stilistika

Selasa, 14 Januari 2014



Bab 1
Pendahuluan
1.1  Latar Belakang
Bahasa merupakan sarana pengarang digunakan untuk menyampaikan imajinasinya dalam proses penciptaan karya sastra. Langkah awal dalam memahami sebuah karya sastra adalah harus memahami bahasanya terlebih dahulu, hal ini penting karena sebenarnya sastra terwujud dalam bahasa.
Hal itu berarti bahwa bahasa merupakan faktor yang harus dianalisis terlebih dahulu sebelum menganalisis faktor lain ketika menganalisis sebuah karya sastra. Bahasa sastra menggunakan pemikiran semiotik yang dibentuk brdasarkan bahasa sehari-hari. Hal itulah yang membuat bahasa sastra menjadi istimewa.
Keistimwaan bahasa dalam sastra terjadi karena adanya konsep kebebasan penyair atau pengarang dalam menggunakan bahasa atau karena pengarang mempunyai maksud tertentu. Kemampuan pengarang memilih bahasa yang akan digunakan untuk menuangkan idenya selalu berhubungan dengan gaya penulisan.
Bahasa bagi pengarang merupakan alat yang digunakan untuk mengungkapkan pengamatannya kembali pada fenomena kehidupan dalam bentuk cerita.

1.2  Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah
1.      Untuk lebih memahami tentang penggunaan bahasa dalam sebuah karya sastra
2.      Agar mengetahui penelitian dalam karya sastra dengan menggunakan pendekatan stilistika
3.      Dapat mengetahui gaya bahasa yang diterapkan dalam novel Kembang Kantil

1.3  Landasan Teor
Dalam pembuatan makalah ini kami menggunakan landasan teori dari buku yang berjudul “Kajian Stilistika dalam Prosa”

Bab II
Pembahasan
2.1  Gaya Kata dan Kalimat
Dalam analisis gaya kata yang dibahas adalah diksi, morfologi, dan fraseologi. Untuk memudahkan pembahasan ketiga hal tersebut dijadikan subbab tersendiri sehingga pembicaraan analisis gaya kata ini dibagi menjadi tiga subbab yaitu
1.      Subbab diksi (pilihan kata)
2.      Subbab morfologi
3.      Subbab fraseologi
Pada bagian analisis gaya kalimat, masalah yang dibahas adalah pemakaian kalimat inversi, penggunaan kalimat panjang, penggunaan kalimat pendek. Masalah yang dikaji dalam kajian bidang fraseologi adalah ungkapan khas
2.11Pilihan Kata
Pilihan kata merupakan sinonim dari kata diksi. Istilah diksi menurut Abrams   (1981:140) digunakan untuk pemilihan kata, frasa, dan gaya dalam karya sastra. Persoalan yang ada dalam gaya bahasa berkaitan dengan ungkapan individual atau karakteristik. Dengan demikian pengertian diksi sebenarnya jauh lebih luas dari apa yang dipantulkan oleh jalinan kata-kata itu karena tidak sekadar memilih kata yang akan dipilih untuk mengungkapkan suatu ide atau gagasan, tetapi menyangkut masalah frasa, gaya bahasa dan ungkapan
Kata sebagai satuan perbendaharaan sebuah bahasa terdiri atas dua aspek yaitu aspek bentuk dan isi. Aspek bentuk atau ekspresi merupakan aspek yang dapat diserap pancaindra, sedangkan aspek isi adalah aspek yang menimbulkan reaksi dalam pikiran pendengar atau pembaca karena rangsangan aspek bentuk.




*      Analisis novel Kembang Kantil
Kawedanan (KK.hal 5)
Kata tersebut dipilih untuk menggambarkan atau menunjukkan letak sebuah desa yaitu desa Gadingreja yang berada di Pringsewu, Lampung

Makolehi (KK hal 5)
Kata tersebut adalah kata yang digunakan warga Gadingredja yang berarti didapatkan

Mamring (KK hal 7)
Kata tersebut merupakan pilihan kata yang sering digunakan warga yang berarti sunyi

Pandadaran (KK hal 7)
Kata tersebut digunakan untuk menggambarkan sifat tokoh Lurah Darmin yang menjadi Lurah di desa Gadingredja yang dimana seorang Lurah itu berwibawa dan menggunakan kata yang baik

Jitmane (KK hal 8)
Kata tersebut lebih digunakan pengarang karena cerita ini berlatang belakang masa setelah orde baru

Gumatel (KK hal 8)
Kata  tersebut memiliki makna di atas

Tjelatu (celatu) (KK hal 10)
Kata tersebut dipilih untuk menggambarkan sifat tokoh Pak Tjarik yang menggunakan bahasa yang lebih baik atau baku


Badjingan (KK hal 10)
Kata tersebut dipilih karena menggambarkan sifat tokoh Waris yang tidak suka dengan Lurah Darmin

Widjang (wijang) (KK hal 12)
Pengarang menggunakan kata tersebut marena latar belakang cerita pada tahun 1965 masih menggunakan bahasa yang dahulu

Nduwa (KK hal 12)
Kata tersebut dipilih pengarang karena masih pada zaman dahulu, jika zaman sekarang lebih menggunakan kata nduga yang berarti dugaan atau menduga.

Sarira (KK hal 12)
Pemilihan kata sarira disini pengarang menggunakan kata yang baku atau baik yang kebanyakan dipakai pada kerajaan. Kata tersebut memiliki arti tubuh

Palilah (KK hal 12)
Pemilihan kata ini dipilih pengarang karena latar belakang cerita pada zaman orde baru.

Dijan (diyan) (KK hal 14)
Dijan atau dilah ini memiliki arti lampu minyak tanah. Pengarang memilih kata ini karena sering digunakan oleh orang terdahulu dan mungkin waktu dahulu belum ada listrik.

Lagejanipun (KK hal 15)
Kata ini memiliki arti kesukaannya

Kotjur (KK hal 16)
Bahasa khas daerah

Njat (KK hal 17)
Kata ini digunakan untuk memberikan efek atau sebagai ekspresi tokoh ketika sedang berdiri

Adedeg sedeng (KK hal 23)
Kata ini memiliki arti tinggi

Waton (KK ha l 32)
Kata ini memiliki arti sebab

Ndjuleg (KK Hal 32)
Pilihan kata ini digunakan pengarang karena latar belakang cerita pada zaman dahulu yang masih menggunakan bahasa desa

Madang (KK hal 35)
Pilihan kata ini berasal dari latar belakang cerita novel yaitu di daerah Gadingredja

Ejub (eyub) (KK hal 36)
Pillihan kata ini sering digunakan pada masyarakat desa

Mitra (KK hal 37)
Kata ini mengandung arti teman atau saudara

Tjampuhan (KK Hal 37)
Kata ini juga sering digunakan oleh orang melayu

Mangler (KK hal 39)
Pengarang menggunakan atau memilih kata ini berdasarkan latar waktu dan tempat



Dumunge (KK hal 40)
Kata ini merupakan kata yang sering digunakan oleh masyarakat pada masa orde baru

Langgar (KK hal 41)
Kata ini sering digunakan oleh masyarakat pada zaman dahulu yang dimaksukan adalah masjid

Mbookkk(KK hal 41)
Mbok ini digunakan karena menunjukkan keadaan orang desa atau panggilan ibu di desa

Tjandikala (KK hal 41)
Dimaksud kata ini adalah marabahaya

Goteking (KK hal 44)
Kata ini digunakan oleh warga desa Gadingredja yang sebagai latar tempat pada cerita

Gredjegan (KK hal 46)
Kata ini dipilih atau digunakan karena ini digunakan oleh masyarakat Gadingredja

Ketaton (KK hal 56)
Ketaton mengandung arti membekas

Mbrasta (KK hal 57)
Kata ini mengandung arti membasmi

Ngembat (KK hal 52)
Kata ini dipilih untuk menggambarkan atau menjelaskan suatu kejadian yang jahat atau digunakan oleh tokoh yang mempunyai sifat jahat

Akeh sado, oplet lan sepedah (KK hal 112)
Kata sado pada kalimat tersebut tidak memiliki arti sebuah alat make up tetapi merupakan salah satu kendaraan umum

Dadi mada djenenge karo Lurah Darmin (KK hal 146)
Kata mada jarang dimengerti oleh masyarakat jawa karena merupakan kata yang digunakan masyarakat Pringsewu yang memiliki arti pejabat atau petugas kelurahan

2.111Pemanfaatan kata Bahasa Daerah
Dalam novel Kembang Kantil pilihan kata untuk menamai para tokoh dalam cerita menggunakan kosakata atau nama orang desa, misalnya seperti Darmin, Hardjita, Supini, Amatsukemi, Surasedana dan lain sebagainya. Pilihan kata dari kosakata bahasas daerah yang digunakan untuk penamaan tokoh dapat mempertegas tokoh yang berasal dari daerah tertentu atau mempertegas latar tempat
*      Pemanfaatan kata Bahasa Daerah dalam novel Kembang Kantil
Madang (KK hal 35)
Kata ini memiliki arti makan
Kotjur (KK hal 16)
Saweg (KK hal 88)
Tjampuhan (KK Hal 37)

Diwenehi tengara dening Nawawi (KK hal 126)

2.112Pemanfaatan bahasa asing
Kosakata yang berasal dari bahasa asing seperti bahasa Arab juga banyak ditemukan dalam novel Kembang Kantil. Penggunaan bahasa Indonesia juga banyak digunakan dalam novel KK
Pilihan kata asing juga dapat digunakan sebagai sarana untuk meningkatkan prestise, intelek, dan sok modern.

*      Pemanfaatan bahasa asing dalam novel Kembang Kantil  
Transmigrasi (KK hal 5)
Kata tersbut dipilih karena untuk memudahkan pemahaman pembaca

Barang kang mung nrima takdir ora bisa ihtijar (KK hal 6)
Kata takdir dan ihtijar itu berasal dari Bahasa Arab yang memiliki arti menerima kaeadaan tanpa ada usaha.

