makalah Stilistika

Selasa, 10 Desember 2013



Makalah Stilistika
Penganalisisan Pada Puisi




      Penyusun
                Sarah Khisniyah
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2013

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta karuniaNya kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah Pengkajian Puisi yang membahas tentang “Penganalisisan Puisi dalam Strata Norma dan Ketidaklangsungan Ekspresi” dengan tepat waktu. Di dalam makalah ini berisikan tentang apa itu puisi, analisis strata norma, ketidaklangsungan ekspresi, dan puisi sebagai karya seni. Sehingga saya bisa mengetahui tentang puisi secara mendalam dan dapat menganalisis puisi dengan tepat.
Saya sadar banyak kesalahan pada makalah ini, saya mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca. Semoga makalah ini dapat berguna bagi kita semua
Saya memohon ma’af apabila dalam penulisan makalah ini banyak kesalahan. Akhir kata saya ucapkan terima kasih.



                                                                                                            Semarang, 24 Oktober 2013


Penyusun
                                                                              
                                                                                                                                                      
BAB I
Pendahuluan
Puisi sebagai salah satu jenis sastra merupakan pernyataan sastra yang paling inti. Dari dahulu sampai sekarang puisi merupakan pernyataan seni sastra yang paling baku. Karena kemajuan masyarakat dari waktu ke waktu selalu meningkat maka corak, sifat, dan bentuk puisi selalu berubah mengikuti perkembangan selera dan kemajuan intelektual yang selalu meningkat. Oleh sebab itu di waktu sekarang wujud puisi semakin kompleks dan semakin sukar untuk dipahami.
Puisi mempunyai sifat, struktur, dan konvensi-konvensi yang khusus. Oleh karena itu untuk memahaminya prlu dimengerti dan dipelajari konvensi-konvensi dan struktur puisi tersebut. Pengkajian puisi ditujukan untuk semua kalangan, baik para pelajar SLTA, mahasiswa, guru, dosen sastra maupun masyarakat pada umumnya.
Pengkajian puisi terbagi menjadi 2 bagian yaitu
*      Bagian 1 adalah analisis struktur puisi berdasarkan lapis-lapis normanya yang merupakan fenomena puisi yang ada.
*      Bagian II adalah mempelajari puisi secara kebulatan yaitu menganalisis sajak satu per satu, membicarakan kaitannya antarunsur dan sarana-sarana kepuitisannya.
Dengan adanaya puisi pengkajian Bagian 1 dan Bagian II diharapakan dapat dipahami dan dipelajari secara analisis dan keutuhannya, dengan demikian diharapkan akan didapatkan pemahaman puisi yang sedalam-dalamnya.
Tujuan pembuatan makalah yaitu
a.      Mengetahui tentang puisi
b.      Dapat mengetahui puisi dapat dikaji dari bermacam-macam aspeknya
c.       Dapat menganalisis sebuah puisi berdasarkan strata norma
d.      Mengetahui jika puisi sebagai karya seni
                                                                                                        
