendapatkan sufik
ne yang artinya adalah utamanya
Gelaring (KK
hal 20)
Bentuk dasarnya adalah gelar kemudian mendapatkan sufik
ing yang memiliki arti gelarnya atau jabatannya
Sadjronong (KK
hal 26)
Benruk dasarnya adalah djeru yang berarti dalam kemudian
mendapatkan prefik sa dan sufik ning yang kemudian memiliki arti didalam
Sanduwuring (KK
hal 26)
Bentuk dasarnya adalah duwur artinya atas kemudian
mendapatkan prefik sa dan sufik ing yang memiliki arti diatasanya
Saperlune (KK
hal 29)
Dari kata perlu yang artinya perlu mendapatkan prefik sa
dan suifk ne yang memiliki arti seperlunya
Pagawean (KK
hal 29)
Bentuk dasarnya adalah gawe yang memiliki arti
kerjakemudian mendapatkan prefik atau afik pa dan sufik an yang kemudian
mempunyai makna pekerjaan
Kelumrahane (KK
hal 30)
Dari kata lumrah yang berarti wajar, kemudian mendapatkan
prefik ke dan sufik ane yang memiliki arti sewajarnya
Diwaspadakake
(KK hal 32)
Bentuk dasarnya adalah waspada kemudian mendapatkan
prefik di dan sufik kake
Rupane (KK hal
34)
Bentuk dasarnya adalah rupa yang berarti wajah kemudian
mendapatkan sufik ne yang memiliki arti wajanhnya.
Pomahan (KK hal
37)
Bentuk dasarnya adalah oimah yang berarti rumah, kemudian
mendaptkan prefik pa-N dan sufik an ayang kemudian memiliki arti perumahan
Gedene (KK hal
37)
Artinya besarnya yang mendapatkan asufik ne
Kamardikaning (KK
hal 37)
Dari kata dasar mardika, kemudian mendapatkan prefik atau
afik ka dan sufik ning yang kemudian memiliki arti kemerdekaannya
Kebonan (KK hal
40)
Bentuk dasarnya adalah kebon atau kebun kemudian
mendapatkan sufik an yang memiliki arti hasil dari kebun
Kasundulan (KK
hal 41)
Dari kata sundul yang berarti mendapatkan prefik ka dan
sufik an
Swaraning (KK
hal 41)
Dari bentuk dasar swara yang kemudian mendapatkan sufik
ning yang kemudian memiliki arti swaranya
Kebeneran (KK
hal 43)
Dari kata bener atau benar kemudian mendapatkan prefik ke
dan sufik an yang kemudian memiliki arti kebetulan
Kelumrahane (KK
hal 44)
Dari kata lumrah yang berarti wajar kemudina mendapatkan
prefik ke dan sudik ne yang kemudian memiliki arti sewajarnya.
Blandjane (KK
hal 46)
Dari kata blandja yang mendapatkan sufik ne
Njatane (nyatane)
(KK hal 51)
Dari kata nyata yang yang kemudian mendapatkan sufik ne
dan memiliki arti nyatanya
Kapinteran (KK
hal 75)
Dari kata pinter kemudian mendapatkan prefik ka dan sufik
an
Kaluhuranipun
(KK hal 76)
Kata ini bentuk dassarnya adalah luhur, kemudian
mendapatkan prefik ka dan sufik nipun
Karuwetaning (KK
hal 90)
Bentuk dasarnya adalah ruwet yang berarti ribet atau
susah. Mendapatkan prefik ka dan sufik ning yang kemudian memiliki arti
kesusahannya
Tritising (KK
hal 100)
Dari bentuk tritis yang berarti halaman rumah yang
kemudian mendapatkan sufik ing. Yang berarti halamannya
2.22Pemendekan
kata
Pemendekan kata dapat dilakukan dengan cara menghilangkan
imbuhan. Penghilangan imbuhan sering dilakukan pengarang untuk kelancaran
pengucapan sehingga dapat dimanfaatkan dalam dialog antar tokoh.

Barang kang mung
nrima takdir ora bisa ihtijar (KK hal 6)
Kata mung itu pemendekan dari kata namung yang berarti
hanya dan kata nrima pemendekan dari kata nerima yang berarti menerima.
Nanging kaanan ing
alam-donja ora langgeng (KK hal 6)
Kata kaanan pemendekan dari kata kahanan yang berarti
keadaan
Mila (KK hal
10)
Dari kata pramila yang dipendekkan menjadi mila
Empun (KK hal
21)
Berasal dari kata sampun yang kemudian disingkat menjadi
empun
Onten (KK hal
20)
Pemendekan kata ini dari kata wonten
Njang (nyang )
(KK hal 24)
Kata tersebut berasal dari kata menyang kemudian
dipendekan menjadi njang
Iku (KK hal 27)
Dari kata niku
Kang (KK hal 35)
Dari kata ingkang yang memiliki arti yang
Akon (KK hal
45)
Kata tersebut berasal dari kata ngakon yang berarti
menyuruh
Sih (KK hal 64)
Bentuk aslinya adalah isih yang berarti masih
2.23Penggunaan
bentuk ulang
Dalam novel Kembang Kantil banyak ditemukan penggunaan
bentuk ulang. Gabungan kata yang berupa pengulangan kata dapat memberikan efek
penyangatan atau mekebih-lebihkan

Angilak-ilak
(KK hal 5)
Kata tersebut merupakan bentuk pengulangan dari kata
angilak yang berarti
Djedjer-djedjer
(KK hal 9)
Bentuk pengulangan kata tersebut berasal dari kata
djedjer yang berarti berdampingan atau disamping
Obong-obongan
(KK hal 7)
Merupakan pengulangan kata dari kata obong yang berarti
terbakar atau benda yang terkena api
Sabisa=bisa (KK
hal 9)
Kata tersebut merupakan pengulangan kata yang bentuk
dasarnya adalah bisa yang berarti bisa, namun dalam pengulangan kata disini
memiliki makna seolah-olah
Sasar-susur (KK
hal 14)
Merupakan pengulangan darin kata sasar yang memiliki arti
tersesat
Aos-angaosan
(KK hal 15)
Pengulangan dari kata ngaos yang berarti ngaji atau
mengaji
Kaja-kaja (KK
hal 18)
Pengulangan kata ini dari kata kaja yang memiliki arti
sepoerti. Kata ini diulang karena sebagai penegasan.
Kantja-kantjane
(KK hal 21)
Berasal dari kata kantja atau kanca yang berarti teman
Sadela-sadela
(KK hal 23)
Pengulangan kata ini berasal dari kata sadela yang
berarti sebentar
Umur-umuran (KK
hal 24)
Pengulangan kata ini dari kata umur. Pengulangan ini
digunakan untuk menyatakan umur yang belum pasti hanya mengira-ngira
Bedja-bedjane
(KK hal 25)
Bentuk dasarnya adalah bedja yang berarti beruntung
Ngiling-ilingi
(KK hal 30)
Dari kata iling yang berarti ingat. Pengulangan kata ini
dimaksudkan untuk agar mengingat kejadian yang dulu atau ingat kepada Tuhan
Pandeng-pandengan
(KK hal 28)
Dari kata pandeng artinya melihat atau menatap
Medot-medotna
(KK hal 32)
Dari kata medot yang memiliki arti putus. Pengulangan
kata ini digunakan untuk menggambarkan atau untuk memperjelas maksud kata
tersebut
Pangeling-eling
(KK hal 33)
Dari kata eling yang memiliki arti ingat. Pengulangan
kata ini dimaksudkan untuk menjelaskan bahwa kita untuk selalu mengingat kepada
tuhan
Wong-wong (KK
hal 33)
Pengulangan kata ini menunujukkan arti banyak orang
Mlaku-mlaku (KK
hal 43)
Dari kata mlaku yang berarti jalan kemudian kata ini
diulang yang memiliki arti yang berbeda yaitu jalan-jalanb
Enggal-enggal
(KK hal 47)
Bentuk dasarnya enggal yang berarti baru, namun kata
enggal ini jika diulang memiliki arti yang berbeda yaitu cepat-cepat
Gawang-gawangan (KK
hal 62)
Pengarang menggunakan pengulangan kata ini untuk
memberikan efek melebihkan
Pnggir-pinggir
(KK hal 52)
Dari kata pinggir
Greges-greges
(KK hal 69)
Bentuk dasarnya adalah greges yang memiliki arti tidak
enak badan
Takon-tinakon
(KK hal 71)
Dari kata takon yang berarti tanya dan pengulangan kata
tersebut memiliki arti tanya bertanya
Tenguk-tenguk
(KK hal 94)
Dalam bahasa jawa kata tersebut memang sering digunakan
dalam bentuk pengulangan kata
Solan-salin (KK
hal 114)
Pengulangan kata tersebut berasal dari kata salin yang
berarti ganti baju
Kletik-kletik
(KK hal 118)
Pengulangan kata tersebut dimaksudkan untuk makanan
ringan
Arang-arang (KK
hal 138)
Pengulangan kata tersebut dari kata arang yaitu jarang.