Asas demokrasi (KK hal 10)
Kata tersebut digunakan pengarang karena berhubungan pemecahan masalah yang sedang dirapatkan

Sentimen (KK hal 14)
Kata ini berasal dari bahasa asing, kemudian kata ini digunakan pengarang karena di dalam bahasa jawa tidak ada kata untuk mengungkapkan rasa tidak senang dengan orang. Walaupun ada mungkin tidak baku atau tidak layak untuk digunakan dalam novel ini.

Gagasane teka sijal temen (KK hal 24)
Penggunaan kata dari Bahasa Indonesia untuk lebih menunjang pada novel

Kasatmata (KK hal 31)
Kata ini digunakan mungkin dalam Bahasa Jawa tidak ada kata yang menggantikan kata tersebut

Kita asal saka Pandjenengane mesti bakal mulih marang Pandjenengane. (KK hal 33)
Pada kalimat di atas terdapat dua kata yang menggunakan bahasa asing. Pengarang menggunakan kata ini karena ada pengaruhnya pada zaman orde baru

Romusa (KK hal38)
kata ini menjelaskan kerja paksa yang dilakukan oleh penjajah Belanda pada waktu dahulu

Pijama (KK hal 40)
Di dalam bahasa jawa tidak ada kata yang menggambarkan baju tidur

Badan (KK hal 44)
Pengarang menggunakan campuran bahasa pada novel ini

Artikel ekonomi (KK hal 45)
Merupakan salah satu berita yang ada di dalam koran atau majalah

Harus tunduk ditelapak aki suami (KK hal 80)
Kalimat ini merupakan perumpamaan

Ditjap ortodok (KK hal 80)
Kata tersebut digunakan karena masih ada pengaruh pada zaman penjajahan Belanda

Djurang kanistan (KK hal 92)
Perumpaan untuk orang yang berbuat jahat

2.2  Morfologis
Morfologis merupakan salah satu ilmu bahasa yang mempelajari masalah pembentukan kata. Menurut Soegijo (1989.4) morfologi merupakan cabang tata bahasa yang membicarakan tentang gramatikal bagian-bagian intern kata. Pembahasan morfologi dalam penelitian bertolak dari penyimpangan bentuk kata dari proses morfologis yang oleh pengarang sering dilakukan untuk tujuan tertentu
2.21Penyimpangan bentuk dasar
Penyimpangan bentuk dasar pada Novel Kembang Kantil banyak ditemukan
*      Analisi pada Novel Kembang Kantil
Karahardjaning (KK. Hal 5)
Kata tersebut bentuk dasarnya adalah rahardja yang berarti sejahtera, kemudian mendapatkan prefik ka dan sufik ning yang meiliki arti kesejahteraan.

Dedongengan (KK. hal 5)
Kata tersebut bentuk dasarnya adalah dongeng cerita kkemudian menddapatkan prefik de dan sufik an kata tersebut memiliki arti banyak cerita

Didandan (KK hal 5)
Kata tersebut bentuk dasarnya adalah dandani yang berarti memperbaiki, kemudian mendapatkan prefik di dan memiliki arti diperbaiki.

Dibetjiki (dibeciki) (KK hal 5)
Bentuk dasar dari kata tesebut adalah betjik (becik) yang berarti baik. Mendapatkan prefik di dan sufik I kemudian memiliki arti diapiki atau dibaikan. Kata ini memiliki arti yang sama dengan kata didandani

Sirnaning (KK hal 7)
Kata yang pada bentuk dasarnya adalah sirna yang berarti hilang, disini pengarang menanmbahkan sufik ning yang kemudian memiliki arti hilangnya.

Kekembangan (KK hal 8)
Kata tersebut bentuk dasarnya adalah kembang yang berarti bunga, kemudian mendapatkan prefik ke dan sufik an. Yang memiliki arti beberapa bunga.

Kaendahaning (KK hal 9)
Bentuk dasar kata tersebut adalah endah atau indah yang memiliki arti indah atau bagus. Mendapatkan prefik ka dan sufik ing yang meimiliki makna keindahannya

Karuwetaning (KK hal 9)
Kata tersebut bentuk dasarnya adalah ruwet memiliki arti susah atau sulit. Mendapatkan prefik ka dan sufik ning kemudian memiliki arti kesulitan atau kesusahan yang dialami.

Ndawahaken (KK hal 10)
Kata tersebut bentuk dasarnya adalah dawah memiliki arti jatuh. Mendapatkan  prefik N- dan sufik aken kemudian memiliki arti menjatuhkan

Pandjalmaning (panjalmaning)  (KK halo 12)
Bentuk dasr kata tersebut adalah djalma yang berarti bisa berubah wujud. Mendapatkan prefik Pa- dan sufik ing yang berarti perubahan wujud

Kawitjaksanane (kawicaksanane) (KK hal 12)
Kata tersebut bentuk dasarnya adalah witjaksana (wicaksana) yang memiliki arti bijaksana. Mendapatkan prefik ka dan sufik ne kemudian memiliki makna kebijaksanaan.

Kewadjibaning (KK hal 13)
Dari bentuk dasar wajib, mendapatkan prefik ke dan sufik ing yang kemudian memiliki arti menjadi kewajiban 

Kawontenanipun (KK hal 13)
Kata dasarnya adalah wonten yang berarti ada. Mendapatkan prefik ka dan sufik nipun yang kemudian mempunyai arti keadaannya.

Satjedaking (sacedaking) (KK hal 14)
Bentuk dasarnya adalah ctjedak (cedak) yang berarti dekat. Kemudian. Mendapatkan prefik sa dan sufik ing menjadi arti didekat.

Kadadosan (Kk hal 15)
Dari kata dados yang berarti jadi. Mendapatkan prefik ka dan sufik an kemudian memiliki arti kejadiannya.

Panemune (KK hal 17)
Bentuk dasarnya adalah nemu yang berarti temu  kemudian mendapatjkan prefik pa-N dan sufik ne yang memiliki arti penemuannya

Disarudjuki (KK hal 18)
Bentuk dasar kata ini adalah sarudjuk yang berarti setuju kemudian mendapatkan pfrefik di dan sufik i yang kemudian memiliki arti disetujui

Disirnakake (KK hal 19)
Bentuk dasarnya adalah sirna yang memiliki arti hilang kemudian mendapatkan prefik di dan sufik kake. Kemudian memiliki arti dihiloangkan

Utamane (KK hal 19)
Bentuk dasarnya adalah utama kemudian mendapatkan sufik ne yang artinya adalah utamanya

Gelaring (KK hal 20)
Bentuk dasarnya adalah gelar kemudian mendapatkan sufik ing yang memiliki arti gelarnya atau jabatannya

Sadjronong (KK hal 26)
Benruk dasarnya adalah djeru yang berarti dalam kemudian mendapatkan prefik sa dan sufik ning yang kemudian memiliki arti didalam

Sanduwuring (KK hal 26)
Bentuk dasarnya adalah duwur artinya atas kemudian mendapatkan prefik sa dan sufik ing yang memiliki arti diatasanya

Saperlune (KK hal 29)
Dari kata perlu yang artinya perlu mendapatkan prefik sa dan suifk ne yang memiliki arti seperlunya

Pagawean (KK hal 29)
Bentuk dasarnya adalah gawe yang memiliki arti kerjakemudian mendapatkan prefik atau afik pa dan sufik an yang kemudian mempunyai makna pekerjaan

Kelumrahane (KK hal 30)
Dari kata lumrah yang berarti wajar, kemudian mendapatkan prefik ke dan sufik ane yang memiliki arti sewajarnya

Diwaspadakake (KK hal 32)
Bentuk dasarnya adalah waspada kemudian mendapatkan prefik di dan sufik kake

Rupane (KK hal 34)
Bentuk dasarnya adalah rupa yang berarti wajah kemudian mendapatkan sufik ne yang memiliki arti wajanhnya.

Pomahan (KK hal 37)
Bentuk dasarnya adalah oimah yang berarti rumah, kemudian mendaptkan prefik pa-N dan sufik an ayang kemudian memiliki arti perumahan

Gedene (KK hal 37)
Artinya besarnya yang mendapatkan asufik ne


Kamardikaning (KK hal 37)
Dari kata dasar mardika, kemudian mendapatkan prefik atau afik ka dan sufik ning yang kemudian memiliki arti kemerdekaannya

Kebonan (KK hal 40)
Bentuk dasarnya adalah kebon atau kebun kemudian mendapatkan sufik an yang memiliki arti hasil dari kebun

Kasundulan (KK hal 41)
Dari kata sundul yang berarti mendapatkan prefik ka dan sufik an

Swaraning (KK hal 41)
Dari bentuk dasar swara yang kemudian mendapatkan sufik ning yang kemudian memiliki arti swaranya

Kebeneran (KK hal 43)
Dari kata bener atau benar kemudian mendapatkan prefik ke dan sufik an yang kemudian memiliki arti kebetulan

Kelumrahane (KK hal 44)
Dari kata lumrah yang berarti wajar kemudina mendapatkan prefik ke dan sudik ne yang kemudian memiliki arti sewajarnya.

Blandjane (KK hal 46)
Dari kata blandja yang mendapatkan sufik ne

Njatane (nyatane) (KK hal 51)
Dari kata nyata yang yang kemudian mendapatkan sufik ne dan memiliki arti nyatanya


Kapinteran (KK hal 75)
Dari kata pinter kemudian mendapatkan prefik ka dan sufik an

Kaluhuranipun (KK hal 76)
Kata ini bentuk dassarnya adalah luhur, kemudian mendapatkan prefik ka dan sufik nipun

Karuwetaning (KK hal 90)
Bentuk dasarnya adalah ruwet yang berarti ribet atau susah. Mendapatkan prefik ka dan sufik ning yang kemudian memiliki arti kesusahannya

Tritising (KK hal 100)
Dari bentuk tritis yang berarti halaman rumah yang kemudian mendapatkan sufik ing. Yang berarti halamannya

2.22Pemendekan kata
Pemendekan kata dapat dilakukan dengan cara menghilangkan imbuhan. Penghilangan imbuhan sering dilakukan pengarang untuk kelancaran pengucapan sehingga dapat dimanfaatkan dalam dialog antar tokoh.