Dalam pemahaman tentang penganalisisan puisi yang dibahas dalam makalah ini menggunakan refrensi dari buku pengkajian puisi dari Rahmat Djoko Pradopo.
PEMBAHASAN
2.1Pengertian
Puisi adalah struktur yang tersusun dari bermacam-macam unsur dan sarana-sarana kepuitisannya. Puisi dapat dikaji dari sudut kesejarahannya, bahwa sepanjang sejarah dari waktu ke waktu selain ditulis puisi juga dibaca orang. Hal ini mengingat hakikatnya puisi sebagai karya seni yang selalu terjadi ketegangan antara konvensi dan pembaharuan (inovasi) (Teuw, 1980L:12).
Menurut Altenbernd (1970:2), puisi merupakan pendramaan, pengalaman yang bersifat penafsiran (menafsirkan) dalam bahasa berirama. Samuel Taylor Coliredge mengemukakan puisi itu adalah kata-kata terindah dalam susunan terindah. Penyair memilih kata-kata  yang setepatnya dan disusun secara sebaiknya-baiknya. Jadi puisi merupakan mengekspresikan pikiran yang membangkitkan perasaan, yang merangsang imajinasi panca indera dalam susunan yang berirama. Semua itu merupakan sesuatu yang penting ynag diekspresikan, dinyatakan dengan menarik dan memberi kesan.
Dalam ilmu sastra (poetika) sesungguhnya hanya ada stau istilah yaitu puisi, istilah itu mencakup semua karya sastra, baik prosa maupun puisi. Hal ini disebabkan bahwa sesungguhnya perbedaan prosa dan puisi itu sifatnya hanya berderajat saja kepadatannya. Padat karya disebut puisi, sedangkan yang tidak padat disebut prosa. Puisi merupakan hasil aktivitas memadatkan.
*      Puisi itu Karya Sastra
Puisi sebagai karya seni itu bersigat puitis. Kata puitis disini dimaksudkan adalah bahwa puisi sudah mengandung nilai keindahan yang khusus untuk puisi. Unutuk mengetahui kepuitisan puisi terlebih dahulu diketahui unsur-unsur pembentuk puisi, supaya pengatahuan tentangnya dapat lebih mendalam.


2.11Analisis Puisi Berdasarkan Strata Norma
Puisi (sajak) merupakan sebuah struktur yang kompleks, maka untuk memahaminya perlu dianalisis sehingga dapat diketahui bagian-bagian serta jalinannya secara nyata. Dikemukakan oleh Wellek (1968:150) puisi adalah sebab yang memungkinkan timbulnya pengalaman setiap individu.
Seorang filsuf Polandia di dalam bukunya Das Literarische Kunstwerk (1931) ia menganalisis puisi berdasarkan norma-norma itu adalah sebagai berikut.
1.      Lapis Bunyi (sound stratum)
Ketika seseorang membaca puisi, maka yang terdengar adalah rangkaian bunyi yang dibatasi oleh jeda panjang, agak panjang, dan panjang. Suara sesuai konvensi bahasa disusun sedemikian rupa hingga menimbulkan sebuah makna. Lapis bunyi dalkam sajak itu ialah semua satuan bunyi yang berdasarkan konvensi bahasa tertentu. Dalam puisi pembicaraan lapis bunyi haruslah ditujukan pada bunyi-bunyi atau pola bunyi yang istimewa yaitu dmaksudkan agar mendapatkan efek puitis.
Lapis bunyi menjadi dasar timbulnya lapis yang kedua yaitu Lapis Arti.

2.      Lapis Arti (units of meaning)
Lapis arti disini berupa rangkaian fonem, suku kata, kata, frase, dan kalimat. Rangkaian kalimat menjadi alinea, bab, dan bab keseluruhan cerita ataupun keseluruhan sajak.

3.      Lapis ketiga
Lapis ketiga ini berupa objek-objek yang dikemukakan, latar, pelaku dan dunia oengarang. Dunia pengarang adalah ceritanya yang merupakan dunia yang diciptakan oleh si pengarang. Ini merupakan gabungan dan jalinan antara objek-objek yang dikemukakan, latar, pelaku, serta laurnya.