Pengulangan kata tersebut digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang istimewa
atau tidak pernah dilakukan
Mlaku-mlaku (KK
hal 142)
Bentuk dasar adalah mlaku yang berarti jalan. Kata
tersebut diulang kemudian menjadi jalan-jalan
Wates-watese
(KK hal 148)
Pengulangan kata tersebut menunjukkan jumlah yang banyak
tidak hanya ada satu batas
Ditjelup-tjelupake (KK
hal 148)
Bentuk dasar celup
Ngongkrah-ongkrah
(KK hal 155)
Pengulangan kata tersebut memang sering digunakn oleh
orang jawa dan katanya memang asli seperti itu
Dokar-dokar (KK
hal 156)
Menunjukkan banyak dokar atau andong
Pirang-pirang (KK
hal 170)
Pengulangan kata tersebut memang asli seperti tersebut
yang menunjukkan jumlah yang banyak
Mematja buku-buku
kang enteng gampang basane (KK hal 170)
Pengulangan kata buku-buku menunjukkan tidak hanya ada
satu buku
Sadela-sadela
(KK hal 173)
Bentuk dasarnya adalah sadela yang berarti sebentar
2.3 Fraseologi
Istilah fraseologi
ini berasal dari bahasa Inggris phraseology
menurut Kridalaksana (1982:47) fraseologi membahas a. cara memahami kata
atau frasa dalam tulisan atau ujaran, b. perangkat ungkapan yang dipakai oleh orang
atau kelompok tertentu.
Dalam subbab
fraseologi ini yang dibahas adalah persoalan ungkapan khas sebagaimana definisi
Kridalaksana di atas. Dalam novel Kembang Kantil banyak ditemukan bahasa khas
Bahasa Arab
2.31Ungkapan
khas dari Bahasa Daerah

Pandadaran (KK
hal 7)
Kata tersebut digunakan untuk menggambarkan sifat tokoh
Lurah Darmin yang menjadi Lurah di desa Gadingredja yang dimana seorang Lurah
itu berwibawa dan menggunakan kata yang baik
Mandung (KK hal
19)
Kata ini merupakan kata khas yang digunakan prijaji yang
mempunyai arti maling
Tindja (KK hal
21)
Kata ini merupakan kata khas yangt digunakan oleh Pak
Tjarik karena seorang Tjarik merupakan orang yang paling disegani di desa dan
harus menggunakan kata yang baik.
Untal (KK hal
22)
Kata tersebut diucapkan oleh tokoh Waris yang memiliki
watak kasar dan jahat.
Rudjak degan
(KK hal 25)
Kata tersebut jika dipisah memiliki arti yang berbeda
rudjak adalah makananan dari campuran buah-buahan kemudian degan merupakan buah
kelapa. Ketika dua kata tersebut digabungkan memiliki arti yang sudah berbeda
lagi rudjak degan disini dimaksudkan adalah es degan atau es kelapa muda
Mangro-martelu
Merupakan bahasa khas yang digunakan warega Gadingredja
dan yang diucapkan oleh kakaknya Hardjita
Bangsat (KK hal
56)
Kata yang khas atau kata yang diucapkan untuk orang yang
berbuat jahat
Lemute (KK hal
60)
Ini merupakan bahasa khas dareah Gadingredja yang
memiliki arti nyamuk
Bijung bapa (KK
hal 63)
Kata ini merupakan kata khas yang digunakan oleh orang
desa
Nabok (KK hal
101)
Kata ini merupakan kata yang sering digunakan untuk orang
yang sedang emosi yang ingin bertengkar
Wradin (KK hal
108)
Merupakan bahasa khas atau bahasa krama yang digunakan
oleh seorang Lurah
Mbok inem (KK
hal 137)
Kata tersebut merupakan kata khas yang digunakan oleh
masyarakat desa untuk memanggil ibunya dengan sebutan mbok
2.32Ungkapan
khas Bahasa Arab
Di dalam novel Kembang Kantil penggunaan Bahasa Arab
jarang dtemukan mungkin kalau ada hanya ada satu atau dua ungkapan khas dari
Bahasa Arab
·
Analisis dalam novel
Astagfirullah al
adzim (KK hal 166)
Ungkapan tersebut digunakan pengarang untuk menggambarkan
atau menunjukkan suatu keadaan dimana orang sedang mengalami musibah yaitu
ketika ajal hendak menjemput
Innalillahi wa inna
ilaihi rajiun (KK hal 177)
Ungkapan tersebut digunakan pengarang untuk menunjukkan
suatu kejadian dimana tokoh Supini telah meninggal
2.4 Gaya Kalimat (Sintaksis)
Kalimat dalam bidang Linguistik
dipelajari dalam bidang sintaksis. Sintaksis sendiri merupakan cabang ilmu
bahasa yang membicarakan tentang seluk-beluk wacana, kalimat, klausa, dan frasa
(Ramlan, 1983:17)
Bidang sintaksis ini berbeda dengan
bidang morfologi karena morfologi membicarakan seluk-beluk kata dan morfem,
sedangkan sintaksis membicarakan seluk-beluk frasa, klausa dan kalimat. Chomsky
(1964:11 memberi definisi tentang sintaksis yaitu yang berkenaan dengan kajian
tentang prinsip dan proses pembentukan kalimat.
Dalam gaya kalimat ini permasalahan
yang dikaji adalah penggunaan kalimat panjang, kalimat pendek, dan kalimat
invensi. Dalam suatu karya sastra sering terdapat struktur sintaksis yang
menyimpang dari kaidah kebahasaan yang berlaku. Struktur yang menyimpang
tersebut digunakan pengarang untuk memperoleh efek tertentu atau memperoleh
efektivitas dan pemadatan.
Subbab dalam gaya kalimat adalah
sebagai berikut
2.41 Kalimat Inversi
Kalimat
inversi yaitu kalimat yang mempunyai susunan tidak berurutan dari subjek,
predikat, objek, dan keterangan. Namun, berupa pembalikan. Hal ini dilakukan
untuk memusatkan perhatian pada hal-hal yang dikehendaki atau hal yang dipentingkan
dan dikedepankan
·
Analisis
pada novel Kembang Kantil
Akeh wong saka lija
desa kang bandjur ngalih ing desa kono, ija mung djalaran saka karahardjaning
desa. (KK hal 6)
Kalimat tersebut memiliki susunan kalimat yang tidak
teratur. Kalimat tersebut susunan kalimatnya adalah Keterangan, Subjek, Objek,
Predikat.
Memedi kang gawe
kekesing masarakat Gadingredja, desa kang rame dadi sepi (KK hal 7)
Kalimat di atas susunan kalimatnya tidak teratur yaitu
Objek, Predikat, Subjek, Keterangan.