*      Analisis pada Novel Kembang Kantil
Barang kang mung nrima takdir ora bisa ihtijar (KK hal 6)
Kata mung itu pemendekan dari kata namung yang berarti hanya dan kata nrima pemendekan dari kata nerima yang berarti menerima.

Nanging kaanan ing alam-donja ora langgeng (KK hal 6)
Kata kaanan pemendekan dari kata kahanan yang berarti keadaan

Mila (KK hal 10)
Dari kata pramila yang dipendekkan menjadi mila

Empun (KK hal 21)
Berasal dari kata sampun yang kemudian disingkat menjadi empun

Onten (KK hal 20)
Pemendekan kata ini dari kata wonten

Njang (nyang ) (KK hal 24)
Kata tersebut berasal dari kata menyang kemudian dipendekan menjadi njang

Iku (KK hal 27)
Dari kata niku

Kang  (KK hal 35)
Dari kata ingkang yang memiliki arti yang

Akon (KK hal 45)
Kata tersebut berasal dari kata ngakon yang berarti menyuruh

Sih (KK hal 64)
Bentuk aslinya adalah isih yang berarti masih

2.23Penggunaan bentuk ulang
Dalam novel Kembang Kantil banyak ditemukan penggunaan bentuk ulang. Gabungan kata yang berupa pengulangan kata dapat memberikan efek penyangatan atau mekebih-lebihkan
*      Analisi pada novel 
Angilak-ilak (KK hal 5)
Kata tersebut merupakan bentuk pengulangan dari kata angilak yang berarti



Djedjer-djedjer (KK hal 9)
Bentuk pengulangan kata tersebut berasal dari kata djedjer yang berarti berdampingan atau disamping 

Obong-obongan (KK hal 7)
Merupakan pengulangan kata dari kata obong yang berarti terbakar atau benda yang terkena api

Sabisa=bisa (KK hal 9)
Kata tersebut merupakan pengulangan kata yang bentuk dasarnya adalah bisa yang berarti bisa, namun dalam pengulangan kata disini memiliki makna seolah-olah

Sasar-susur (KK hal 14)
Merupakan pengulangan darin kata sasar yang memiliki arti tersesat

Aos-angaosan (KK hal 15)
Pengulangan dari kata ngaos yang berarti ngaji atau mengaji

Kaja-kaja (KK hal 18)
Pengulangan kata ini dari kata kaja yang memiliki arti sepoerti. Kata ini diulang karena sebagai penegasan.

Kantja-kantjane (KK hal 21)
Berasal dari kata kantja atau kanca yang berarti teman

Sadela-sadela (KK hal 23)
Pengulangan kata ini berasal dari kata sadela yang berarti sebentar

Umur-umuran (KK hal 24)
Pengulangan kata ini dari kata umur. Pengulangan ini digunakan untuk menyatakan umur yang belum pasti hanya mengira-ngira

Bedja-bedjane (KK hal 25)
Bentuk dasarnya adalah bedja yang berarti beruntung

Ngiling-ilingi (KK hal 30)
Dari kata iling yang berarti ingat. Pengulangan kata ini dimaksudkan untuk agar mengingat kejadian yang dulu atau ingat kepada Tuhan

Pandeng-pandengan (KK hal 28)
Dari kata pandeng artinya melihat atau menatap

Medot-medotna (KK hal 32)
Dari kata medot yang memiliki arti putus. Pengulangan kata ini digunakan untuk menggambarkan atau untuk memperjelas maksud kata tersebut

Pangeling-eling (KK hal 33)
Dari kata eling yang memiliki arti ingat. Pengulangan kata ini dimaksudkan untuk menjelaskan bahwa kita untuk selalu mengingat kepada tuhan

Wong-wong (KK hal 33)
Pengulangan kata ini menunujukkan arti banyak orang

Mlaku-mlaku (KK hal 43)
Dari kata mlaku yang berarti jalan kemudian kata ini diulang yang memiliki arti yang berbeda yaitu jalan-jalanb

Enggal-enggal (KK hal 47)
Bentuk dasarnya enggal yang berarti baru, namun kata enggal ini jika diulang memiliki arti yang berbeda yaitu cepat-cepat


Gawang-gawangan (KK hal 62)
Pengarang menggunakan pengulangan kata ini untuk memberikan efek melebihkan

Pnggir-pinggir (KK hal 52)
Dari kata pinggir

Greges-greges (KK hal 69)
Bentuk dasarnya adalah greges yang memiliki arti tidak enak badan

Takon-tinakon (KK hal 71)
Dari kata takon yang berarti tanya dan pengulangan kata tersebut memiliki arti tanya bertanya

Tenguk-tenguk (KK hal 94)
Dalam bahasa jawa kata tersebut memang sering digunakan dalam bentuk pengulangan kata

Solan-salin (KK hal 114)
Pengulangan kata tersebut berasal dari kata salin yang berarti ganti baju

Kletik-kletik (KK hal 118)
Pengulangan kata tersebut dimaksudkan untuk makanan ringan

Arang-arang (KK hal 138)
Pengulangan kata tersebut dari kata arang yaitu jarang. Pengulangan kata tersebut digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang istimewa atau tidak pernah dilakukan

Mlaku-mlaku (KK hal 142)
Bentuk dasar adalah mlaku yang berarti jalan. Kata tersebut diulang kemudian menjadi jalan-jalan

Wates-watese (KK hal 148)
Pengulangan kata tersebut menunjukkan jumlah yang banyak tidak hanya ada satu batas

Ditjelup-tjelupake (KK hal 148)
Bentuk dasar celup

Ngongkrah-ongkrah (KK hal 155)
Pengulangan kata tersebut memang sering digunakn oleh orang jawa dan katanya memang asli seperti itu
Dokar-dokar (KK hal 156)
Menunjukkan banyak dokar atau andong

Pirang-pirang (KK hal 170)
Pengulangan kata tersebut memang asli seperti tersebut yang menunjukkan jumlah yang banyak

Mematja buku-buku kang enteng gampang basane (KK hal 170)
Pengulangan kata buku-buku menunjukkan tidak hanya ada satu buku

Sadela-sadela (KK hal 173)
Bentuk dasarnya adalah sadela yang berarti sebentar

2.3  Fraseologi
Istilah fraseologi ini berasal dari bahasa Inggris phraseology menurut Kridalaksana (1982:47) fraseologi membahas a. cara memahami kata atau frasa dalam tulisan atau ujaran, b. perangkat ungkapan yang dipakai oleh orang atau kelompok tertentu.
Dalam subbab fraseologi ini yang dibahas adalah persoalan ungkapan khas sebagaimana definisi Kridalaksana di atas. Dalam novel Kembang Kantil banyak ditemukan bahasa khas Bahasa Arab

2.31Ungkapan khas dari Bahasa Daerah
*      Analisis dalam Novel 
Pandadaran (KK hal 7)
Kata tersebut digunakan untuk menggambarkan sifat tokoh Lurah Darmin yang menjadi Lurah di desa Gadingredja yang dimana seorang Lurah itu berwibawa dan menggunakan kata yang baik

Mandung (KK hal 19)
Kata ini merupakan kata khas yang digunakan prijaji yang mempunyai arti maling

Tindja (KK hal 21)
Kata ini merupakan kata khas yangt digunakan oleh Pak Tjarik karena seorang Tjarik merupakan orang yang paling disegani di desa dan harus menggunakan kata yang baik.

Untal (KK hal 22)
Kata tersebut diucapkan oleh tokoh Waris yang memiliki watak kasar dan jahat.

Rudjak degan (KK hal 25)
Kata tersebut jika dipisah memiliki arti yang berbeda rudjak adalah makananan dari campuran buah-buahan kemudian degan merupakan buah kelapa. Ketika dua kata tersebut digabungkan memiliki arti yang sudah berbeda lagi rudjak degan disini dimaksudkan adalah es degan atau es kelapa muda

Mangro-martelu
Merupakan bahasa khas yang digunakan warega Gadingredja dan yang diucapkan oleh kakaknya Hardjita

Bangsat (KK hal 56)
Kata yang khas atau kata yang diucapkan untuk orang yang berbuat jahat

Lemute (KK hal 60)
Ini merupakan bahasa khas dareah Gadingredja yang memiliki arti nyamuk

Bijung bapa (KK hal 63)
Kata ini merupakan kata khas yang digunakan oleh orang desa

Nabok (KK hal 101)
Kata ini merupakan kata yang sering digunakan untuk orang yang sedang emosi yang ingin bertengkar

Wradin (KK hal 108)
Merupakan bahasa khas atau bahasa krama yang digunakan oleh seorang Lurah

Mbok inem (KK hal 137)
Kata tersebut merupakan kata khas yang digunakan oleh masyarakat desa untuk memanggil ibunya dengan sebutan mbok

2.32Ungkapan khas Bahasa Arab
Di dalam novel Kembang Kantil penggunaan Bahasa Arab jarang dtemukan mungkin kalau ada hanya ada satu atau dua ungkapan khas dari Bahasa Arab
·         Analisis dalam novel
Astagfirullah al adzim (KK hal 166)
Ungkapan tersebut digunakan pengarang untuk menggambarkan atau menunjukkan suatu keadaan dimana orang sedang mengalami musibah yaitu ketika ajal hendak menjemput

Innalillahi wa inna ilaihi rajiun (KK hal 177)
Ungkapan tersebut digunakan pengarang untuk menunjukkan suatu kejadian dimana tokoh Supini telah meninggal


2.4  Gaya Kalimat (Sintaksis)
Kalimat dalam bidang Linguistik dipelajari dalam bidang sintaksis. Sintaksis sendiri merupakan cabang ilmu bahasa yang membicarakan tentang seluk-beluk wacana, kalimat, klausa, dan frasa (Ramlan, 1983:17)
Bidang sintaksis ini berbeda dengan bidang morfologi karena morfologi membicarakan seluk-beluk kata dan morfem, sedangkan sintaksis membicarakan seluk-beluk frasa, klausa dan kalimat. Chomsky (1964:11 memberi definisi tentang sintaksis yaitu yang berkenaan dengan kajian tentang prinsip dan proses pembentukan kalimat.
Dalam gaya kalimat ini permasalahan yang dikaji adalah penggunaan kalimat panjang, kalimat pendek, dan kalimat invensi. Dalam suatu karya sastra sering terdapat struktur sintaksis yang menyimpang dari kaidah kebahasaan yang berlaku. Struktur yang menyimpang tersebut digunakan pengarang untuk memperoleh efek tertentu atau memperoleh efektivitas dan pemadatan.
Subbab dalam gaya kalimat adalah sebagai berikut

2.41    Kalimat Inversi
Kalimat inversi yaitu kalimat yang mempunyai susunan tidak berurutan dari subjek, predikat, objek, dan keterangan. Namun, berupa pembalikan. Hal ini dilakukan untuk memusatkan perhatian pada hal-hal yang dikehendaki atau hal yang dipentingkan dan dikedepankan
·         Analisis pada novel Kembang Kantil
Akeh wong saka lija desa kang bandjur ngalih ing desa kono, ija mung djalaran saka karahardjaning desa. (KK hal 6)
Kalimat tersebut memiliki susunan kalimat yang tidak teratur. Kalimat tersebut susunan kalimatnya adalah Keterangan, Subjek, Objek, Predikat.

