PARIKAN JAWA
1. Parikan Sebuah Idola Jawa
Kata pantun (bahasa jawa krama ) sering diterjemahkan ke
dalam bahasa jawa ngoko menjadi pari. Artinya berbagai hal tentang pari.
Parikan berarti sejajar dengan pantun, maka di dalamnya harus ada sampiran (ancang-ancang)
bicara, dan isi (kandungan) makna berikutnya.
Yaiku unèn-unèn mawa
paugeran telung warna yaiku :
·
kadadèn saka rong ukara kang dhapukaké nganggo purwakanthi guru
swara
·
saben saukara kadadean saka rong gatra
·
ukara kapisan mung minangka purwaka; déné isi utawa wosé
dumunung ing ukara kapindho.
Tuladha: Tawon madu, ngisep
sekar. (ukara kapisan, 2 gatra). Calon Guru, kudu sabar (ukara kapindho, 2
gatra). Gunane purwaka (ukuran kapisan) mung dianggo narik kawigatené wong kang
nedya sikandhani utawa dipituturi. Perluné, supaya ing sadurungé ukara kang isi
utawa “wosé” dikandhakaké, wong sing nedya dikandhani wis ketarik atiné,
satemah banjur nggatekaké, bisa ngerti temenan marang maksudé ukuran kang isi
“ngese” (ukara kapindho). Karena parikan ini termasuk atau merupakan tradisi
lisan rakyat jadi tidak jelas siapa penciptanya atau anonim
Sampiran diakhiri dengan pedhotan alit dan isi diakhir dengan
pedhotan ageng. Hubungan sampiran dan isi sejajar tak ada yang lebih dominan
atau penting, keduanya saling mengisi membentuk sebuah estetika. Dengan kata
lain pantun dan parikan sebenarnya memiliki ciri-ciri yang senada. Keduanya
memiliki struktur sampiran dan isi. Sampiran adalah kata-kata awal yang
membutuhkan jawaban (isi).sampiran dan isi harus selaras bunyi vokal dan
konsonannya. Contohnya buah manggis buah kedondong (sampiran) ada sms dibaca dong (isi)
Parikan merupakan genre puisi rakyat yang khas, meskipun
demikian parikan tergolong puisi jawa tradisional tembang para, artinya aturan
yang digunakan tidak terlalu ketat. Parikan juga sering digunakan dalam pentas
seni yaitu gara-gara wayang kulit, dagelan kethoprak, kentrung, jathilan, dan
sebagainya yang dimanfaatkan sebagai wahana ekspresi.
Dari segi makna dan fungsi parikan ada beragam parikan dalam
masyarakat jawa yaitu sebagai berikut
1. Sebagai ekspresi jiwa susah
Contoh
Kaya ngapa rasane tape
Kaya bengkoang ginawe
rawon
Kaya ngapa rasane wong
ora duwe
Kaya wayang gawe lakon
Parikan diatas
menggambarkan keadaan jiwa seseorang yang kurang mampu. Dia amat merasakan
keberadaan dirinya yang sangat kekurangan berbagai hal yang diibaratkan seperti
wayang yang dibuat satu lakon dalam pementasan wayang yang harus ikut setiap
gerakan sang dhalang. Yang menurutnya itu sudah tidak bisa diubah lagi,
ungkapan semacam Ini merupakan pelarian agar menyenangkan diri lewat parikan.
2. Sebagai kontrol sosial
Tak ibaratna lampune
lilin
Mobat mabit kesilir angin
Ora gampang dadi pemimpin
Dikoreksi rakyat sing
miskin
Perikan tersebut
ditujukan kepada pemimpin bangsa yang seharusnya simpati terhadap dunia bawah
yang selalu kekurangan. Batas kesenjangan ekonomi biasanya yang menjadi bahan
pijakan.
Hal ini menunjukkan
sebuah ekspresi protes sosial. Fungsi folklor itu amat penting sebagai alat
kontrol sosial.
3. Sebagai sindiran
Cecak kecemplung lenga
Tewas macak ora sida
lunga
theklek kecemplung kalen
Tinimbang golek aluwung
balen
Berdasarkan makna dan
fungsinya parikan tersebut merupakan sastra lisan masih mempunyai fungsi yang
jelas dalam masyarakat. Namun demekian untuk memahami fungsi parikan yang
tergolon sastra lisan memerlukan pemikiran yang kritis
4. Sebagai ekspresi ilmu sejati
Parikan juga ada kalanya
membeberkan ilmu sejati yakni tentang kesempurnaan hidup.
Contoh parikan kentrung
Ten pisah maring wong
lanang
Randha durung peputra
Tindakane maring gunung
Welanjar durung akrama
Siti pinendhem sajroning
bumi
Banyu kelem sajroning
toya
Prawan ayu rupane
Parikan tersebut
merupakan bentuk ilmu tua banyak menggunakan parikan yang menuju pada
pencapaian hidup purna. Melalui perumpaman (isbat)
Si kesut mengitari jagat
dan si buta menghitung bintang adalah gambaran hidup manusia. Dengan bekal budi
dan nalar akan dapat menyebabkan orang bisa tahu ilmu wadhag yaitu kosmologi
jawa tentang alam semesta. Kosmologi meupakan ilmu yang mempelajari struktur
dan sejarah alam semesta dalam skala besar
Orang tuna rungu memikul
air dan mencari api merupakan gambaran orang jawa yang mencapai pada ngelmu
yang sejati. Pada waktu mencari ilmu harus siap wadhah atau batin yang bersih
karena bekal kebersihan atau kesucian merupakan bekal awal yang harus dibawa
agar mudah dalam mencari ilmu.
5. Sebagai estetika gending
Fungsinya untuk
memperindah alunan gending
Sinom parijatha
Parikan ini sering
dimanfaatkan untuk senggakan atau selingan dalam gending. Senggakan semacam itu
selain dapat memprindah nuansa gending juga akan memercikan ajaran-ajaran
kejawen. Makna dari senggakan tersebut merupakan ajaran moral jawa yaitu
a. Manusia jangan mempersulit pihak lain
dalam konteks diajak ora gelam ditinggal golong koming maksudnya adalah ketika
orang diajak tidak mau ditinggal sakit hati, seharusnya manusia jangan pernah
mempersulit pihak lain jika diajak seseorang jawab dg jelas ya dan tidaknya
jangan mempersulit atau membingungkan orang lain.
b. Diharapkan agar mempunyai jiwa yang
sabar aja dha kesusu
c. Manusia yang telah malang melintang
hal ini dimaksudkan untuk menggugah semangat bahwa orang yang berusaha keras
akan memetik hasilnya yang diungkapkan dalam senggakan ngana aja ngana
d. Merujuk pada sikap manusia hendaknya tahu
diri. Hal ini dimaksudkan
Perbandingan parikan dan pantun
Ø Di dalam pantun terdapat aturan yang
mengikat, sedangkan dalam perikan tidak terdapat aturan yang mengikat
seperti dalam pantun harus ada 4 baris
dan bersajak ab=ab. Parikan tidak memiliki aturan baris ataupun sajaknya
Ø Hal yang sama juga tampak dalam bidang prosa. Hal ini terlihat dalam
salah satu cerita pendek
0 komentar:
Posting Komentar