4.      Lapis keempat
Roman Ingarden menambahkan dua lapis norma lagi yang menurut Wellek dapat dimasukkan dalam lapis yang ketiga yaitu
A.      Lapis ‘’dunia’’ yang dipandang dari titik pandang tertentu yang tak perlu dinyatakan, tetapi terkandung dalmnya (implied). Sebuah peristiwa dalam sastra dapat dikemukakan atau dinyatakan, bahkan pada peristiwa yang sama. Misalnya pintu berbuny halus dapat memberi sugesti wanita atau watak wanita dalam si pembuka pintu itu hati-hati.
B.      Lapis metafisis (Lapis Kelima)
Lapis ini berupa sifat-sifat metasis (yang tragis, yang mengerikan, dan yang suci). Dengan sifat-sifat ini seni dapat memberikan renungan kepada pembaca, akan tetapi tidak setiap karya sastra dalamnya terdapat lapis metafisis.
            Analisis strata norma dimaksudkan untuk mengetahui semua unsur karya sastra yang ada. Dengan demikian akan dapat diketahui unsur-unsur pembentuknya dengan jelas. analisis strata norma harus ditingkatkan ke analisis semiotik (karya sastra sebagai sistem tanda). Tiap-tiap unsur karya sastra itu mempunyai makna. Sehingga akan didapatkan makna sepenuhnya.
2.12Ketidaklangsungan Ekspresi Puisi
Analisis struktural yang digabungkan dengan semiotik disebut strukturalisme dinamik (Teuw, 1983:62). Hal ini untuk mengatasi keterbatasan strukturalisme murni yang perspektif tinjauannya yang sepenuhnya tidak dapat menangkap relevansi eksistensial dan makna historis.
Puisi merupakan sistem tanda tingkat kedua yang mempergunakan medium bahasa. Sastra merupakan sistem tanda yang mempergunakan bahasa yang sudah merupakan sistem tanda sebelum dipergunakan dalam sastra. Oleh karena itu bahasa merupakan sistem tanda tingkat pertama yang suda mempunyai arti dan mempunyai konvensi sendiri karena bahasa merupakan lembaga masyarakat. Jadi dalam sastra ada konvensi bahasa yang nerupakan konvensi diluar sastra dan konvensi sastra sendiri yang disebut konvensi tambahan. Konvensi tambahan ini diantaranya adalah konvensi bahasa kiasan, persajakan, pembagian bait, enjabement (perloncatan baris), dan tipografi (susunan tulisan)
Ketidaklangsungan pernyataan puisi menerut Rifaterre (1978:2) disebabkan oleh tiga hal yaitu
1.      Penggantian arti (displacing)
Penggantian arti ini merupakan ketidaklangsungan ekspresi yang disebabkan oleh
Metafora dan metonimi atau sering menggunakan bahasa kiasan. Hal ini disebabkan metafora dan metonimi yang merupakan bahasa kiasan yang sangat penting, sehingga dapat menggantikan bahasa kiasan yang lainnya. Metafora merupakan bahasa kiasan yang tidak mengganti suatu hal dengan menggunakan kata pembanding. Metonimi merupakan bahasa kiasan yang digunakan dengan memakai nama atau ciri orang atau sesuatu hal yang bertantauan dengannya.
Secara umum dalam pembicaraan puisi bahasa kiasan seperti perbandingan, personifikasi, dan metomini itu biasa disebut dengan metafora meskipun sesungguhnya metafora berbeda dengan kiasan yang lain, mempunyai sifat sendiri. Metafora itu melihat sesuatu dengan perantaraan hal atau benda lain.

2.      Penyimpangasn Arti
Menurut Rifaterre penyimpangan arti terjadi apabila dalam sajak ada ambiguitas, kontradiksi, ataupun nonsense.

a.      Ambiguitas
Dalam puisi sebuah kata-kata, frase, dan kalimat mempunyai arti ganda yang menimbulkan banyak tafsir atau ambigu. Dengan ambiguitas puisi memberikan kesempatan kepada pembaca untuk memberikan arti sesuai dengan asosiasinya. Dengan demikian setiap kali sajak dibaca selalu memberikan arti baru.              Julia Kristeva mengemukakan bahwa dalam puisi arti tidak terletak ‘’dibalik’’ penanda (tanda bahasa), seperti sesuatu yang ‘’dipikirkan’’ oleh pengarang, melainkan tanda (kata-kata itu) menjanjikan sebuah arti yang harus diusahakan diproduksi oleh pembaca.