Memedi kang gawe kekesing masarakat Gadingredja, desa kang rame dadi sepi (KK hal 7)
Kalimat di atas susunan kalimatnya tidak teratur yaitu Objek, Predikat, Subjek, Keterangan.

Sawise ngusapi batuk nganggo katjune Hardjita bandjur mlaku maneh.             (KK hal 24)
Kalimat ini memiliki susunan atau struktur kalimat yang tidak runtut yaitu Keterangan waktu, Obyek, Subyek dan Predikat

Ing kono weruh ana botjah wadon umur 10 tahuan metu nggawa baki, isi rudjak degan rong gelas, kang bandjur didjupuk dening Supini, diselehake ing medja, sidji kanggo Hardjita lan sidjine kanggo Supini dewe. (KK hal 29)
Susunan kalimat ini tidak runtut dan struktur kalimat tersebut adalah Keterangan tempat, Subjek, Obyek, dan Predikat

Wusana sawidjining wektu naika wong-wong lagi mikir-mikir apa bener apa swara wong nangis. (KK hal 33)
Kalimat tersebut susunan kalimatnya atau struktur kalimat berdasarkan EYD nya adalah Predikat, Subyek, Obyek dan keteranagn
                                            
Lagi tekan semono gagasane Hardjita, mbakjune akon madang. (KK hal 45)
Susunan pada kalimat ini tidak runtut berdasarkan EYD yang benar, susunan kalimat tersebut adalah Keterangan, Subyek, dan Obyek

Ora wetara suwe mbakjune mlebu, bandjur lungguhing patidur (KK hal 45)
Kalimat ini susunannya tidak runtut

Ora wetara suwe keprungu swaraning kentong runda nudju ,ubeng. (KK hal 52)
Susunan pada kalimat ini adalah Keterangan, Predikat, Obyek

Ing kono saka grumbulan djemeul wong 2 uga manganggo sarwa ireng mlumpat menjang dalan (KK hal 55)

Sawise ngreming buron sawetara, runda nerusake lakune lan Hardjita lumaku arep menjang kelurahan. (KK hal 52)
Pengarang menggunakan susunan kalimat yang tidak sesuai dengan EYD yang benar agar menunjang pada cerita

Ing pandapa ana wong 4 kang lagi ngobrol, lan sidji lagi turu (KK hal 57)
Kalimat ini mempunyai struktur yang tidak runtut yaitu Keterangan tempat, Subyek, Predikat
                                      
Ing omahe Pak Surasedana katone ija sepi (KK hal 58)
Kalimat ini struktur kalimatnya adalah Keterangan tempat, Subyek, Predikat

Nalika aku sekolah ing Tandjungkarang manggon ana daleme embah Kadji Mardjuki, dek semana Hardjita wiwit tuwuh tresnane (KK hal 61)
Kalimat ini menunjukkan satu titik pada kejadian yang terjadi

Esuke wajah sore deweke teka dalan bareng karo Wartini (KK hal 61)
Pada kalimat ini menunjukkan ke satu titik peristiwa

Nalika si djabang motah utawa ngomoli bijung bapa lan sabandjure(KK hal 63)
Kalimat ini menggunakan struktur kalimat yang tidak runtut

Wiwit bengi mentas ngimpi sirahe bandjur krasa ngelu, awake prampang kudu muntah-muntah (KK hal 68)
Pada kalimat ini memfokuskan pada satu titik kejadian

Sawise pada lungguh maneh, Wartini njaritakake marang Hardjita jen Nany kuwi putrane R.Djajautama (KK hal 77)

Ing wajah sore ngarepake magrib, nalika kamase kanda jen panglamare ora ketampa (KK hal 87)
Struktur kalimat ini adalah Keterangan waktu pada kalimat ing wayah sore, Subyek pada kalimat nalika kamase Predikat pada kalimat jen panglamare ora ketampa
 
Ana ing panggonan lija ana tjetjak mau oleh pangan, bisa njarap kaper, bandjur digondol mlaju. (KLK hal 92)
Pada kalimat ini pengarang ingin memfokuskan pada satu titik kejadian yang terjadi

Kira-kira jam setengah 2 awan Hardjjita isih tenguk-tenguk lungguh kursi        (KK hal 94)
Susunan kalimat tersebut adalah Keterangan waktu, Subjek, Predikat, Objek

Tekan ing omahe Nawawi sing diparani nudjub ana ing latar lagi njigari blungkang kanggo kaju (KK hal 96)
Struktur kalimat ini tidak sesuai dengan EYD yang runtut dan benar

Sawise magrib Hardjita budal netepi apa djandjine nanging ora ndjundjug omahe mitrane (KK hal 102)
Susunan pada kalimat ini adalah Keterangan waktu, Subyek, Predikat, dan Obyek

Ing Tandjiungkarang ing sawidjining toko beras kang rame wong-wong njambutgawe ngudunake beras (KK hal 110)
Kalimat ini susunan strukturnya tidak runtut yaitu Keterangan tempat, Subjek, predikat

Bengi iki peteng rembulan durung ndadari, lintang-lintang abjar ing tawang,(KK hal 122)
Kalimat tersebut memfokuskan pada satu peristiwa yang dipaparkan oleh pengarang

Ing pandapa ana swara gumrenggeng, swaraning wong rembugan (KK hal 131)
Struktur kalimat ini tidak runtut

Wingi sore sawise surup rep, nggledah omahe Kasantiti (KK hal 134)
Struktur kalimat tersebut adalah Keterangan waktu, Predikat, Objek, subjek

Wis rong sasi Hardjita anggone njambutgawe ing Tandjungkarang (KK hal 137)
Kalimat ini struktur kalimatnya adalah Keterangan wkatu Subjek, Prdikat

Nudju sawidjining dina minggu isih esuk Hardjita lunga menjang panggonane Wartini ing Panengahan (KK hal 140)
Memfokuskan pada kejadian yang dituju

Ing medja sisihe ana wong telu ngobrol disambi mangan katjang (KK hal 150)
Kalimat ini juga memfokuskan pada satu peristiwa yang sedang terjadi

Wiwit sore Wartini ana ing kamare tansah mmemikir (KK hal 162)
Struktur kalimat ini adalah Keterangan waktu, Subjek, Obyek, Predikat

2.42    Kalimat Panjang
Kalimat panjang oleh Chapman (1973:45) merupakan kalimat rangkaian sejumlah kalimat yang tak terbatas yang berhubungan secara sintagmatik
Kalimat panjang bisa digunakan untuk menggambarkan sifatatau watak tokoh agar supaya lebih jelas

*      Analisis pada Novel Kembang Kantil  
Kalimat tersebut menggambarkan desa Gadingredja
Wit-witan anjaritakake karahardjaning desa, sawah kang amba angilak-ngilak bisa agandakake wis pirang ewu ton pari kang diasilake, ora keri kuburan ija turun carita wis pira manungsa kang dikubur ing kono, wong tuwa, lanang lan wadon, botjah lan baji, djalaran saka katradjang ing lelara malaria (panas), disentri (getih-umbel), lan sapanunggalane (KK. hal 5)

Kalimat ini juga menggambarkan desa Gadingredja
Kedjaba samubarang kang kasebut iku mau, dalan gede kang lentjeng saka wetan mangulon nradjang desa Gadingredja, bisa aweh dedongengan, nalika alas gede ing kono dibabad digawe desa transmigrasi, mung grobag sapi kang ngambah : bandjur mundak taun doibetjiki-didandani-dipasangi watu digiling, nganti kena kanggo liwat montor sing alus, angler mlakune meh-meh ora krungu swaraning mesin.(KK hal 5)

Kalimat ini menggambarkan kondisi desa Gadingredja
Gadingredja kang wiwit sadurunge djaman perang wis misuwur ing saindenging Lampung, sawidjining desa patanen kang loh-djinawi, murah sandang lan pangan, subur kang sarwa tinandur, murah kang sarwa tinuku, babar kang sarwa sinebar, masarakate ajem tentrem, ora ana sing tjetjongkrahan lan tjetjengilan, kena digawe tulada desa transmigrasi lija-lijane. (KK hal 6)
Kalimat ini menggambarkan sifat tokoh Pak Tjarik
Malah Pak tjarik anggone ngutjap sabisa-bisa njingkiri tembung kang galik-galik kaja p0ujangga njandra kaendahaning alam, utawa kaja ki dalang njandra busanane Raden Gatotkatja satrija ing pringgadani nudju arep napak gegana. (KK hal 9)

Kalimat ini menggambarkan suasan desa pada masa penjajahan belanda
Kala lurah ingkang rumijin inggih taun 1949 ingkang kepengker,nalika dusun punika dados laladan patroli Welandi, teka dusun aman lan tentrem, tidak ada tetek-bengek, tidak ada maling, tetapi…eh nanging sapunika saben djam wolu sonten utaei jam sanga, kentong dipun iringi pandjeritipun  tijang alok maling utawi kobongan.(KK hal 11)


Kalimat ini menggambarkan sifat tokoh
Sareh anggone sesorah nanging gregele sadjak anteng kaja dening banju kang djero lan kaeh iwake, mengkono uga Mas Muljasedana, senadjan anteng nanging mentjorong tjahyane mratandani jen prijaji tengah tuwuh kang kebak sesurupan. (KK hal 13)