Sawise ngusapi
batuk nganggo katjune Hardjita bandjur mlaku maneh. (KK hal 24)
Kalimat ini memiliki susunan atau struktur kalimat yang
tidak runtut yaitu Keterangan waktu, Obyek, Subyek dan Predikat
Ing kono weruh ana
botjah wadon umur 10 tahuan metu nggawa baki, isi rudjak degan rong gelas, kang
bandjur didjupuk dening Supini, diselehake ing medja, sidji kanggo Hardjita lan
sidjine kanggo Supini dewe. (KK hal 29)
Susunan kalimat ini tidak runtut dan struktur kalimat
tersebut adalah Keterangan tempat, Subjek, Obyek, dan Predikat
Wusana sawidjining
wektu naika wong-wong lagi mikir-mikir apa bener apa swara wong nangis. (KK
hal 33)
Kalimat tersebut susunan kalimatnya atau struktur kalimat
berdasarkan EYD nya adalah Predikat, Subyek, Obyek dan keteranagn
Lagi tekan semono
gagasane Hardjita, mbakjune akon madang. (KK hal 45)
Susunan pada kalimat ini tidak runtut berdasarkan EYD
yang benar, susunan kalimat tersebut adalah Keterangan, Subyek, dan Obyek
Ora wetara suwe
mbakjune mlebu, bandjur lungguhing patidur (KK hal 45)
Kalimat ini susunannya tidak runtut
Ora wetara suwe
keprungu swaraning kentong runda nudju ,ubeng. (KK hal 52)
Susunan pada kalimat ini adalah Keterangan, Predikat,
Obyek
Ing kono saka
grumbulan djemeul wong 2 uga manganggo sarwa ireng mlumpat menjang dalan
(KK hal 55)
Sawise ngreming
buron sawetara, runda nerusake lakune lan Hardjita lumaku arep menjang
kelurahan. (KK hal 52)
Pengarang menggunakan susunan kalimat yang tidak sesuai
dengan EYD yang benar agar menunjang pada cerita
Ing pandapa ana
wong 4 kang lagi ngobrol, lan sidji lagi turu (KK hal 57)
Kalimat ini mempunyai struktur yang tidak runtut yaitu
Keterangan tempat, Subyek, Predikat
Ing omahe Pak
Surasedana katone ija sepi (KK hal 58)
Kalimat ini struktur kalimatnya adalah Keterangan tempat,
Subyek, Predikat
Nalika aku sekolah
ing Tandjungkarang manggon ana daleme embah Kadji Mardjuki, dek semana Hardjita
wiwit tuwuh tresnane (KK hal 61)
Kalimat ini menunjukkan satu titik pada kejadian yang
terjadi
Esuke wajah sore deweke
teka dalan bareng karo Wartini (KK hal 61)
Pada kalimat ini menunjukkan ke satu titik peristiwa
Nalika si djabang
motah utawa ngomoli bijung bapa lan sabandjure(KK hal 63)
Kalimat ini menggunakan struktur kalimat yang tidak
runtut
Wiwit bengi mentas
ngimpi sirahe bandjur krasa ngelu, awake prampang kudu muntah-muntah (KK
hal 68)
Pada kalimat ini memfokuskan pada satu titik kejadian
Sawise pada lungguh
maneh, Wartini njaritakake marang Hardjita jen Nany kuwi putrane R.Djajautama
(KK hal 77)
Ing wajah sore
ngarepake magrib, nalika kamase kanda jen panglamare ora ketampa (KK hal
87)
Struktur kalimat ini adalah Keterangan waktu pada kalimat
ing wayah sore, Subyek pada kalimat nalika kamase Predikat pada kalimat jen panglamare ora ketampa
Ana ing panggonan
lija ana tjetjak mau oleh pangan, bisa njarap kaper, bandjur digondol mlaju.
(KLK hal 92)
Pada kalimat ini pengarang ingin memfokuskan pada satu
titik kejadian yang terjadi
Kira-kira jam
setengah 2 awan Hardjjita isih tenguk-tenguk lungguh kursi (KK hal 94)
Susunan kalimat tersebut adalah Keterangan waktu, Subjek,
Predikat, Objek
Tekan ing omahe
Nawawi sing diparani nudjub ana ing latar lagi njigari blungkang kanggo kaju
(KK hal 96)
Struktur kalimat ini tidak sesuai dengan EYD yang runtut
dan benar
Sawise magrib
Hardjita budal netepi apa djandjine nanging ora ndjundjug omahe mitrane (KK
hal 102)
Susunan pada kalimat ini adalah Keterangan waktu, Subyek,
Predikat, dan Obyek
Ing Tandjiungkarang
ing sawidjining toko beras kang rame wong-wong njambutgawe ngudunake beras
(KK hal 110)
Kalimat ini susunan strukturnya tidak runtut yaitu Keterangan
tempat, Subjek, predikat
Bengi iki peteng
rembulan durung ndadari, lintang-lintang abjar ing tawang,(KK hal 122)
Kalimat tersebut memfokuskan pada satu peristiwa yang
dipaparkan oleh pengarang
Ing pandapa ana
swara gumrenggeng, swaraning wong rembugan (KK hal 131)
Struktur kalimat ini tidak runtut
Wingi sore sawise
surup rep, nggledah omahe Kasantiti (KK hal 134)
Struktur kalimat tersebut adalah Keterangan waktu,
Predikat, Objek, subjek
Wis rong sasi
Hardjita anggone njambutgawe ing Tandjungkarang (KK hal 137)
Kalimat ini struktur kalimatnya adalah Keterangan wkatu
Subjek, Prdikat
Nudju sawidjining
dina minggu isih esuk Hardjita lunga menjang panggonane Wartini ing Panengahan
(KK hal 140)
Memfokuskan pada kejadian yang dituju
Ing medja sisihe
ana wong telu ngobrol disambi mangan katjang (KK hal 150)
Kalimat ini juga memfokuskan pada satu peristiwa yang
sedang terjadi
Wiwit sore Wartini
ana ing kamare tansah mmemikir (KK hal 162)
Struktur kalimat ini adalah Keterangan waktu, Subjek,
Obyek, Predikat
2.42 Kalimat
Panjang
Kalimat panjang oleh Chapman (1973:45) merupakan kalimat
rangkaian sejumlah kalimat yang tak terbatas yang berhubungan secara
sintagmatik
Kalimat panjang bisa digunakan untuk menggambarkan
sifatatau watak tokoh agar supaya lebih jelas

Kalimat tersebut menggambarkan desa Gadingredja
Wit-witan
anjaritakake karahardjaning desa, sawah kang amba angilak-ngilak bisa
agandakake wis pirang ewu ton pari kang diasilake, ora keri kuburan ija turun
carita wis pira manungsa kang dikubur ing kono, wong tuwa, lanang lan wadon,
botjah lan baji, djalaran saka katradjang ing lelara malaria (panas), disentri
(getih-umbel), lan sapanunggalane (KK. hal 5)
Kalimat ini juga menggambarkan desa Gadingredja
Kedjaba samubarang
kang kasebut iku mau, dalan gede kang lentjeng saka wetan mangulon nradjang
desa Gadingredja, bisa aweh dedongengan, nalika alas gede ing kono dibabad
digawe desa transmigrasi, mung grobag sapi kang ngambah : bandjur mundak taun
doibetjiki-didandani-dipasangi watu digiling, nganti kena kanggo liwat montor
sing alus, angler mlakune meh-meh ora krungu swaraning mesin.(KK hal 5)
Kalimat ini menggambarkan kondisi desa Gadingredja
Gadingredja kang
wiwit sadurunge djaman perang wis misuwur ing saindenging Lampung, sawidjining
desa patanen kang loh-djinawi, murah sandang lan pangan, subur kang sarwa
tinandur, murah kang sarwa tinuku, babar kang sarwa sinebar, masarakate ajem
tentrem, ora ana sing tjetjongkrahan lan tjetjengilan, kena digawe tulada desa
transmigrasi lija-lijane. (KK hal 6)
Kalimat ini menggambarkan sifat tokoh Pak Tjarik
Malah Pak tjarik
anggone ngutjap sabisa-bisa njingkiri tembung kang galik-galik kaja p0ujangga
njandra kaendahaning alam, utawa kaja ki dalang njandra busanane Raden
Gatotkatja satrija ing pringgadani nudju arep napak gegana. (KK hal 9)
Kalimat ini menggambarkan suasan desa pada masa
penjajahan belanda
Kala lurah ingkang
rumijin inggih taun 1949 ingkang kepengker,nalika dusun punika dados laladan
patroli Welandi, teka dusun aman lan tentrem, tidak ada tetek-bengek, tidak ada
maling, tetapi…eh nanging sapunika saben djam wolu sonten utaei jam sanga,
kentong dipun iringi pandjeritipun
tijang alok maling utawi kobongan.(KK hal 11)
Kalimat ini menggambarkan sifat tokoh
Sareh anggone
sesorah nanging gregele sadjak anteng kaja dening banju kang djero lan kaeh
iwake, mengkono uga Mas Muljasedana, senadjan anteng nanging mentjorong
tjahyane mratandani jen prijaji tengah tuwuh kang kebak sesurupan. (KK hal
13)
Kalimat ini menggambarkan kondisi saat rapat
Witjarane sedeng,
solah tingkahe sadjroning medar sabda ora akeh, jen kepeksa nganggo basa sing
isih durung dingerteni ing akeh ia ndandak diteliti, diterangake nganrti
gamblang. njanging nengsemake lan prasadja, (KK hal 14)
Kalimat ini menggambarkan keadaan suatau negara
Jen sawidjining
negara ana pembrontakan pamarenrah ora teka nggolekio apa sababe rakjat
mbelela, apa djalaran saka padjeg, apa djalaran saka apa-apa.
