parikan jawa

Selasa, 14 Januari 2014



PARIKAN JAWA
1.     Parikan Sebuah Idola Jawa
Kata pantun (bahasa jawa krama ) sering diterjemahkan ke dalam bahasa jawa ngoko menjadi pari. Artinya berbagai hal tentang pari. Parikan berarti sejajar dengan pantun, maka di dalamnya harus ada sampiran (ancang-ancang) bicara, dan isi (kandungan) makna berikutnya.
Yaiku unèn-unèn mawa paugeran telung warna yaiku :
·         kadadèn saka rong ukara kang dhapukaké nganggo purwakanthi guru swara
·         saben saukara kadadean saka rong gatra
·         ukara kapisan mung minangka purwaka; déné isi utawa wosé dumunung ing ukara kapindho.
Tuladha: Tawon madu, ngisep sekar. (ukara kapisan, 2 gatra). Calon Guru, kudu sabar (ukara kapindho, 2 gatra). Gunane purwaka (ukuran kapisan) mung dianggo narik kawigatené wong kang nedya sikandhani utawa dipituturi. Perluné, supaya ing sadurungé ukara kang isi utawa “wosé” dikandhakaké, wong sing nedya dikandhani wis ketarik atiné, satemah banjur nggatekaké, bisa ngerti temenan marang maksudé ukuran kang isi “ngese” (ukara kapindho). Karena parikan ini termasuk atau merupakan tradisi lisan rakyat jadi tidak jelas siapa penciptanya atau anonim
Sampiran diakhiri dengan pedhotan alit dan isi diakhir dengan pedhotan ageng. Hubungan sampiran dan isi sejajar tak ada yang lebih dominan atau penting, keduanya saling mengisi membentuk sebuah estetika. Dengan kata lain pantun dan parikan sebenarnya memiliki ciri-ciri yang senada. Keduanya memiliki struktur sampiran dan isi. Sampiran adalah kata-kata awal yang membutuhkan jawaban (isi).sampiran dan isi harus selaras bunyi vokal dan konsonannya. Contohnya buah manggis buah kedondong (sampiran) ada sms dibaca dong (isi)
Parikan merupakan genre puisi rakyat yang khas, meskipun demikian parikan tergolong puisi jawa tradisional tembang para, artinya aturan yang digunakan tidak terlalu ketat. Parikan juga sering digunakan dalam pentas seni yaitu gara-gara wayang kulit, dagelan kethoprak, kentrung, jathilan, dan sebagainya yang dimanfaatkan sebagai wahana ekspresi.
Dari segi makna dan fungsi parikan ada beragam parikan dalam masyarakat jawa yaitu sebagai berikut
1.     Sebagai ekspresi jiwa susah
Contoh
Kaya ngapa rasane tape
Kaya bengkoang ginawe rawon
Kaya ngapa rasane wong ora duwe
Kaya wayang gawe lakon

Parikan diatas menggambarkan keadaan jiwa seseorang yang kurang mampu. Dia amat merasakan keberadaan dirinya yang sangat kekurangan berbagai hal yang diibaratkan seperti wayang yang dibuat satu lakon dalam pementasan wayang yang harus ikut setiap gerakan sang dhalang. Yang menurutnya itu sudah tidak bisa diubah lagi, ungkapan semacam Ini merupakan pelarian agar menyenangkan diri lewat parikan.

2.     Sebagai kontrol sosial
Tak ibaratna lampune lilin
Mobat mabit kesilir angin
Ora gampang dadi pemimpin
Dikoreksi rakyat sing miskin

Perikan tersebut ditujukan kepada pemimpin bangsa yang seharusnya simpati terhadap dunia bawah yang selalu kekurangan. Batas kesenjangan ekonomi biasanya yang menjadi bahan pijakan.
Hal ini menunjukkan sebuah ekspresi protes sosial. Fungsi folklor itu amat penting sebagai alat kontrol sosial.


3.     Sebagai sindiran
Cecak kecemplung lenga
Tewas macak ora sida lunga

theklek kecemplung kalen
Tinimbang golek aluwung balen

Berdasarkan makna dan fungsinya parikan tersebut merupakan sastra lisan masih mempunyai fungsi yang jelas dalam masyarakat. Namun demekian untuk memahami fungsi parikan yang tergolon sastra lisan memerlukan pemikiran yang kritis

4.     Sebagai ekspresi ilmu sejati
Parikan juga ada kalanya membeberkan ilmu sejati yakni tentang kesempurnaan hidup.
Contoh parikan kentrung
Ten pisah maring wong lanang
Randha durung peputra
Tindakane maring gunung
Welanjar durung akrama

Siti pinendhem sajroning bumi
Banyu kelem sajroning toya
Prawan ayu rupane

Parikan tersebut merupakan bentuk ilmu tua banyak menggunakan parikan yang menuju pada pencapaian hidup purna. Melalui perumpaman (isbat)
Si kesut mengitari jagat dan si buta menghitung bintang adalah gambaran hidup manusia. Dengan bekal budi dan nalar akan dapat menyebabkan orang bisa tahu ilmu wadhag yaitu kosmologi jawa tentang alam semesta. Kosmologi meupakan ilmu yang mempelajari struktur dan sejarah alam semesta dalam skala besar
Orang tuna rungu memikul air dan mencari api merupakan gambaran orang jawa yang mencapai pada ngelmu yang sejati. Pada waktu mencari ilmu harus siap wadhah atau batin yang bersih karena bekal kebersihan atau kesucian merupakan bekal awal yang harus dibawa agar mudah dalam mencari ilmu.

5.     Sebagai estetika gending
Fungsinya untuk memperindah alunan gending
Sinom parijatha
Parikan ini sering dimanfaatkan untuk senggakan atau selingan dalam gending. Senggakan semacam itu selain dapat memprindah nuansa gending juga akan memercikan ajaran-ajaran kejawen. Makna dari senggakan tersebut merupakan ajaran moral jawa yaitu
a.     Manusia jangan mempersulit pihak lain dalam konteks diajak ora gelam ditinggal golong koming maksudnya adalah ketika orang diajak tidak mau ditinggal sakit hati, seharusnya manusia jangan pernah mempersulit pihak lain jika diajak seseorang jawab dg jelas ya dan tidaknya jangan mempersulit atau membingungkan orang lain.
b.     Diharapkan agar mempunyai jiwa yang sabar aja dha kesusu
c.      Manusia yang telah malang melintang hal ini dimaksudkan untuk menggugah semangat bahwa orang yang berusaha keras akan memetik hasilnya yang diungkapkan dalam senggakan ngana aja ngana
d.      Merujuk pada sikap manusia hendaknya tahu diri. Hal ini dimaksudkan

Perbandingan parikan dan pantun
Ø Di dalam pantun terdapat aturan yang mengikat, sedangkan dalam perikan tidak terdapat aturan yang mengikat seperti  dalam pantun harus ada 4 baris dan bersajak ab=ab. Parikan tidak memiliki aturan baris ataupun sajaknya 
Ø  Hal yang sama juga tampak dalam bidang prosa. Hal ini terlihat dalam salah satu cerita pendek

0 komentar:

Posting Komentar