Kalimat ini menggambarkan kondisi saat rapat
Witjarane sedeng, solah tingkahe sadjroning medar sabda ora akeh, jen kepeksa nganggo basa sing isih durung dingerteni ing akeh ia ndandak diteliti, diterangake nganrti gamblang. njanging nengsemake lan prasadja, (KK hal 14)

Kalimat ini menggambarkan keadaan suatau negara
Jen sawidjining negara ana pembrontakan pamarenrah ora teka nggolekio apa sababe rakjat mbelela, apa djalaran saka padjeg, apa djalaran saka apa-apa.
(KK hal 14)

Kalimat ini menjelaskan suatu kejadian
Wusana bab memedi kula boten saged matur, djer kula pijambak taksih kesamaran, punapa inggih tijang tilar donja punika saged dados lelembut angreridu ingkang gesang? (KK hal 16 )

Kalimat panjang ini menggambarkan tokoh
Ki amantusup prijaji sepuh mau, brengose wis putih memplkak katok agawe tindaking tjahjane, kaja dadi pratanda djero ing babagan kalungidan lan kasidan.(KK hal 18)

Kalimat menggambarkan salah satu tokoh
Wong-wong bandjur pada eling, jen Ki Amantusup iku, kedjaba kaum uga mulang ngadji ana ing masdjid, durung suwe anggone leren dadi guru agama, lagi wetara nem sasen ngono. (KK hal 20)

Kalimat ini menggambarkan seseorang
Lagi raampung kanda mangkono, ana sawidjining kenja manganggo rok putih, kendit abang, klabangane rambut nganggo pita abang, njedaki Pak Tjarik, bandjur kanda lirih. (KK hal 20)

Menggambarkan suatu keadaan tempat
Dalan gede katone sepi, kaja kang lagi ketaman sedih, dene Sang Hjang Surja ngatonake panguwasane marang saisining djagat, ora ana mendung kang wani lumawan marang krodane.(KK hal 23)

Menggambarkan tokoh Hardjita
Hardjita dudu warga ning polisi malah durung tau njambutgawe ana ing kapolisian mung sawidjining pinituwane para muda kang kadjen keringan lan disujudi wargane (KK hal 24)

Menjelaskan suatu kejadian yang menyebabkan kalimat ini panjang
Ing batine teka le adjeg prasadja, ora neng kuta ora neng desa, adjeg kudungan, klabangane rambut katon tanpa pita kaja tali kendo sadjak arep udar, rok idjo dikenditi abang, tangane njangking tas tjilik, lan lakune alon, anggone napak dlamakane sadjak ngati-ati, supaja ora ketjotjog paku, utawa barang landep, awit ora selopan utawa sepaton. (KK hal 25)

Menggambarkan suatu tempat
Hardjita wis serep teka ing kono, nanging kaja adat sabene deweke njawang sanduwuring lawang, ana pigura aksara Arab kang unine : lailaha illallah Muhammad Rasullah, sanduwuring tjantelan klambi gumantung gambar kaabah kang direngga ing tulisan Arab. (KK hal 26)

Kalimat ini hanya menggunakan satu tanda baca titik
Wong mlarat duwe djarik salembar rong kembar nek digondol maling, ija entek kaqbeh, arep utang ora ana sing ngendel.(KK hal 27)

Kalimat ini dimaksudkan untuk mengingatkan tentang amal yang dilakukan
Pandung punika rak namung mendet amalipun tijang ingkang boten emut, tegesipun manawi anggenipun tilem ngantos boten mireng kresek lan kresek mawi gedjlugipun tijang ndjugil siti. (KK hal 27)

Menggambarkan sifat Supini
Tumrape Supini, sarehne wis oleh wulangan agama, ija ngadji ana madrasah, mula teguh banget rumeksa marang kasusilaning diri, ewa samono dajane malah nenangi marang serenge para nonoman kang lagi nedeng tumambirang. (KK hal 29)

Menggambarkan seorang anak berumur 10 tahun
Ing kono weruh ana botjah wadon umur 10 tahuan metu nggawa baki, isi rudjak degan rong gelas, kang bandjur didjupuk dening Supini, diselehake ing medja, sidji kanggo Hardjita lan sidjine kanggo Supini dewe. (KK hal 29)

Hanya ada satu titik dalam kalimat  
Tanda jekti kang awujud njata, tegese barang utawa lelakon iku njata, kena digrajang utawa kasatmata. (KK hal 31)

Merupakan penarasian atau cerita yang digunakan pengarang
Ing kono tuwuh gagasane bandjur eling gegambaran memedi, awit saka kono ana tetmbungan memedi lan djalaran saka nglanguting gagasan, udjug-udjug mak bedengus bandjur ana sawidjining rerupan wong brewok, sijunge mingis-mingis kaja arep medot-medotna gulu, mrengenges ing ngarepe. (KK hal 31-32)

Menjelaskan tentang berperilaku yang baik
Jen nudin lelaku kudu sing ikhlas, adja mung eling marang kasusilane omah ndjenggarang, kebo, sapi, lan pitike, sawah, tegal, lan lijane utawa eling duwe kekasih utawa bagus durung kaleksanan sinembat ing akrama, utawa isih gelem-gelem nepsu marang mungsuhe djalaran durung bisa males ukum-iki panemuku lho-pesating njawa saka raga angglambja ora bisa metu dalan sadjatining pati, temahan atmanasar. (KK hal 33-34)

Menggambarkan kejadian
Malah jen kaya Ratih, Sumbrada lan Bonawati ngono ora dibutuhake dening satrija mau, awit mung wudju wajang walulang kang digambar mirnig lan disungging, aju mung djalaran dipulas, bisane obah lan dadi dadi lakon mung saka djalaran ki dalang. (KK hal 34)

Menggambarkan perilaku tokoh
Nonoman loro mau ora tau tjetjongkrahan, beteke karo-karone pada bisa mong-kinemong angerti lan bisa matesi marang kamardikaning pasrawuhgan . (KK hal 37)

Menjelaskan kejadian pada zaman jepang
Pait getire nalika dadi punggawa djaman djepang taun 1944 pada dirasakake, kedjaba njambutgawe ija kudu ubet lan pinter laku dagang, golek srempetan lan sapanunggalane. (KK hal 38)

Menggambarkan atau menunjukkan pekerjan salah satu tokoh
Amatsukemi iku dudu prijaji kang njambutgawe ana ing kantoran utawa dadi saudagar. (KK hal 40)

Menunjukkan peran tokoh
Ismail jaiku arane botjah mau, anake Amatsukemi dadi kaprenah keponakane Hardjita. (KK hal 42)




Menggambarkan tokoh Ismail
Mula Ismail ja lulut menjang Hardjita, awit deweke bisa narik botjah djalaran saka dedongengan lan dedolanan, kajata glindingan tilas ikal-ikalan bolah, wajang nam-naman gagang godong pohong lan sapanunggalane. (KK hal 41)

Menjelaskan suatu kejadian
Har wong djenenge uwong, ja ana sing dewu pengira sing ora-ora, mengko ana sing ngira jen kamasmu kuwi ora anggatekake lan ora bisa mernahake menjang adi ipe (KK hal 45)

Menjelaskan suatu hal
Nanging kosok baline, senadjan wong kang ora sugih, waton wis pada rudjuk, pada senenge saijeg saekapraja ing sabarang gawe abot pada disangga, enteng pada ditjangking, pait-getir pada dirasake, ruwed pada dipikir, sih ingasihan, gelem ngalah salah sidji jen nudju pada gredjegan, kuwi aku ngira jen anggone bale omah bisa tentrem (KK hal 46)

Hanya ada satu tanda baca koma dan titik
Hardjita terus mlaju ngojak sawidjining rerupan kang gede duwur manganggo sarwa ireng, rambut dawa djore njutupi geger, ikete marok Punaraga (KK hal 48)

Menggambarkan fisik
Mripate amba mblalak, alise ketel, brengose nutupu lambe nduwur, bandjur mrenges katon untu lan sijunge kaja arep medot-medotan gulu. (KK hal 50)

Menjelaskan sebuah perumpamaan
Tandange Hardjita tjukat trengginas kaja manuk sikatan, prigel, mendak ndjendjak, gregah ndupak, sarta njepak, tangane nangkisi djotosan kang arep tumeka, disambi nempling (KK hal 56)

Merupakan cerita yang digunakan pengarang untuk menjelaskan suatu yang dirasakan oleh tokoh
Supini mandeng paturon, amben kang diwangun kaja tempat tidur, klambune sumilak katon bantal lan gulinge, urunge putihb sinulam kembang-kembangan, seprene kasur rendan nglembreh mans=gisor, sadjak duwe pangaribawa narik kenja kang lagi lungguh deleg-deleg (KK hal 60)

Menjelaskan suatu kejadian yang dialami tokoh
Supini nekat arep nerak kaluputan, awit panemune jen wis uwal saka blenggu mau, lagi kelakon bisa urip bebarengan karo Hardjita, bandjur asrah tobat marang kang Mahakuwasa, djer Allah ija paring kaludangan marang kawulane kang wis tau gawe piala lan bandjur mertobat ing Pandjenengane (KK hal 64)

Hanya ada satu tanda baca titik yang ketika dibaca akan menjadikan kalimat ini panjang
Supini ija bandjur narima apa kang dadi kareping wong tuwane, mbok manawa wis dadi pepastening awake, mula ija bakal dadi bodjo lurah( KK hal 63)

Menggambarkan tempat
Omahe gede magrong-magrong, sawahe ptrang-pirang bau, tegale djembar, sugih, lan jen bengi ing pandapane didjaga ing kantja runda, repeng jen tetembungan ura-ura, wangsalan lan bebanjolan (KK hal 63)

Merupakan penggambaran watak atau sifat tokoh
Dasare Hardjita ija pinter nglangi, kekasihe bandjur dibelani njandak blabag kang tinemu kampul-kampul ing satjedake kono (KK hal 67)