b.      Kontradiksi
Dalam sajak modern banyak mengandung ironi yaitu salah satu cara menyampaikan maksud secara berlawanan atau berbalikan. Ironi ini biasanya untuk mengejek sesuatu yang keterlaluan. Ironi ini menarik perhatian dengan cara membuat pembaca berpikir.
Kontradiksi disini juga mengandung pertentangan yang disebabkan oleh paradoks. Paradoks disini dimaksudkan adalah berupa pernyataan yang berlawanan dengan dirinya sendiri atau pendapat umum, tapi kalau diperhatikan secara sungguh-sungguh mengandung suatu kebenaran.

c.       Nonsense
Nonsense merupakan bentuk kata-kata yang secara linguistik tidak mempunyai arti sebab tidak terdapat dalam kosakata. Nonsense ini menimbulkan asosiasi-asosiasi tertentu, menimbulkan arti dua segi, menimbulkan suasana aneh, suasana ghaib ataupun suasana lucu.

3.      Pencptaan Arti
Penciptaan arti terjadi (Rifaterre 1978:2) apabila ruang teks berlaku sebagai pengorganisasian untuk membuat tanda-tanda keluar dari hal-hal ketatabahasaan yang sesungguhnya secara linguistik tidak ada artinya. Misalnya simitri, rima,  enjabement atau ekuivalensi-ekuivalensi makna diantara persamaan-persamaan posisi dalam bait (homologues). Penciptaan arti merupakan kepuitisan yang berupa bentuk visual yang dalam linguistik tidak memiliki arti, tetapi menimbulkan makna dalam sajak. Jadi penciptaan arti ini merupakan keorganisasian yang berada di luar linguistik yaitu adalah perbaitan, persajakan, enjabemen, tipografi dan homologues.
Pembaitan adalah pengaturan bait-bait                                                                                 
Persajakan atau rima merupakan pengaturan bunyi pada tiap baris
Enjabemen pemenggalan kata-kata pada baris yang berbeda
Tipografi penyusunan baris-baris dalam keseluruhan sajak
Homologues bentuk kata yang sama pada baris yang sejajar.
BAB  III
HASIL ANALISIS PUISI
3.1                        Analisis Puisi berdasarkan Strata Norma
Puisi 1
Ing Kutha Gedhe
Dening : Yono Hs
Kabeh paraga dha nduweni lara bisu
Jalaran angger pethuk mung kaya semut
Onthak-anthuk thok
Ditakoni malah tudang-tuding
Kaya wong pancingen,
apa ngene iki sing jenenge egois ki.
Semarang, 12 April 1994
(Pustaka Candra. Edisi 193 1996/1997)

Analisis Puisi 1
1.      Lapis Bunyi
Pada bait pertama baris pertama terdapat asonansi a. pada  baris kedua adanya asonansi a baris ketiga terdapat aliterasi k.
Pada baris keempat terdapat asonansi i. baris kelima DAN KEENAM adanya alitersi ng.

2.      Lapis arti
Kabeh paraga dha nduweni lara bisu
Apa semua manusia mempunyai penyakit bisu

Jalaran angger pethuk mung kaya semut
Sebab setiap bertemu seperti se ekor semut


Onthak-anthuk thok
Sibuk dengan dirinya sendiri

Ditakoni malah tudang-tuding
Ditanya malah melemparkan kepada yang lain

Kaya wong pancingen,
Seperti orang pancingen,

apa ngene iki sing jenenge egois ki.
apa seperti ini yang dinamakan dengan egois

3.      Lapis Ketiga
Ø  Objek-objek yang dikemukakan
Paraga, semut, dan wong
Ø  Pelaku atau tokoh
Semua manusia yang hidup di kota besar
Ø  Latar waktu
-
Ø  Latar tempat
-
Ø  Dunia pengarang itu adalah ceritanya yaitu setiap manusia yang tinggal di sebuah kota besar itu mempunyai sifat individual tidak memperdulikan orang yang disekitarnya dan ketika ditanya malah melimpahkan kepada orang lain. Apa itu yang dinamakan keegoisan.