(KK hal 14)
Kalimat ini menjelaskan suatu kejadian
Wusana bab memedi
kula boten saged matur, djer kula pijambak taksih kesamaran, punapa inggih
tijang tilar donja punika saged dados lelembut angreridu ingkang gesang? (KK
hal 16 )
Kalimat panjang ini
menggambarkan tokoh
Ki amantusup
prijaji sepuh mau, brengose wis putih memplkak katok agawe tindaking tjahjane,
kaja dadi pratanda djero ing babagan kalungidan lan kasidan.(KK hal 18)
Kalimat menggambarkan salah satu tokoh
Wong-wong bandjur
pada eling, jen Ki Amantusup iku, kedjaba kaum uga mulang ngadji ana ing
masdjid, durung suwe anggone leren dadi guru agama, lagi wetara nem sasen ngono.
(KK hal 20)
Kalimat ini menggambarkan seseorang
Lagi raampung kanda
mangkono, ana sawidjining kenja manganggo rok putih, kendit abang, klabangane
rambut nganggo pita abang, njedaki Pak Tjarik, bandjur kanda lirih. (KK hal
20)
Menggambarkan suatu keadaan tempat
Dalan gede katone
sepi, kaja kang lagi ketaman sedih, dene Sang Hjang Surja ngatonake panguwasane
marang saisining djagat, ora ana mendung kang wani lumawan marang krodane.(KK
hal 23)
Menggambarkan tokoh Hardjita
Hardjita dudu warga
ning polisi malah durung tau njambutgawe ana ing kapolisian mung sawidjining
pinituwane para muda kang kadjen keringan lan disujudi wargane (KK hal 24)
Menjelaskan suatu kejadian yang menyebabkan kalimat ini
panjang
Ing batine teka le
adjeg prasadja, ora neng kuta ora neng desa, adjeg kudungan, klabangane rambut
katon tanpa pita kaja tali kendo sadjak arep udar, rok idjo dikenditi abang,
tangane njangking tas tjilik, lan lakune alon, anggone napak dlamakane sadjak
ngati-ati, supaja ora ketjotjog paku, utawa barang landep, awit ora selopan
utawa sepaton. (KK hal 25)
Menggambarkan suatu tempat
Hardjita wis serep
teka ing kono, nanging kaja adat sabene deweke njawang sanduwuring lawang, ana
pigura aksara Arab kang unine : lailaha illallah Muhammad Rasullah, sanduwuring
tjantelan klambi gumantung gambar kaabah kang direngga ing tulisan Arab.
(KK hal 26)
Kalimat ini hanya menggunakan satu tanda baca titik
Wong mlarat duwe
djarik salembar rong kembar nek digondol maling, ija entek kaqbeh, arep utang
ora ana sing ngendel.(KK hal 27)
Kalimat ini dimaksudkan untuk mengingatkan tentang amal
yang dilakukan
Pandung punika rak
namung mendet amalipun tijang ingkang boten emut, tegesipun manawi anggenipun
tilem ngantos boten mireng kresek lan kresek mawi gedjlugipun tijang ndjugil
siti. (KK hal 27)
Menggambarkan sifat Supini
Tumrape Supini,
sarehne wis oleh wulangan agama, ija ngadji ana madrasah, mula teguh banget
rumeksa marang kasusilaning diri, ewa samono dajane malah nenangi marang
serenge para nonoman kang lagi nedeng tumambirang. (KK hal 29)
Menggambarkan seorang anak berumur 10 tahun
Ing kono weruh ana
botjah wadon umur 10 tahuan metu nggawa baki, isi rudjak degan rong gelas, kang
bandjur didjupuk dening Supini, diselehake ing medja, sidji kanggo Hardjita lan
sidjine kanggo Supini dewe. (KK hal 29)
Hanya ada satu titik dalam kalimat
Tanda jekti kang
awujud njata, tegese barang utawa lelakon iku njata, kena digrajang utawa kasatmata.
(KK hal 31)
Merupakan penarasian atau cerita yang digunakan pengarang
Ing kono tuwuh
gagasane bandjur eling gegambaran memedi, awit saka kono ana tetmbungan memedi
lan djalaran saka nglanguting gagasan, udjug-udjug mak bedengus bandjur ana
sawidjining rerupan wong brewok, sijunge mingis-mingis kaja arep medot-medotna
gulu, mrengenges ing ngarepe. (KK hal 31-32)
Menjelaskan tentang berperilaku yang baik
Jen nudin lelaku
kudu sing ikhlas, adja mung eling marang kasusilane omah ndjenggarang, kebo,
sapi, lan pitike, sawah, tegal, lan lijane utawa eling duwe kekasih utawa bagus
durung kaleksanan sinembat ing akrama, utawa isih gelem-gelem nepsu marang
mungsuhe djalaran durung bisa males ukum-iki panemuku lho-pesating njawa saka
raga angglambja ora bisa metu dalan sadjatining pati, temahan atmanasar.
(KK hal 33-34)
Menggambarkan kejadian
Malah jen kaya
Ratih, Sumbrada lan Bonawati ngono ora dibutuhake dening satrija mau, awit mung
wudju wajang walulang kang digambar mirnig lan disungging, aju mung djalaran
dipulas, bisane obah lan dadi dadi lakon mung saka djalaran ki dalang. (KK
hal 34)
Menggambarkan perilaku tokoh
Nonoman loro mau
ora tau tjetjongkrahan, beteke karo-karone pada bisa mong-kinemong angerti lan
bisa matesi marang kamardikaning pasrawuhgan . (KK hal 37)
Menjelaskan kejadian pada zaman jepang
Pait getire nalika
dadi punggawa djaman djepang taun 1944 pada dirasakake, kedjaba njambutgawe ija
kudu ubet lan pinter laku dagang, golek srempetan lan sapanunggalane. (KK
hal 38)
Menggambarkan atau menunjukkan pekerjan salah satu tokoh
Amatsukemi iku dudu
prijaji kang njambutgawe ana ing kantoran utawa dadi saudagar. (KK hal 40)
Menunjukkan peran tokoh
Ismail jaiku arane
botjah mau, anake Amatsukemi dadi kaprenah keponakane Hardjita. (KK hal 42)
Menggambarkan tokoh Ismail
Mula Ismail ja
lulut menjang Hardjita, awit deweke bisa narik botjah djalaran saka dedongengan
lan dedolanan, kajata glindingan tilas ikal-ikalan bolah, wajang nam-naman
gagang godong pohong lan sapanunggalane. (KK hal 41)
Menjelaskan suatu kejadian
Har wong djenenge
uwong, ja ana sing dewu pengira sing ora-ora, mengko ana sing ngira jen kamasmu
kuwi ora anggatekake lan ora bisa mernahake menjang adi ipe (KK hal 45)
Menjelaskan suatu hal
Nanging kosok
baline, senadjan wong kang ora sugih, waton wis pada rudjuk, pada senenge
saijeg saekapraja ing sabarang gawe abot pada disangga, enteng pada
ditjangking, pait-getir pada dirasake, ruwed pada dipikir, sih ingasihan, gelem
ngalah salah sidji jen nudju pada gredjegan, kuwi aku ngira jen anggone bale
omah bisa tentrem (KK hal 46)
Hanya ada satu tanda baca koma dan titik
Hardjita terus
mlaju ngojak sawidjining rerupan kang gede duwur manganggo sarwa ireng, rambut
dawa djore njutupi geger, ikete marok Punaraga (KK hal 48)
Menggambarkan fisik
Mripate amba
mblalak, alise ketel, brengose nutupu lambe nduwur, bandjur mrenges katon untu
lan sijunge kaja arep medot-medotan gulu. (KK hal 50)
Menjelaskan sebuah perumpamaan
Tandange Hardjita
tjukat trengginas kaja manuk sikatan, prigel, mendak ndjendjak, gregah ndupak,