Menjelaskan suatu kejadian
Barang kang digawa awudjud duwit, barang mas inten arupa kalung, peniti lan ana sawetara maneh lija-lijane, djam tangan lan keris, malah manuke kutut loro dipateni (KK hal 68)

Menjelaskan perbedaan antara masyarakat desa atau kolot dengan masyarakat moderen
Wonten ingkang dipun wastani kolot ing sajektosipun taksih ageng paedahipun tumrap bangsa kita, makaten ugi kita ingkang dipun wastani moderen punika ugi wonten. (KK hal 76)

Banyak menggunakan tanda baca koma untuk menjelaskan suatu kejadian atau yang lainnya
Adja ning kena apus bae, ija wanita mituhu, marang guru laki nurut apa sing dadi kakrepane, jen disrengeni arepa bener utawa luput mung kudu meneng, kudu nrima, ora kena mangsuli saketjap-ketjapa, wose aku ngarani harus tunduk ditelapak kaki suami (KK hal 80)

Menjelaskan atau menggambarkan suatu tempat  
Dalan sing sidji tumudju marang kabegjan , nanging ana pepalang kang gede ija iku anggering kasusilan, lan hawa napsune, sidjine maneh mung kepenak lan angira bae, jaiku kang tumudju marang djuranging budi pekerti njata (KK hal 82)

Merupakan penarasian atau berupa gagasan pengarang untuk tokoh
Pikirane Hardjita krasa ndjibeg sadela nanging ngerti jen isih ana sangarepe Supini, mula bandjur enggal tata lungguh maneh kaja ora ana kedadean apa-apa malah duwe gagasan arep njelani debate para kenja murih salin sing dirembug (KK Hal 82)

Merupakan cerita yang dilakukan oleh pengarang untuk menjelaskan kejadian yang sedang dirasakan oleh tokoh
Kaja apa remuking pikire Hardjita nalika iku, ing wajah sore ngarepake magrib, nalika kamase kanda jen panglamare ora ketampa, djalaran wis kedisikan Kadji Durahman, kanggo anake dewe Lurah Darmin. (KK hal 87)

Menjelaskan keadaan suatu tempat
Nanging akeh bae botjah kang pasrawungane karo botjagh asli kana, bandjur basa djawane sadjak kesingkur, kanggone mung karo kulawargane dewe, bapa bijung lan sapanunggalane (KK hal 84)

Menjelaskan suatu perkara yang sedang dialami
Pantjen Har, akeh wong kang kejungjun marang gebyaring ndjaba, gebjar kana kasatmata, melik kasugihan lan kasinggahan kang ingaran dradjat, semat lan kramat nganti bisa nggingsirake batin lan ngedohake watak kastrijane (KK hal 89)

Kalimat ini menggunakan tanda baca titik hanya satu
Lire Sri Batara Kresna anggunakake kanepsone sarana triwi krama, dadi djleg awudjud raseksa segunung anakan gedene, agawe gegering Kurawa Ngastina kang arep mikut pandjenengane (KK hal 91)

Menjelaskan suatu kejadian
Pantjen njata ing bab aboting sesanggane tumrap katentremaning desa, miturut karampunganing rapat ewadene durung bisa ngrampungi malah kasundul bab kang wigati ngenani pribadine kaja sega kang isih diadeopake bandjur direbut ing lijan yaiku babagan isih katresnane marang Supini (KK hal 94)

Dalam kalimat ini hanya ada satu tanda baca titik. Hal ini yang menjadikan kalimat ini panjang
Jen wong mung mikir marang kebutuhane nganti ora ngelingi marang kebutuhanening masyarakat apa maneh kuwadjiban wis ditampani, kuwi ndjeneng ora betjik (KK hal 101)

Menjelaskan sesuatu kejadian yang terjadi
Rerupan mau muntjul maneh, nanging bandjur ngumpet maneh, Hardjita ngira jen kuwi bangsane maling utawa buron kaja kang wis tau diweruhi, mula bandjur terus diintip (KK hal 105)

Menjelaskan sikap atau pekerjaan yang dilakukan salah satu tokoh
Anggone manggul pantjen wasis lan prigel, karung kang kebak beras saka truk bandjur senggreng ditampani ing pundak bandjur dipanggul nganggo dotjantol karo tjantol wesi, lan bandjur dideleh ana sawidjining panggonan kang pantjen disadjikake kanggo kuwi (KK hal 110)

Kalimat ini merupakan cerita
Pikire Hardjita bandjur eling nalika deweke isih botjah, djaman Walanda weruh ing gedong konterilan Kotabumi, rame-rame wong-wong Landa pada dangsah, awak tjaket raket (KK hal 113)

Merupakan sebuah penjelasan
Radio dipateni, ira suwe ana sawidjining wanita metu nggawa inuman bir rong botol karo gelase loro tumumpang ing baki bandjur diselehake ing medja, tutupe dibukak lan diiling ana ing gelas (KK hal 116)

Menjelaskan kejadian yang dilakukan tokoh
Kegawa saka ademe, Hardjita kruget-kruget kaja lagi arep mbenakake kemule, nanging bandjur nolah-noleh ngiwa nengen, ndelog ing podjok kamar, kamar kono ana medja tjilik taplake sulaman, kursine sidji lan dijane teplok kang urube mbleret. (KK hal 127)

Hanya ada satu tanda baca titik yang dimana jika dibaca menyebabkan kalimat ini panjang
Jen dina minggu apa maneh kapinudjon sekolah-sekolahan ngarepake liburan, akeh kang pada darmawisata mrono (KK hal 142)

Kalimat ini merupakan penjelasan suatu kejadian
Hardjita isih eling marang weling mau, kaja sawidjining dalan tumudju marang katentremaning pikir, utawa sawidjining tamba kang marekake lelara (KK hal 139)

Merupakan penarasian yang dlakukan pengarang untuk menjelaskan apa yang sedang dilakukan atau dirasakan tokoh  
Wartini meneng bae apa kandane nonoman kang ana sisihe kuwi ora narik kawigaten, malah mandeng adoh mangulon, ketara lamat-lumating daratan kang gunung-gununge katon biru putjuke kasuput ing pedut (KK hal 144)

Menjelaskan suatu hal
Kita urip wiwit baji, dadi botjah diwasa djaka apa prawan, bandjur dadi bapa apa bijung, tuwa lara, waras, lara, mati, ora luput saka alam. (KK hal 146)

Menjelaskan apa yang dilakukan tokoh
Wartini mantuk-mantuk klaro mesem, sikile ditjelup-ditjelupake ing banju bandjur diangkat, ditjelupake maneh, diangkat dikipat-kipatake (KK hal 148)

Menjelaskan suatu kejadian
Sing ditakoni ora mangsuli, mung njandak menu kang gumletak ing medja, bandjur diteliti Wartini uga megosake awake saka kursine melu nliti, kaja wadja gerilja lagi nliti gambar-gambar dalan kanggo nggampur mungsuh.(KK hal 150)

Menerangkan suatu hal
Sing sidji nelakake, jen guru mono sawidjining pagawean utama, bisa madangi pepeteng, mulang botjah bodo dadi pinter, tur blandjane luwih lumajan katimbang njambutgawe ana kantor pemerintah bagean administrasi (KK hal 151)

Menceritakan tentang sifat Wartini yang orangnya rapi
Lemari menga katon perangan ndjero, sandangane Wartini temata betjik, djarik pada djarik, klambi pada klambi, rok pada rok, sing kanggo padinan karo ing wektu lelungan dewe-dewe panggonane, anduk, sepre, urung bantal lan sapanunggalane temata apik, dadi jen arep ndjupuk sandangan wis tjumawis ana panggonane dewe-dewe, ora ndadak ngongkrah-ongkrah (KK hal 155)

Menjelaskan suatu kejadian
Patine Sujatmi bisa dadi dalan padanging prakara kuwi, anggone njamar dadi memedi awit bebrajan Gadingredja isih akeh sing ngandel marang kotok-onggrok (KK hal 158)

Menerangkan kejadian yang sudah terjadi
Sawise sidang disekores sadela, bandjur pangadilan ja kuwi pangarsaning parepatan mau, nibakake ponis, telung taun dikundjara marang Waris, rong taun marang Hardjatjakil lan rong taun marang Kasantiti (KK hal 160)

Menerangkan atau mengungkap kejadian yang sedang terjadi
Anehe maneh, lha sing mati wong wadon, teka memedine lanang, gagah, brewok, kuwi sanadjan ngugemlanane memedi, ija djeneng ora nalar (KK hal 161)

Kalimat ini jika dibaca memang cukup panjang karena menjelaskan suatu hal
Pantjen wis sangang dina kapungkur, jaiku wiwit bebarengan ana ing Pandjang, pada lelungguhan ana ing watu ing sagara Teluk Lampung liru pikiran bab kanjataan batin disambi njawang kaendahing alam tjitrane Hardjita tjumitak ana ing pikire Wartini katon ngegla (KK hal 163)

Kalimat ini merupakan penarasian untuk aebuah peristiwa
Sakala pikire Wartini bali marang kadadean kang sataun  kepungkur, nalika uga kepedotan tresna, bandjur nandingake mbok menawa ora pati beda karo resa rusaking pikire kang direrudjit dening katresnan malah kepara luwih tatu pikire Hardjita tinimbnag deweke dewe, djer Wartini durung pati bgujod tresnane kaja Hardjita marang Supini (KK hal 164)

Disini hanya menggunakan satu tanda baca koma sehingga menjadikan kalimat ini panjang
Bola-bali pikire marang Hardjita kadang-kadang ngrasa ngeres marang pepastene, bandjur salin ngakoni kaluhuraning pakaritas, malah sok-sok bandjur arep ngeblak blaka mratelakake katresnane (KK hal 165)

Menggambarkan apa yang sedang dirasakan tokoh
Raine putjet kaja mori kinumbah, mripate tjowong rambute ngrembjak nutupi saperanganing bantal, tangane kiwa ditumpangake ana pangkone mbok Sura, kang tengen ana ing sadjroning kemul (KK hal 175)

Pada kalimat ini pengarang sedikit menggunakan tanda baca koma, sehingga kalimat ini menjadi panjang
Kabeh sing bijen bisa ditindakake, tjangkem bisa diutjapake lan kanggo ngrasakake, irung kanggo ngambu lan rasaning ndjero, saiki wis pada ontjal (KK hal 178)

2.43    Kalimat Pendek
Kalimat pendek merupakan rangkaian sejumlah kata yang berhubungan secara sintagmatik dan gramatikal. Kalimat pendek dimaksudkan untuk menggambarkan suasana terkejut, bingung, marah panik, gugup dan lain sebagainya.
·         Analisis pada novel

Djer kabeh mau bangsa kita (KK hal 16).
Kalimat pendek ini menggunakan tanda baca yang memang sedikit

Dadi ora ana enteke (KK hal 18)
Merupakan kalimat yang memang sangat pendek

Wah, iki ngaso apa pije, tjarike!Parepatan kendel sakedap ngaso? Ngaso apa bibar? Sesampunipun ngaso ladjeng bibaran (KK hal 20)
Merupakan perkataan salah satu tokoh.