4.      Lapis Keempat
Dipandang dari sudut pandang tertentu tokoh semua manusia atau semua paraga dalam puisi tersebut adalah orang yang mempunyai sifat individual atau keegoisan . Hal itu jelas tergambar dari bait pertama yaitu

Kabeh paraga dha nduweni lara bisu
Jalaran angger pethuk mung kaya semut
Onthak-anthuk thok
Ditakoni malah tudang-tuding
Kaya wong pancingen,
apa ngene iki sing jenenge egois ki.


5.      Lapis Kelima
Dalam puisi tersebut lapis ini berupa keegoisan hidup manusia yang tinggal di kota besar yaitu ketika berjalan itu seperti orang bisu yang tidak pernah menyapa satu sama lain dan ketika ditanya tidak pernah jelas jawabannya malah melimpahkan atau nunjuk kepada orang lain.

Puisi 2
Tresnaku

Ing jero atiku…
Aku ngrasa sepi
Saiki tresnaku lunga
Kangge nggoleti angen-angen

Aku kepingin tresnaku
Cepet bali kanggo nglepasake
Kabeh kasepen
Aku nyadari tresnamu tresna asih marang aku

Aku nyadari aku ora bisa
Urip tanpa tresnaku
Aku ingin kene
Wis mulih
Ana ing tresna
Kang abadi
Analisis puisi II
1.      Lapis Bunyi
Puisi tersebut pada bait pertama baris 1, 2, dan 3 terdapat asonansi a dan u
Pada baris keempat adanya aliterasi ng. pada bait kedua baris 1, 2, dan 3 terdapat asonansi a dan e, sedangkan pada baris keempat terdapat aliterasi r dan asonansi a. pada bait ketiga baris 1 dan 2 terdapat asonansi a dan u. baris ketiga dan keempat terdapat asonansi i. baris 5 dan 6 tersapat asonansi a.




2.      Lapis arti
Ing jero atiku…
Di dalam hatiku

Aku ngrasa sepi
Aku merasa sepi

Saiki tresnaku lunga
Sekarang cintaku atau kekasihku hilang

Kangge nggoleti angen-angen
Untuk mencari sebuah harapan

Aku kepingin tresnaku
Aku ingin cintaku

Cepet bali kanggo nglepasake
Cepat kembali untuk melepaskan

Kabeh kasepen
Semua rasa kesepian ini

Aku nyadari tresnamu tresna asih marang aku
Aku menyadari cintamu hanyalah cinta karena kasihan kepadaku

Aku nyadari aku ora bisa
Aku menyadari aku ora bisa

Urip tanpa tresnaku
Hidup tanpa cintaku

Aku ingin kene
Aku ingin disini

Wis mulih
Pulang

Ana ing tresna
Ada pada cinta

Kang abadi
Yang abadi

3.      Lapis ketiga
Ø  Objek-objek yang dikemukakan
-
Ø  Pelaku atau tokoh
Si aku
Ø  Latar waktu
-
Ø  Latar tempat
-
Ø  Dunia pengarang
Si aku hatinya merasa sepi karena cintanya hilang dan si aku ini ingin cintanya cepat kembali untuk melepaskan semua arsa kesepian yang dialaminya. Namun disatu sisi si aku ini menyadari bahwa cinta yang didapatkan hanyalah cinta karena merasa kasihan dan si aku ingin mendapatkan cinta yang sejati.

4.      Lapis keempat
Dari sudut pandang tertentu tokoh si aku itu kesepian dan hatinya resah serta kecewa, hal ini tergambar dalam bait pertama yang emnggambrkan kesepian yaitu

Ing jero atiku
Aku ngrasa sepi
Saiki tresnaku lunga
Kangge nggoleti angen-angen

Sedangkan dalam bait kedua menggambarkan kalau hatinya resah dan merasakan sakit hati yaitu

Aku kepingin tresnaku
Cepet bali kanggo nglepasake
Kabeh kasepen
Aku nyadari tresnamu tresna asih marang aku

5.      Lapis kelima
Dalam puisi ini berupa ketragisan dan kesepian yang mendalam yaitu merasakan kesepian karena cintanya hilang, berharap cintanya kembali, dan tragisnya adalah mendapatkan cinta karena hanya dari rasa kasihan semata. Karena itu di akhir puisi digambarkan kalau tokoh si aku ingin mendapatkan cinta yang abadi.

