teori sastra

Kamis, 12 Desember 2013



Sastra sebagai semiotik
            Kehidupan sebenarnya adalah tanda-tanda, kata para ahli semiotik Sastra adalah system tanda. Tanda ( sign ) dipelajari dalam semiotik. Semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda sastra juga merupakan sistem tanda karena sebenarnyalah alat komunikasi untuk menyampaikan gagasangagasan dari penulis kepada pembaca, namun demikian gagasan itu tidak disampaikan secara langsung dan disampaikan melalui kemasan (baca:manipulasi)bahasa sehingga bersifat tidak langsung,ambigu, dan intuitif inilah sifat sastra sejatinya.
            Tanda (sign) memiliki dua aspek yaitu penanda (signifier) danm petanda (signified) penanda itu bersifat semena-mena (arbitrer) tergantung konvensi pemakainya. Petanda adalah aspek bentuk sementara penanda adalah aspek isi (konsep) penanda bersifat manasuka. Pandangan ini sebenarnya diilhami dari pandangan De Saussure seorang ahli bahasa. Peirce membagi tanda ke dalam tiga golongan, jika dilihat dari hubungan antara yangmenjadi penanda dan yang ditandai (petanda). Tanda yang memiliki kemiripan hubungan disebut ikon.
            Jenis tanda yang kedua adalah index yaitu hubungan penanda dan petanda merupakan hubungan sebab akibat contohnya adalah api dan asap, mendung dan hujan. Jenis ketiga adalah symbol. Jenis ini tidak memiliki hubungan secara langsung ataupun sebab akibat. Hubungannya bersifat konvensi dan semena-mena. Yang termasuk symbol adalah bahasa. Sastra ditulis dengan bahasa jadi sastra merupakan system semiotic. Namun bahasa yang digunakan adalah bahasa khas sehingga memahaminya melalui konvensi bahasa dan sastra
            Teuw (1984) menyarankan bahwa untuk memahami sastra melalui konvensi bahasa,sastra dan budaya. Kaidah linguistik digunakan untuk memahami teks sastra pada langkah awal selanjutnya, teks dipahami dengan konvensi sastra dan langkah akhir dipahami dengan konvensi budaya.

Berbagai pendekatan dalam sastra
            Abrams (1981) dalam the mirror and the lamp menyatakan bahwa sastra sebagai sarana komunikasi dapat didekati dari aspek yaitu universe atau semesta, ekspresi,pragmatik, dan objektif atau karya itu sendiri. Pendekatan semesta atau mimesis adalah pendekatan yang menekankan pada segi alam semesta. Karya sastra disebut baik jika membayangkan alam semesta atau tiruan alam. Teori-teori yang muncul adalah teori lan Watt tentang sastra sebagai cermin masyarakat atau teori Grebstein tentang sastra sebagai dokumentasi budaya.
            Pendekatan mimesis dirintis oleh Plato tahun 470an SM yang berpandangan bahwa kenyataan sebenarnya hanyalah tiruan karena yang hakiki
            Pendekatan pragmatik menekankan bahwa karya sastra disebut baik jika memiliki fungsi bagi masyarakat. Pendekatan ini menekankan pada segi pembaca dan sebenarnya hamoir sama tuanya yaitu munculnya tulisan Horatius yang menyatakan bahwa sastra haruslah dulce et utile indah tapi juga menyenangkan atau bermanfaat. Pendekatan ini memunculkan teori seperti tepri resepsi sastra iser,estetikaresepsi jauss
            Pendekatan ekspresif menekankan pada segi pengarang selaku pencipta. Teori yang muncul dalam pendekatan ini terutama didominasi oleh psikologi tokoh.
            Pendekatan yang terakhittr dalah pendekatan objektif  menekankan segi objeknya yaitu karya sastra sebagai sesuatu yang otonom. Karya sastra adalah peristiwa bahasa yang otonom dan memiliki makna yang absolut. Munculnya pendekatan ini diilhami oleh buku Saussure yang melahirkan gerakan strukturalisme. Teori ini dilengkapi oleh filsafat hermeneutik dan strukturalisme sebagai teori sekaligus dapat digunakan sebagai metode analisis dan pendektan terhadap karya sastra. Kelemahan strukruralisme yang mengasingkan segi sosial dan sejarahnya dilengkapi oleh semiotik. Teori ini dapat digunakan sebagai pendekatan sekaligus sebagai metode analisis

0 komentar:

Posting Komentar