Iki mau saka ngendi, nak Har ? saking dalemipun Pak Tjarik. Bapak tindak pundi ? anu mau saka Pasar Mminggu bandjur terus njang Tandjungkarang nggawa tembako. (KK hal 26-27)
Merupakan percakapan antara Hardjita dengan ibunya Supini

Wah Mas Hardjita. Empun dangu le rawuh mas? Lagi sawetara. Kowe saka ngendi? Adjeg mawon, saking tegal njambutdamel. (KK hal 28)
Merupakan percakapan antara Hardjita dan Radija adiknya Supini

Ajo mas diundjuk, lowung kanggo tamba ngelak,” ora kok mung trima lowung, malah ketrima banget” (KK hal 30) percakapan Hardjita dan Supini

Apa bener Sujatmi dadi memedi? Bandjur nangis? (KK hal 31)
Ini merupakan kalimat dari ucapan Hardjjita

Sup apa, kowe wis solat duhur ? uwis kok, mau mau mentas solat bandjur menjang warung” o, ja wis,” (KK hal 32)
Percakapan Hardjita dan Supini

Har? Apa ju ? kowe kuwi pije ta Har? Lho pije ana apa?
Merupakan percakapan Hardjita dengan kakaknya

Apa iki sing diarani memedi? Tangan papat? Sijunge mrenges? Apa njata ana memedi? (KK hal 51)
Merupakan suara hati

Kabeh pada sijaga. Kang njenter wis ngunus golok. Sidjine ngambat rujung. Sidjine maneh nedya ngupruk karo kentongan (KK hal 52)
Kalimat ini merupakan narasi

Hardjhita menggok mangulon. Dalan gede sepi. Ambune kembang-kembang ing kuburan wangi katijug angin ngidit. (KK hal 53)
Kalimat ini banyak menggunakan tanda baca titik untuk mengakhiri sebuah kalimat

Ewasemono kang ndjotos tiba dewe, djalaran sikile ketepang mungsuhe. Wong topengazn mau enggal nubruk. (KK hal 54)
Menggambarkan kejadian

Darmin? Lurah enom kang mentas kepaten bodjone? Duda enom? (KK hal 61)
Supini berbicara dalam hatri

O Mas Har, teka semono gedening tekad lan katrenamu. Ija sup, mula kau ora arep malangi marang babegjaning wong. Mas Har..iku dudu karepku. (KK hal 65)
Merupakan percakapan Hardjita dan Supini

Awakmu panas , Sup? Nguntala aspro ja ? uwis kok pak. O, ja wis krukup bae, ben metu kringete. (KK hal 69)
Percakapan antara ibunya Supini dengan Supini

Wis kok mbok, ning isih krasa rada lemes. Kowe kuwi kaget. Mau bengi ngimpi apa? Ora ngimpi apa-apa. Lah kok djerit-djerit. (KK hal 72)
Percakapan antara Supini dengan ibunya

Kepinterane bae apa, wong ija mung Hardjita, sawidjining buruh pabrik. Apa ija maling lan sabangsane kaja ngono wedikaro wong kaja ngana. (KK hal 73)
Merupakan omongan ibunya Supini

Sakala Supini lan Nany salaman. Getering tangan kang sesalaman minangka sesambunganing djiwa, linut esem lan ulat manis. Nany njopot katjamatane ireng karo njebutake djenenge (KK hal 74)
Merupakan narasi

Sesrawungan? Kita urip ing donja kamardika. Lan dilahirake iki ija kanti kamardikan. Mula ija kudu mardika (KK hal 75)
Merupakan perkataan Nany yang sangat pendek

Aku ki pangling temenan, teka.. teka moderen! Ah, apa ija. Aku ngarani adjeg bae. (KK  hal 78)
Merupakan percakapan Hardjita dengan Nany

O. ija mesti bae Indonesia. Lengganan kalawarti apa? Anu. Penjebar semangat. (KK hal 83)
Merupakan pertanyaan yang diajukan oleh Hardjita

Mas Har. Djeng arep kondur sore. Ija ning nek oleh bis. Ajo ta dolan njang Karang. Tandjungkarang? Terus njang Djakarta ja kena. (KK hal 97)
Percakapan antara Hardjita dan Nany

Aku dina iki ja ora lunga-lunga. Marsini lagi ,menjang Gedongtataan. Mau bengi ora katon, apa kowe lagi ngelu (KK hal 96)
Banyak menggunakan tanda baca titik sehingga menyebabkan kalimat pendek

Sing dadi djalarane. Supini arep dipek bodjo Lurah Darmin. Dadi djiwani ing wektu iki lagi lemes (KK hal 103)
Merupakan narasi yang dilakukan pengarang

Sandi! Kowe sapa? Hardjita! O, dik Hardjita. Endi Nawawi? Embuh aku uga nggoleki. Ning apa perlune kowe ngintip ing omahe Pak Kadji. (KK hal 106)
Merupakan percakapan antara Sandi dan Hardjita

Listrik wis murub. Kuta Tandjungkarang pating klentjar padang.(KK hal 111)
Kaimat ini menggunakan satu tanda baca koma

Mas Har. Ajo mampir! Bareng ! ajo! Aku tak nguntji kamar disik (KK hal 112)
Merupakan  percakapan antara Hardjita dengan Nany

Wis dibajar piro gelang iki ? sampun Rop 250. Bandjur sing Rp 300.? Ula njagakaken njambut saking ndara den rara. Sing adal sapa ? parmin tilas tangga tjelak (KK hal 117)
Merupakan percakapan Hardjita dengan Sastramuljana
 
Endi maneh malinge? Ming loro? Embuh.(KK hal 119)
Percakapan antara Hardjita dengan Nawawi

Tlaten temen! Tumbaken bae. Ajo! Nawawi botjah wingi sore maneh tak anggepa! Ko (KK hal 124)
Merupakan omongan atau ucapan salah satu tokoh

Iku aku sing kudu gede panarimaku, djeng. Pada-pada. Nanging. Nanging keprije.? Ora krasa loro kok. (KK hal 129)
Merupakan percakapan Wartini dengan Hardjita

Gelang lan djam tangan wis ana kantor polisi Durenpalung. Gelangku. Ija. Kapan bisane didjupuk, mas? Kudu ngenteni karampunganing pangadilan anggone ngadili badjingan kuwi. Ah djeng, iki dinea minggu ta> dene sliramu sliramu ana desa? (KK hal 130)
Merupakan percakapan antara Hardjita dan Wartini

Ora sida menjang Tegineneng mas! Ora sida? Genea? Ely wis budal wingi sore, disusul. Aku ija durung weruh omahe ana sisih ngendi. (KK hal 140)
Merupakan percakapan Hardjita dengan Wartini

Ora tampa ulem saka Gading mas. Saka sapa? Supini. Laki ? ija. Oleh Lurah Darmin ? bener. Ora. Apa kowe diulemi ? ija. (KK hal 141)
Merupakan percakapan Hardjita dengan Wartini

Hardjita ndingkluk karo singsat-singsut. Sikile ndjedjak wedi (KK hal 149)
Hanya ada satu tanda baca titik yang menyebabkan kalimat pendek

Hardjita lan Wrtini munggah. Wong-wong kang arep menjang Gruntang, pahoman. Tandjungkarang ija munggah (KK hal 153)
Kalimat ini jika dibaca menjadi kalimat pendek
Wanita iku Bu Santa, bodjone Pak Santawiguna sawidjining kondektur sepur. Kenja mondok ana kono wetara wis setaun. (KK hal 154)

Mbak, mbak, kae lho mas Har. Ja bene, aturana lenggah bae disik. Wah bungah banget aku. Ndjamoni apa njekoki! (KK hal 156)
Meupakan percakapan antara Hardjita dengan Adiknya

Ana Waris ora ngadjokake pleidol? Ora. Dadi sidang sapisan sapisan wis rampung ( KK hal 160)
Pada kalimat ini hanya sedikit menggunakan tanda baca koma, dan ini juga merupakan percakapan dan sebuah pertanyaan. Biasanya sebuah pertanyaan menggunakan kalimat yang pendek

Djaman lumaku terus. Ing donja pantjen ora ana sing langgeng. Kabeh bisa owah gingsir (KK hal 164)
Pada kalimat ini tidak menggunaka tanda baca koma dan setiap kalimat terdiri 3-7 kata

Mas, Supini larane banget temenan. Malah Radija ngingklik marani kjaine Amatusup. Dukna ? (KK hal 174)
Merupakan percakapan antara Hardjita dan Wartini

Luwih pirang-pirang dina malah pirang-pirang minggu. Desa Gadingredja wis pulih (KK hal 170)
Kalimat ini struktur kalimatnya tidak runtut

Beda ing panggonane Amatsukemi. Tontonan ludrug mung disenengi dening para nonoman (KK hal 171)
Pada kalimat ini tidak menggunaka tanda baca koma dan setiap kalimat terdiri 4-7 kata

Dadi ora kaja ana ing kota. Dasare mangsa matjul sanisan. (KK hal 172)
Kalimat ini jika dibaca menimbulkan efek pada kalimat pendek atau menjadikan kalimat tersebut menjadi kalimat pendek

Lailaha illallah Muhammad rasullah. Nak njebut nak, njebut nuwun pinaringan waras. Sup, pije kowe iki Sup, dene kowe kok kaja ngono (KK hal 177)
Nanging mas, keprije mitra kita Nany ? embuh aku ora tau tanpa kabar. Aku ora ngerti lan durung ngerti kedadeane deweke (KK hal 179)
Percakapan antara Hardjita dan Wartini
2.5  Gaya Bahasa
Gaya bahasa secara umum terbagi menjadi empat yaitu (1) gaya bahasa perbandingan, (2) gaya bahasa sindiran, (3) gaya bahasa penegasan, dan (4) gaya bahasa pertentangan. Dalam novel Kembang Kantil pengarang menggunakan gaya bahasa apa saja


1.       Personofikasi
Pada gaya bahasa ini memberikan watak atau sifat kepada yang bukan manusia kepada manusia
Gegodongan ora katon obah kaja lagi prihatin bakal ngalami petenging bengi kang kebak wewadi. (KK hal 40). Biasanya yang dapat merasakan prihatin itu hanya manusia bukan daun.