sarta njepak, tangane nangkisi djotosan kang arep tumeka, disambi nempling (KK hal 56)
Merupakan cerita yang digunakan pengarang untuk
menjelaskan suatu yang dirasakan oleh tokoh
Supini mandeng
paturon, amben kang diwangun kaja tempat tidur, klambune sumilak katon bantal
lan gulinge, urunge putihb sinulam kembang-kembangan, seprene kasur rendan nglembreh mans=gisor, sadjak duwe
pangaribawa narik kenja kang lagi lungguh deleg-deleg (KK hal 60)
Menjelaskan suatu kejadian yang dialami tokoh
Supini nekat arep
nerak kaluputan, awit panemune jen wis uwal saka blenggu mau, lagi kelakon bisa
urip bebarengan karo Hardjita, bandjur asrah tobat marang kang Mahakuwasa, djer
Allah ija paring kaludangan marang kawulane kang wis tau gawe piala lan bandjur
mertobat ing Pandjenengane (KK hal 64)
Hanya ada satu tanda baca titik yang ketika dibaca akan
menjadikan kalimat ini panjang
Supini ija bandjur
narima apa kang dadi kareping wong tuwane, mbok manawa wis dadi pepastening
awake, mula ija bakal dadi bodjo lurah( KK hal 63)
Menggambarkan tempat
Omahe gede
magrong-magrong, sawahe ptrang-pirang bau, tegale djembar, sugih, lan jen bengi
ing pandapane didjaga ing kantja runda, repeng jen tetembungan ura-ura,
wangsalan lan bebanjolan (KK hal 63)
Merupakan penggambaran watak atau sifat tokoh
Dasare Hardjita ija
pinter nglangi, kekasihe bandjur dibelani njandak blabag kang tinemu
kampul-kampul ing satjedake kono (KK hal 67)
Menjelaskan suatu kejadian
Barang kang digawa
awudjud duwit, barang mas inten arupa kalung, peniti lan ana sawetara maneh
lija-lijane, djam tangan lan keris, malah manuke kutut loro dipateni (KK
hal 68)
Menjelaskan perbedaan antara masyarakat desa atau kolot
dengan masyarakat moderen
Wonten ingkang
dipun wastani kolot ing sajektosipun taksih ageng paedahipun tumrap bangsa
kita, makaten ugi kita ingkang dipun wastani moderen punika ugi wonten. (KK
hal 76)
Banyak menggunakan tanda baca koma untuk menjelaskan
suatu kejadian atau yang lainnya
Adja ning kena apus
bae, ija wanita mituhu, marang guru laki nurut apa sing dadi kakrepane, jen
disrengeni arepa bener utawa luput mung kudu meneng, kudu nrima, ora kena
mangsuli saketjap-ketjapa, wose aku ngarani harus tunduk ditelapak kaki suami
(KK hal 80)
Menjelaskan atau menggambarkan suatu tempat
Dalan sing sidji
tumudju marang kabegjan , nanging ana pepalang kang gede ija iku anggering
kasusilan, lan hawa napsune, sidjine maneh mung kepenak lan angira bae, jaiku
kang tumudju marang djuranging budi pekerti njata (KK hal 82)
Merupakan penarasian atau berupa gagasan pengarang untuk
tokoh
Pikirane Hardjita
krasa ndjibeg sadela nanging ngerti jen isih ana sangarepe Supini, mula bandjur
enggal tata lungguh maneh kaja ora ana kedadean apa-apa malah duwe gagasan arep
njelani debate para kenja murih salin sing dirembug (KK Hal 82)
Merupakan cerita yang dilakukan oleh pengarang untuk
menjelaskan kejadian yang sedang dirasakan oleh tokoh
Kaja apa remuking
pikire Hardjita nalika iku, ing wajah sore ngarepake magrib, nalika kamase
kanda jen panglamare ora ketampa, djalaran wis kedisikan Kadji Durahman, kanggo
anake dewe Lurah Darmin. (KK hal 87)
Menjelaskan keadaan suatu tempat
Nanging akeh bae
botjah kang pasrawungane karo botjagh asli kana, bandjur basa djawane sadjak
kesingkur, kanggone mung karo kulawargane dewe, bapa bijung lan sapanunggalane (KK
hal 84)
Menjelaskan suatu perkara yang sedang dialami
Pantjen Har, akeh
wong kang kejungjun marang gebyaring ndjaba, gebjar kana kasatmata, melik
kasugihan lan kasinggahan kang ingaran dradjat, semat lan kramat nganti bisa
nggingsirake batin lan ngedohake watak kastrijane (KK hal 89)
Kalimat ini menggunakan tanda baca titik hanya satu
Lire Sri Batara
Kresna anggunakake kanepsone sarana triwi krama, dadi djleg awudjud raseksa
segunung anakan gedene, agawe gegering Kurawa Ngastina kang arep mikut
pandjenengane (KK hal 91)
Menjelaskan suatu kejadian
Pantjen njata ing
bab aboting sesanggane tumrap katentremaning desa, miturut karampunganing rapat
ewadene durung bisa ngrampungi malah kasundul bab kang wigati ngenani pribadine
kaja sega kang isih diadeopake bandjur direbut ing lijan yaiku babagan isih
katresnane marang Supini (KK hal 94)
Dalam kalimat ini hanya ada satu tanda baca titik. Hal
ini yang menjadikan kalimat ini panjang
Jen wong mung mikir
marang kebutuhane nganti ora ngelingi marang kebutuhanening masyarakat apa
maneh kuwadjiban wis ditampani, kuwi ndjeneng ora betjik (KK hal 101)
Menjelaskan sesuatu kejadian yang terjadi
Rerupan mau muntjul
maneh, nanging bandjur ngumpet maneh, Hardjita ngira jen kuwi bangsane maling
utawa buron kaja kang wis tau diweruhi, mula bandjur terus diintip (KK hal
105)
Menjelaskan sikap atau pekerjaan yang dilakukan salah
satu tokoh
Anggone manggul
pantjen wasis lan prigel, karung kang kebak beras saka truk bandjur senggreng
ditampani ing pundak bandjur dipanggul nganggo dotjantol karo tjantol wesi, lan
bandjur dideleh ana sawidjining panggonan kang pantjen disadjikake kanggo kuwi
(KK hal 110)
Kalimat ini merupakan cerita
Pikire Hardjita
bandjur eling nalika deweke isih botjah, djaman Walanda weruh ing gedong
konterilan Kotabumi, rame-rame wong-wong Landa pada dangsah, awak tjaket raket (KK
hal 113)
Merupakan sebuah penjelasan
Radio dipateni, ira
suwe ana sawidjining wanita metu nggawa inuman bir rong botol karo gelase loro
tumumpang ing baki bandjur diselehake ing medja, tutupe dibukak lan diiling ana
ing gelas (KK hal 116)
Menjelaskan kejadian yang dilakukan tokoh
Kegawa saka ademe,
Hardjita kruget-kruget kaja lagi arep mbenakake kemule, nanging bandjur
nolah-noleh ngiwa nengen, ndelog ing podjok kamar, kamar kono ana medja tjilik
taplake sulaman, kursine sidji lan dijane teplok kang urube mbleret. (KK
hal 127)
Hanya ada satu tanda baca titik yang dimana jika dibaca
menyebabkan kalimat ini panjang
Jen dina minggu apa
maneh kapinudjon sekolah-sekolahan ngarepake liburan, akeh kang pada
darmawisata mrono (KK hal 142)
Kalimat ini merupakan penjelasan suatu kejadian
Hardjita isih eling
marang weling mau, kaja sawidjining dalan tumudju marang katentremaning pikir,
utawa sawidjining tamba kang marekake lelara (KK hal 139)
Merupakan penarasian yang dlakukan pengarang untuk
menjelaskan apa yang sedang dilakukan atau dirasakan tokoh