3.2  Analisis berdasarkan Ketidaklangsungan Ekspresi

1.       Penggantian Arti

Analisi Puisi I
Pada puisi pertama terdapat kata ‘’kabeh paraga dha duweni lara bisu’’. Hal ini menggambarkan seseorang yang tinggal di kota besar memiliki sifat individualisme atau keegoisan. Terus terdapat kata ‘’jalaran angger pethuk mung kaya semut’’ berarti keegoisan itu disebabkan karena setiap ketemu seperti seekor semut yang hanya jalan sendiri-sendiri.
Untuk menimbulkan suasana yang khusus yang menarik perhatian penyair juga memberikan gambaran pikiran (citraan(
Citra penglihatan misalnya ‘’jalaran angger pethuk mung kaya semut’’ ‘’nasak wana salumahing huwana’’
Analisis puisi II                                                                                                                     Pada puisi yang kedua ini pada bait pertama baris keempat yang berbunyi            Kangge nggoleti angen-angen” yang memiliki penafsiran arti yang beragam. Disini saya menafsirkan kalau tokoh si aku ini cintanya baru saja hilang ,hatinya sepi dan untuk mencari sebuah harapan yang baru. Disini pengarang menggunakan kata angen-angen tidak menggunakan kata pengarepan karena untuk memberikan kesan puitis dalam puisi tersebut.
2.       Penyimpangan Arti
a.      Ambiguitas
Puisi yang pertama ini berbentuk penuturan penyampaian pesan. Pada baris kedua terdapat syair “Jalaran angger pethuk mung kaya semut” dalam syair tersebut pembaca dapat berbagai macam penafsiran. Disini saya menafsirkan kalau seseorang yang tinggal di kota besar itu sibuk dengan dirinya sendiri, setiap ketemu itu Cuma berjalan tanpa bertegur sapa.

Analisis Puisi II
Puisi yang kedua ini puisinya sudah jelas tidak terdapat keambiguan.

b.      Kontradiksi
Koptradiksi ini disebabkan oleh paradoks dan ironi
Paradoks memiliki arti bertentangan seperti bait pertama
Kabeh paraga dha nduweni lara bisu
Jalaran angger pethuk mung kaya semut
Onthak-anthuk thok
Ditakoni malah tudang-tuding
Kaya wong pancingen,
apa ngene iki sing jenenge egois ki.

Dalam puisi tersebut menggambarkan keegoisan seseorang. Hal ini sangat bertentangan dengan hakikat manusia yaitu manusia sebagai makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa orang lain, tetapi kenapa di kota besar kebanyakan orang bersifat individualisme.

Analisis Puisi II
Pada puisi yang kedua ini menggambarkan seseorang yang hatinya sedang sepi karena cintanya hilang dan menginginkan sebuah cinta yang sejati. Namun juga terdapat pertentangan, hal ini tergambar dalam bait kedua
Aku kepingin tresnaku
Cepet bali kanggo nglepasake
Kabeh kasepen
Aku nyadari tresnamu tresna asih marang aku

Dalam bait tersebut digambarkan jika tokoh si aku ini ingin cintanya kembali namun sulit karena dia menyadari kalau cinta yang didapatkan itu adalah cinta yang hanya karena kasihan.

c.       Nonsense
Dalam puisi yang pertama ini tidak terdapat nonsense.
Dalam puisi yang kedua juga tidak terdapat nonsense

3.      Pencptaan Arti

Analisis Puisi I dan Puisi II
Dalam puisi pertama dan kedua jika dianalisis secara penciptaan arti tidak memiliki tipografi karena penulisan puisi tersebut biasa seperti puisi yang lain yang jika dilihat tidak berbentuk atau tidak menggambarkan suatu benda.

0 komentar:

Posting Komentar