2.      Hiperbola atau melebih-lebihkan
Gaya bahasa yang menunjukkan atau membesar-besarkan atau melebih-lebihkan suatu perkara atau benda. Dalam novel Kembang Kantil.
Wit-witan anjaritakake karahardjaning desa, sawah kang amba angilak-ngilak bisa agandakake wis pirang ewu ton pari kang diasilake, ora keri kuburan ija turun carita wis pira manungsa kang dikubur ing kono.(KK hal. 5)
Dalam kalimat diatas pengarang menggunakan gaya bahasa yang bermajas Hiperbola yaitu melebih-lebihkan suatu hal. Dalam konteks di atas menunjukkan seolah-olah wit-witan atau tanaman itu bisa bercerita, sawah bisa memberi tahu apa yang sudah dihasilkannya, dan kuburan yang juga bisa bercerita.

Kaja apa nelangsane dalan nalika semana, kaja-kaja ndjeri-ndjerita, djalaran saka ora betah ngrasakake panandange. (KK hal 5-6)
Dalam kalimat tersebut pengarang menggunakan gaya bahasa yang bermajas seolah-olah jalan itu bisa bicara dan bisa merasakan keaskitan

3.      Gaya Bahasa Penegasan
Gaya bahasa penegasan merupakan suatu gaya yang memberi penegasan atau penekanan kepada sesuatu yang hendak disampaikan. Contoh gaya bahasa penegasan dalam novel Kembang Kanti
3.1  Pleonasme
Pleonasme merupakan suatu gaya yang mencoba memberi penegasan kepada kata-kata sebelumnya dengan berasaskan kepada sifat-sifat kata itu sendiri, meskipun kata-kata tersebut tidak perlu disebut lagi. Gaya ini juga disebut sebagai gaya bahasa berlebihan. Contoh pada novel Kembang Kantil
Panase sumelet,(KK hal 23). kemedjan putih memplak (KK hal 23). Tjilik tjekli (KK hal 25). Disini kata sumelet menegaskan bahwa panas itu semakin panas. Kemudian kata tjekli juga menegaskan bahwasanya sudah kecil tambah kecil.

3.2  Enumarasia
Yaitu suatu corak gaya bahasa yang bersifat penguraian sesuatu peristiwa atau keadaan yang sengaja dipisah-pisahkan. Hanya digambarkan suatu persuatu agar lebih hidup dan lebih nyata. Contoh pada novel Kembang Kantil
Ing wajah sore srengenge arep surup, pratanda awan bakal genanti bengi. Ing kulon tjahaja abang mbaranang isih njunari alam, sadjak pamli marang saisining djagat, lan aweh pamrajoga murih pada ngaso saka pagaweane. Pada kalimat tersebut menggambarkan suasana pada waktu sore hari  

2.6  Citraan
Citraan adalah gambar-gambar dalam pikiran melalui bahasa yang menggambarkannya ( Alternbernd dalam Pradopo, 1993:80), sedangkan setiap gambar pikiran disebut citra atau image.
Menurut Pradopo (1993:81), gambaran pikiran adalah sebuah efek dalam pikiran yang sangat menyerupai gambaran yang dihasilkan oleh penangkapan kita terhadap sebuah objek yang dapat dilihat oleh mata, saraf penglihatan, dan daerah-daerah otak yang berhubungan. Selanjutnya Pradopo membagi citraan menjadi beberapa jenis, yaitu (a) visual imagery, (b) auditory imagery, (c) movement imagery, dan (d) local colour.
Menurut Pradopo citraan terbagi menjadi 4 yaitu
a.       Visual imagery merupakan citraan yang ditimbulkan oleh indra penglihatan (mata).
b.      Auditory imagery merupakan citraan yang ditimbulkan oleh indra pendengaran (telinga)
c.       Movement imagery merupakan citraan yang menggambarkan sesuatu yang secara nyata tidak bergerak tetapi digambarkan mampu bergerak.
d.      Local colour merupakan citraan yang ditimbulkan oleh warna local atau warna setempat.

a.       Citraan Penglihatan
Citraan yang ditimbulkan oleh indra penglihatan (mata). Citraan ini merupakan jenis citraan yang paling sering digunakan penyair. Citraan ini mampu memberikan rangsangan kepada indra penglihatan sehingga hal-hal yang tidak terlihat menjadi seolah-olah terlihat.
Contoh citraan penglihatan pada Kembang Kantil adalah
Ing wajah sore srengenge arep surup, pratanda awan bakal genanti bengi. Ing kulon tjahaja abang mbaranang isih njunari alam, sadjak pamli marang saisining djagat, lan aweh pamrajoga murih pada ngaso saka pagaweane. Menggambarkan suasana atau pada waktu sore hari dan kemudian akan beranjak malam hari.  

b.      Citraan pendengaran
Citraan yang berhubungan dengan kesan dan gambaran yang diperoleh melalui indra pendengaran. Citraan ini dihasilkan dengan menyebut atau menguraikan bunyi suara

Contoh pada novel Kembang Kantil
Wartini mbukak lemari krekk swaraning kuntji (KK hal 155)
Dikantjing djekelek (KK hal 91)
Pada kalimat tersebut seolah-olah memberikan efek suara.

2.7  Tataran Teks
a.       Judul Novel
Judul novel ialah Kembang Kantil  (KK). Pemilihan judul ini menggambarkan isi dari novel yang dikaji. Kata Kembang Kantil merupakan nama dari salah satu macam kembang yang biasanya digunakan untuk dupa dan untuk ziarah kubur yang memberikan efek menakutkan. Dalam novel ini dikaji bahwa ada maslah memedi atau hantu yang gentayangan

b.      Isi teks
Novel yang ditulis oleh Senggono pada tahun 1965an yang tebal bukunya adalah 179halaman. Novel ini mempunyai jalan cerita dengan alur maju. Semuanya beralur maju dengan latar belakang tempat di desa Gadingredja, Lampung Kidul. Novel inimenceritakan bahwa di desa Gadingredja mendapatkan klilip atau musibah yaitu adanya memedi atau hantu yang bergantayangan yang dapat emncuri dan membakar rumah, adanya memedi itu dikaitkan dengan meninggalnya istri Lurah Darmin yang bernama Sujatmi. Salah satu tokoh yaitu tidak suka dengan Lurah Darmin karena dia sirik dengan Darmin yang menjadi Lurah karena pada waktu dia mencalonkan tidak dipilih. Akhirnya maslah yang selama ini terjadi terungkap dan memedi atau hantu yang dapat mencuri dan membakar rumah tersebut hanyalah perbuatan dari tokoh yang tidak suka dengan Lurah Darmin.
Bagian I
Pengarang menceritakan
a.       Desa Gadingredja berada di pringsewu kabupaten Lampung
b.      Desa Gadingredja sebelum jaman perang merupakan desa yang loh djinawi
c.       Sudah 3 minggu desa Gadingredja ada masalah atau klilip yaitu adanya memedi yang menjadi resahnya masyarakat
d.      Memedi yang ada di desa Gadingredja dikaitkan dengan meninggalnya Sujatmi yaitu istri Lurah Darmin secara tiba-tiba

Bagian II
a.       Salah satu pemuda Gadingredja yang bernama Hardjita tidak begitu mempercayai adanya memdi atau hantu penasaran
b.      Supini yang juga merupakan masyarakat Gadingredja mempercayai adanya klilip tersebut
c.       Supini mempercayai hal tersebut karena tuhan tidak hanya menciptakan manusia saja tapi juga menciptakan setan atau makhluk halus


Bagian III
a.       Hardjita tinggal bersama kakaknya yang bernama Amatsukemi sekalian
b.      Kakaknya Hardjita menanyakan kepada Hardjita tentang pernikahan yang sampai sekarang belum menikah
c.       Hardjita belum siap untuk menikah karena merasa belum cukup mapan untuk menikah
d.      Ketika sedang berbicara dengan kakaknya Hardjita melihat sesosok yang aneh
Bagian IV
a.       Supini merasa bingung karena dia dijodohkan oleh orang tuanya
b.      Supini mempunyai perasaan kepada Hardjita
Bagian V
a.       Klilip tersebut akhirnya terungkap yang menjadi klilip itu adalah Kang Waris
b.      Orang tua Supini menerima lamaran Lurah Darmin
c.       Hardjita merasa dikhianati oleh temannya sendiri yaitu Lurah Darmin yang akan memperistri Supini
Bagian VI
a.       Hardjita merasa patah hati dan menjalankan hubungan dengan Wartini
b.      Hardjita merasa mempunyai perasaan kepada Wartini
Bagian VII
a.       Hardjita mendapatkan kabar bahwa Supini sakit keras
b.      Supini merasa tersiksa dan merindukan Hardjita
c.       Kang Waris dan teman-temannya mendapatkan hukuman yang setimpal dengan perbuatan yang dilakukannya
Bagian VIII
a.       Hardjita menjenguk Supini yang sedang sakit
b.      Ajalnya Supini sudah semakin dekat

Bagian IX
a.       Hardjita akhirnya menikah dengan Wartini
Bagian X
a.       Akhirnya Supini meninggal dunia

0 komentar:

Posting Komentar