Wartini meneng bae
apa kandane nonoman kang ana sisihe kuwi ora narik kawigaten, malah mandeng
adoh mangulon, ketara lamat-lumating daratan kang gunung-gununge katon biru
putjuke kasuput ing pedut (KK hal 144)
Menjelaskan suatu hal
Kita urip wiwit
baji, dadi botjah diwasa djaka apa prawan, bandjur dadi bapa apa bijung, tuwa
lara, waras, lara, mati, ora luput saka alam. (KK hal 146)
Menjelaskan apa yang dilakukan tokoh
Wartini mantuk-mantuk
klaro mesem, sikile ditjelup-ditjelupake ing banju bandjur diangkat,
ditjelupake maneh, diangkat dikipat-kipatake (KK hal 148)
Menjelaskan suatu kejadian
Sing ditakoni ora
mangsuli, mung njandak menu kang gumletak ing medja, bandjur diteliti Wartini
uga megosake awake saka kursine melu nliti, kaja wadja gerilja lagi nliti
gambar-gambar dalan kanggo nggampur mungsuh.(KK hal 150)
Menerangkan suatu hal
Sing sidji
nelakake, jen guru mono sawidjining pagawean utama, bisa madangi pepeteng,
mulang botjah bodo dadi pinter, tur blandjane luwih lumajan katimbang
njambutgawe ana kantor pemerintah bagean administrasi (KK hal 151)
Menceritakan tentang sifat Wartini yang orangnya rapi
Lemari menga katon
perangan ndjero, sandangane Wartini temata betjik, djarik pada djarik, klambi
pada klambi, rok pada rok, sing kanggo padinan karo ing wektu lelungan
dewe-dewe panggonane, anduk, sepre, urung bantal lan sapanunggalane temata
apik, dadi jen arep ndjupuk sandangan wis tjumawis ana panggonane dewe-dewe,
ora ndadak ngongkrah-ongkrah (KK hal 155)
Menjelaskan suatu kejadian
Patine Sujatmi bisa
dadi dalan padanging prakara kuwi, anggone njamar dadi memedi awit bebrajan
Gadingredja isih akeh sing ngandel marang kotok-onggrok (KK hal 158)
Menerangkan kejadian yang sudah terjadi
Sawise sidang
disekores sadela, bandjur pangadilan ja kuwi pangarsaning parepatan mau,
nibakake ponis, telung taun dikundjara marang Waris, rong taun marang
Hardjatjakil lan rong taun marang Kasantiti (KK hal 160)
Menerangkan atau mengungkap kejadian yang sedang terjadi
Anehe maneh, lha
sing mati wong wadon, teka memedine lanang, gagah, brewok, kuwi sanadjan
ngugemlanane memedi, ija djeneng ora nalar (KK hal 161)
Kalimat ini jika dibaca memang cukup panjang karena
menjelaskan suatu hal
Pantjen wis sangang
dina kapungkur, jaiku wiwit bebarengan ana ing Pandjang, pada lelungguhan ana
ing watu ing sagara Teluk Lampung liru pikiran bab kanjataan batin disambi
njawang kaendahing alam tjitrane Hardjita tjumitak ana ing pikire Wartini katon
ngegla (KK hal 163)
Kalimat ini merupakan penarasian untuk aebuah peristiwa
Sakala pikire
Wartini bali marang kadadean kang sataun
kepungkur, nalika uga kepedotan tresna, bandjur nandingake mbok menawa
ora pati beda karo resa rusaking pikire kang direrudjit dening katresnan malah
kepara luwih tatu pikire Hardjita tinimbnag deweke dewe, djer Wartini durung
pati bgujod tresnane kaja Hardjita marang Supini (KK hal 164)
Disini hanya menggunakan satu tanda baca koma sehingga
menjadikan kalimat ini panjang
Bola-bali pikire
marang Hardjita kadang-kadang ngrasa ngeres marang pepastene, bandjur salin
ngakoni kaluhuraning pakaritas, malah sok-sok bandjur arep ngeblak blaka
mratelakake katresnane (KK hal 165)
Menggambarkan apa yang sedang dirasakan tokoh
Raine putjet kaja
mori kinumbah, mripate tjowong rambute ngrembjak nutupi saperanganing bantal,
tangane kiwa ditumpangake ana pangkone mbok Sura, kang tengen ana ing
sadjroning kemul (KK hal 175)
Pada kalimat ini pengarang sedikit menggunakan tanda baca
koma, sehingga kalimat ini menjadi panjang
Kabeh sing bijen
bisa ditindakake, tjangkem bisa diutjapake lan kanggo ngrasakake, irung kanggo
ngambu lan rasaning ndjero, saiki wis pada ontjal (KK hal 178)
2.43 Kalimat
Pendek
Kalimat pendek merupakan rangkaian sejumlah kata yang
berhubungan secara sintagmatik dan gramatikal. Kalimat pendek dimaksudkan untuk
menggambarkan suasana terkejut, bingung, marah panik, gugup dan lain
sebagainya.
·
Analisis pada novel
Djer kabeh mau
bangsa kita (KK hal 16).
Kalimat pendek ini menggunakan tanda baca yang memang
sedikit
Dadi ora ana enteke
(KK hal 18)
Merupakan kalimat yang memang sangat pendek
Wah, iki ngaso apa
pije, tjarike!Parepatan kendel sakedap ngaso? Ngaso apa bibar? Sesampunipun
ngaso ladjeng bibaran (KK hal 20)
Merupakan perkataan salah satu tokoh.
Iki mau saka
ngendi, nak Har ? saking dalemipun Pak Tjarik. Bapak tindak pundi ? anu mau
saka Pasar Mminggu bandjur terus njang Tandjungkarang nggawa tembako. (KK
hal 26-27)
Merupakan percakapan antara Hardjita dengan ibunya Supini
Wah Mas Hardjita.
Empun dangu le rawuh mas? Lagi sawetara. Kowe saka ngendi? Adjeg mawon, saking
tegal njambutdamel. (KK hal 28)
Merupakan percakapan antara Hardjita dan Radija adiknya
Supini
Ajo mas diundjuk,
lowung kanggo tamba ngelak,” ora kok mung trima lowung, malah ketrima banget”
(KK hal 30) percakapan Hardjita dan Supini
Apa bener Sujatmi
dadi memedi? Bandjur nangis? (KK hal 31)
Ini merupakan kalimat dari ucapan Hardjjita
Sup apa, kowe wis
solat duhur ? uwis kok, mau mau mentas solat bandjur menjang warung” o, ja wis,”
(KK hal 32)
Percakapan Hardjita dan Supini
Har? Apa ju ? kowe
kuwi pije ta Har? Lho pije ana apa?
Merupakan percakapan Hardjita dengan kakaknya
Apa iki sing
diarani memedi? Tangan papat? Sijunge mrenges? Apa njata ana memedi? (KK
hal 51)
Merupakan suara hati
Kabeh pada sijaga.
Kang njenter wis ngunus golok. Sidjine ngambat rujung. Sidjine maneh nedya
ngupruk karo kentongan (KK hal 52)
Kalimat ini merupakan narasi
Hardjhita menggok
mangulon. Dalan gede sepi. Ambune kembang-kembang ing kuburan wangi katijug
angin ngidit. (KK hal 53)
Kalimat ini banyak menggunakan tanda baca titik untuk
mengakhiri sebuah kalimat
Ewasemono kang
ndjotos tiba dewe, djalaran sikile ketepang mungsuhe. Wong topengazn mau enggal
nubruk. (KK hal 54)
Menggambarkan kejadian
Darmin? Lurah enom
kang mentas kepaten bodjone? Duda enom? (KK hal 61)
Supini berbicara dalam hatri
O Mas Har, teka
semono gedening tekad lan katrenamu. Ija sup, mula kau ora arep malangi marang
babegjaning wong. Mas Har..iku dudu karepku. (KK hal 65)
Merupakan percakapan Hardjita dan Supini
Awakmu panas , Sup?
Nguntala aspro ja ? uwis kok pak. O, ja wis krukup bae, ben metu kringete.
(KK hal 69)
Percakapan antara ibunya Supini dengan Supini
Wis kok mbok, ning
isih krasa rada lemes. Kowe kuwi kaget. Mau bengi ngimpi apa? Ora ngimpi
apa-apa. Lah kok djerit-djerit. (KK hal 72)
Percakapan antara Supini dengan ibunya
Kepinterane bae
apa, wong ija mung Hardjita, sawidjining buruh pabrik. Apa ija maling lan
sabangsane kaja ngono wedikaro wong kaja ngana. (KK hal 73)
Merupakan omongan ibunya Supini
Sakala Supini lan
Nany salaman. Getering tangan kang sesalaman minangka sesambunganing djiwa,
linut esem lan ulat manis. Nany njopot katjamatane ireng karo njebutake
djenenge (KK hal 74)
Merupakan narasi
Sesrawungan? Kita
urip ing donja kamardika. Lan dilahirake iki ija kanti kamardikan. Mula ija
kudu mardika (KK hal 75)
Merupakan perkataan Nany yang sangat pendek
Aku ki pangling
temenan, teka.. teka moderen! Ah, apa ija. Aku ngarani adjeg bae. (KK hal 78)
Merupakan percakapan Hardjita dengan Nany
O. ija mesti bae
Indonesia. Lengganan kalawarti apa? Anu. Penjebar semangat. (KK hal 83)
Merupakan pertanyaan yang diajukan oleh Hardjita
Mas Har. Djeng arep
kondur sore. Ija ning nek oleh bis. Ajo ta dolan njang Karang. Tandjungkarang?
Terus njang Djakarta ja kena. (KK hal 97)
Percakapan antara Hardjita dan Nany
Aku dina iki ja ora
lunga-lunga. Marsini lagi ,menjang Gedongtataan. Mau bengi ora katon, apa kowe
lagi ngelu (KK hal 96)
Banyak menggunakan tanda baca titik sehingga menyebabkan
kalimat pendek
Sing dadi
djalarane. Supini arep dipek bodjo Lurah Darmin. Dadi djiwani ing wektu iki
lagi lemes (KK hal 103)
Merupakan narasi yang dilakukan pengarang
Sandi! Kowe sapa?
Hardjita! O, dik Hardjita. Endi Nawawi? Embuh aku uga nggoleki. Ning apa
perlune kowe ngintip ing omahe Pak Kadji. (KK hal 106)
Merupakan percakapan antara Sandi dan Hardjita
Listrik wis murub.
Kuta Tandjungkarang pating klentjar padang.(KK hal 111)
Kaimat ini menggunakan satu tanda baca koma
Mas Har. Ajo
mampir! Bareng ! ajo! Aku tak nguntji kamar disik (KK hal 112)
Merupakan
percakapan antara Hardjita dengan Nany
Wis dibajar piro
gelang iki ? sampun Rop 250. Bandjur sing Rp 300.? Ula njagakaken njambut
saking ndara den rara. Sing adal sapa ? parmin tilas tangga tjelak (KK hal
117)
Merupakan percakapan Hardjita dengan Sastramuljana
Endi maneh malinge?
Ming loro? Embuh.(KK hal 119)
Percakapan antara Hardjita dengan Nawawi
Tlaten temen! Tumbaken
bae. Ajo! Nawawi botjah wingi sore maneh tak anggepa! Ko (KK hal 124)
Merupakan omongan atau ucapan salah satu tokoh
Iku aku sing kudu
gede panarimaku, djeng. Pada-pada. Nanging. Nanging keprije.? Ora krasa loro
kok. (KK hal 129)
Merupakan percakapan Wartini dengan Hardjita
Gelang lan djam
tangan wis ana kantor polisi Durenpalung. Gelangku. Ija. Kapan bisane didjupuk,
mas? Kudu ngenteni karampunganing pangadilan anggone ngadili badjingan kuwi. Ah
djeng, iki dinea minggu ta> dene sliramu sliramu ana desa? (KK hal 130)
Merupakan percakapan antara Hardjita dan Wartini
Ora sida menjang
Tegineneng mas! Ora sida? Genea? Ely wis budal wingi sore, disusul. Aku ija
durung weruh omahe ana sisih ngendi. (KK hal 140)
Merupakan percakapan Hardjita dengan Wartini
Ora tampa ulem saka
Gading mas. Saka sapa? Supini. Laki ? ija. Oleh Lurah Darmin ? bener. Ora. Apa
kowe diulemi ? ija. (KK hal 141)
Merupakan percakapan Hardjita dengan Wartini
Hardjita ndingkluk
karo singsat-singsut. Sikile ndjedjak wedi (KK hal 149)
Hanya ada satu tanda baca titik yang menyebabkan kalimat
pendek
Hardjita lan Wrtini
munggah. Wong-wong kang arep menjang Gruntang, pahoman. Tandjungkarang ija
munggah (KK hal 153)
Kalimat ini jika dibaca menjadi kalimat pendek
Wanita iku Bu
Santa, bodjone Pak Santawiguna sawidjining kondektur sepur. Kenja mondok ana
kono wetara wis setaun. (KK hal 154)
Mbak, mbak, kae lho
mas Har. Ja bene, aturana lenggah bae disik. Wah bungah banget aku. Ndjamoni
apa njekoki! (KK hal 156)
Meupakan percakapan antara Hardjita dengan Adiknya
Ana Waris ora ngadjokake
pleidol? Ora. Dadi sidang sapisan sapisan wis rampung ( KK hal 160)
Pada kalimat ini hanya sedikit menggunakan tanda baca
koma, dan ini juga merupakan percakapan dan sebuah pertanyaan. Biasanya sebuah
pertanyaan menggunakan kalimat yang pendek
Djaman lumaku
terus. Ing donja pantjen ora ana sing langgeng. Kabeh bisa owah gingsir (KK
hal 164)
Pada kalimat ini tidak menggunaka tanda baca koma dan setiap
kalimat terdiri 3-7 kata
Mas, Supini larane
banget temenan. Malah Radija ngingklik marani kjaine Amatusup. Dukna ? (KK
hal 174)
Merupakan percakapan antara Hardjita dan Wartini
Luwih pirang-pirang
dina malah pirang-pirang minggu. Desa Gadingredja wis pulih (KK hal 170)
Kalimat ini struktur kalimatnya tidak runtut
Beda ing panggonane
Amatsukemi. Tontonan ludrug mung disenengi dening para nonoman (KK hal 171)
Pada kalimat ini tidak menggunaka tanda baca koma dan
setiap kalimat terdiri 4-7 kata
Dadi ora kaja ana
ing kota. Dasare mangsa matjul sanisan. (KK hal 172)
Kalimat ini jika dibaca menimbulkan efek pada kalimat
pendek atau menjadikan kalimat tersebut menjadi kalimat pendek
Lailaha illallah
Muhammad rasullah. Nak njebut nak, njebut nuwun pinaringan waras. Sup, pije
kowe iki Sup, dene kowe kok kaja ngono (KK hal 177)
Nanging mas, keprije mitra kita Nany ? embuh aku ora tau
tanpa kabar. Aku ora ngerti lan durung ngerti kedadeane deweke (KK hal 179)
Percakapan antara Hardjita dan Wartini
2.5 Gaya
Bahasa
Gaya bahasa secara
umum terbagi menjadi empat yaitu (1) gaya bahasa perbandingan, (2) gaya bahasa
sindiran, (3) gaya bahasa penegasan, dan (4) gaya bahasa pertentangan. Dalam
novel Kembang Kantil pengarang menggunakan gaya bahasa apa saja
1. Personofikasi
Pada gaya bahasa ini memberikan watak atau sifat kepada
yang bukan manusia kepada manusia
Gegodongan ora
katon obah kaja lagi prihatin bakal ngalami petenging bengi kang kebak wewadi.
(KK hal 40). Biasanya yang dapat merasakan prihatin itu hanya manusia bukan
daun.
2. Hiperbola
atau melebih-lebihkan
Gaya bahasa yang menunjukkan atau membesar-besarkan atau
melebih-lebihkan suatu perkara atau benda. Dalam novel Kembang Kantil.
Wit-witan
anjaritakake karahardjaning desa, sawah kang amba angilak-ngilak bisa
agandakake wis pirang ewu ton pari kang diasilake, ora keri kuburan ija turun
carita wis pira manungsa kang dikubur ing kono.(KK hal. 5)
Dalam kalimat diatas pengarang menggunakan gaya bahasa
yang bermajas Hiperbola yaitu melebih-lebihkan suatu hal. Dalam konteks di atas
menunjukkan seolah-olah wit-witan atau tanaman itu bisa bercerita, sawah bisa
memberi tahu apa yang sudah dihasilkannya, dan kuburan yang juga bisa
bercerita.
Kaja apa nelangsane
dalan nalika semana, kaja-kaja ndjeri-ndjerita, djalaran saka ora betah
ngrasakake panandange. (KK hal 5-6)
Dalam kalimat tersebut pengarang menggunakan gaya bahasa
yang bermajas seolah-olah jalan itu bisa bicara dan bisa merasakan keaskitan
3. Gaya
Bahasa Penegasan
Gaya bahasa penegasan merupakan suatu gaya yang memberi penegasan atau penekanan kepada
sesuatu yang hendak disampaikan. Contoh gaya bahasa penegasan dalam
novel Kembang Kanti
3.1 Pleonasme
Pleonasme merupakan suatu gaya yang mencoba memberi
penegasan kepada kata-kata sebelumnya dengan berasaskan kepada sifat-sifat kata
itu sendiri, meskipun kata-kata tersebut tidak perlu disebut lagi. Gaya ini
juga disebut sebagai gaya bahasa berlebihan. Contoh pada novel Kembang Kantil
Panase sumelet,(KK
hal 23). kemedjan putih memplak (KK
hal 23). Tjilik tjekli (KK hal 25).
Disini kata sumelet menegaskan bahwa panas itu semakin panas. Kemudian kata
tjekli juga menegaskan bahwasanya sudah kecil tambah kecil.
3.2 Enumarasia
Yaitu suatu corak gaya bahasa yang bersifat penguraian
sesuatu peristiwa atau keadaan yang sengaja dipisah-pisahkan. Hanya digambarkan
suatu persuatu agar lebih hidup dan lebih nyata. Contoh pada novel Kembang
Kantil
Ing wajah sore
srengenge arep surup, pratanda awan bakal genanti bengi. Ing kulon tjahaja
abang mbaranang isih njunari alam, sadjak pamli marang saisining djagat, lan
aweh pamrajoga murih pada ngaso saka pagaweane. Pada kalimat tersebut
menggambarkan suasana pada waktu sore hari
2.6 Citraan
Citraan adalah gambar-gambar
dalam pikiran melalui bahasa yang menggambarkannya ( Alternbernd dalam Pradopo,
1993:80), sedangkan setiap gambar pikiran disebut citra atau image.
Menurut Pradopo (1993:81),
gambaran pikiran adalah sebuah efek dalam pikiran yang sangat menyerupai
gambaran yang dihasilkan oleh penangkapan kita terhadap sebuah objek yang dapat
dilihat oleh mata, saraf penglihatan, dan daerah-daerah otak yang berhubungan.
Selanjutnya Pradopo membagi citraan menjadi beberapa jenis, yaitu (a) visual
imagery, (b) auditory imagery, (c) movement imagery, dan (d) local colour.
Menurut Pradopo citraan terbagi menjadi 4 yaitu
a. Visual imagery merupakan citraan
yang ditimbulkan oleh indra penglihatan (mata).
b. Auditory imagery merupakan
citraan yang ditimbulkan oleh indra pendengaran (telinga)
c. Movement imagery merupakan
citraan yang menggambarkan sesuatu yang secara nyata tidak bergerak tetapi
digambarkan mampu bergerak.
d. Local colour merupakan citraan
yang ditimbulkan oleh warna local atau warna setempat.
a. Citraan Penglihatan
Citraan
yang ditimbulkan oleh indra penglihatan (mata). Citraan ini merupakan jenis
citraan yang paling sering digunakan penyair. Citraan ini mampu memberikan
rangsangan kepada indra penglihatan sehingga hal-hal yang tidak terlihat
menjadi seolah-olah terlihat.
Contoh
citraan penglihatan pada Kembang Kantil adalah
Ing wajah sore
srengenge arep surup, pratanda awan bakal genanti bengi. Ing kulon tjahaja
abang mbaranang isih njunari alam, sadjak pamli marang saisining djagat, lan
aweh pamrajoga murih pada ngaso saka pagaweane. Menggambarkan suasana atau
pada waktu sore hari dan kemudian akan beranjak malam hari.
b. Citraan pendengaran
Citraan
yang berhubungan dengan kesan dan gambaran yang diperoleh melalui indra
pendengaran. Citraan ini dihasilkan dengan menyebut atau menguraikan bunyi
suara
Contoh
pada novel Kembang Kantil
Wartini mbukak
lemari krekk swaraning kuntji (KK hal 155)
Dikantjing djekelek
(KK hal 91)
Pada kalimat tersebut seolah-olah memberikan efek suara.
2.7 Tataran Teks
a.
Judul Novel
Judul
novel ialah Kembang Kantil (KK).
Pemilihan judul ini menggambarkan isi dari novel yang dikaji. Kata Kembang Kantil merupakan nama dari salah
satu macam kembang yang biasanya digunakan untuk dupa dan untuk ziarah kubur yang
memberikan efek menakutkan. Dalam novel ini dikaji bahwa ada maslah memedi atau
hantu yang gentayangan
b. Isi teks
Novel
yang ditulis oleh Senggono pada tahun 1965an yang tebal bukunya adalah
179halaman. Novel ini mempunyai jalan cerita dengan alur maju. Semuanya beralur
maju dengan latar belakang tempat di desa Gadingredja, Lampung Kidul. Novel
inimenceritakan bahwa di desa Gadingredja mendapatkan klilip atau musibah yaitu
adanya memedi atau hantu yang bergantayangan yang dapat emncuri dan membakar
rumah, adanya memedi itu dikaitkan dengan meninggalnya istri Lurah Darmin yang
bernama Sujatmi. Salah satu tokoh yaitu tidak suka dengan Lurah Darmin karena
dia sirik dengan Darmin yang menjadi Lurah karena pada waktu dia mencalonkan
tidak dipilih. Akhirnya maslah yang selama ini terjadi terungkap dan memedi
atau hantu yang dapat mencuri dan membakar rumah tersebut hanyalah perbuatan
dari tokoh yang tidak suka dengan Lurah Darmin.
Bagian I
Pengarang
menceritakan
a.
Desa Gadingredja berada di pringsewu kabupaten
Lampung
b.
Desa Gadingredja sebelum jaman perang merupakan
desa yang loh djinawi
c.
Sudah 3 minggu desa Gadingredja ada masalah
atau klilip yaitu adanya memedi yang menjadi resahnya masyarakat
d.
Memedi yang ada di desa Gadingredja dikaitkan
dengan meninggalnya Sujatmi yaitu istri Lurah Darmin secara tiba-tiba
Bagian
II
a.
Salah satu pemuda Gadingredja yang bernama
Hardjita tidak begitu mempercayai adanya memdi atau hantu penasaran
b.
Supini yang juga merupakan masyarakat
Gadingredja mempercayai adanya klilip tersebut
c.
Supini mempercayai hal tersebut karena tuhan
tidak hanya menciptakan manusia saja tapi juga menciptakan setan atau makhluk
halus
Bagian III
a.
Hardjita tinggal bersama kakaknya yang bernama
Amatsukemi sekalian
b.
Kakaknya Hardjita menanyakan kepada Hardjita
tentang pernikahan yang sampai sekarang belum menikah
c.
Hardjita belum siap untuk menikah karena merasa
belum cukup mapan untuk menikah
d.
Ketika sedang berbicara dengan kakaknya
Hardjita melihat sesosok yang aneh
Bagian IV
a.
Supini merasa bingung karena dia dijodohkan
oleh orang tuanya
b.
Supini mempunyai perasaan kepada Hardjita
Bagian V
a.
Klilip tersebut akhirnya terungkap yang menjadi
klilip itu adalah Kang Waris
b.
Orang tua Supini menerima lamaran Lurah Darmin
c.
Hardjita merasa dikhianati oleh temannya
sendiri yaitu Lurah Darmin yang akan memperistri Supini
Bagian VI
a.
Hardjita merasa patah hati dan menjalankan
hubungan dengan Wartini
b.
Hardjita merasa mempunyai perasaan kepada
Wartini
Bagian
VII
a.
Hardjita mendapatkan kabar bahwa Supini sakit
keras
b.
Supini merasa tersiksa dan merindukan Hardjita
c.
Kang Waris dan teman-temannya mendapatkan
hukuman yang setimpal dengan perbuatan yang dilakukannya
Bagian
VIII
a.
Hardjita menjenguk Supini yang sedang sakit
b.
Ajalnya Supini sudah semakin dekat
Bagian IX
a.
Hardjita akhirnya menikah dengan Wartini
Bagian X
a.
Akhirnya Supini meninggal dunia
0 komentar:
Posting Komentar